Meski Lokasinya Berada di Bawah Pohon Beringin, Dawet Pak Bardi Tak Sepi Pembeli
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, khususnya orang Jawa, minuman yang satu ini begitu terkenal dan menjadi favorit menghilangkan dahaga.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Di siang hari yang terik, siapa tidak tergoda untuk menenggak segelas es dawet yang segar.
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, khususnya orang Jawa, minuman yang satu ini begitu terkenal dan menjadi favorit menghilangkan dahaga.
Pak Bardi meracik dawet. (Tribun Jogja/Hamim)
Cukup mudah menemukan penjual dawet di beberapa kota besar di Indonesia, termasuk Yogyakarta.
Dari sekian banyak penjual dawet di Yogyakarta ada beberapa tempat yang selalu ramai oleh pembeli.
Seperti dawet Pak Bardi yang berada pertigaan Sambiroto, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Bantul.
Menggunakan pikulan khas penjual tradisional, setiap harinya mulai jan 09.30 pagi Pak Bardi menjajakan dawetnya di bawah pohon beringin besar yang berada di tengah pertigaan jalan.
Sambil menikmati suasana teduh di bawah pohon beringin, pelanggan Pak Bardi datang silih berganti menikmati segelas dawet atau membelinya untuk dibawa pulang.
Sama seperti dawet pada umumnya, segelas minuman ini berisikan dawet, santan, dan juruh (pemanis) yang terbuat dari gula jawa yang dicairkan.
Es dawet Pak Bardi. (Tribun Jogja/Hamim)
Yang membuat dawet ini memiliki banyak penggemar adalah rasa yang dimilikinya.
Dawetnya tidak lembek, berpadu dengan rasa santannya yang begitu gurih, dan manisnya pas.
Dijelaskan Bardi, dawet yang dia buat terbuat dari tepung aren.
"Saya tidak menggunakan pewarna dalam pembuatan dawet, sehingga warnanya hanya putih," ujar Bardi.
Meskipun warna dawetnya cenderung pucat, tetapi rasanya cukup istimewa dengan tekstur sedikit kenyal.
Untuk juruh yang terbuat dari gula jawa cukup bentuknya cukup kental.
Tidak hanya manis, juruh ini juga menambah citarasa gurih dalam setiap gelas dawet.
Jika ingin sensasi rasa yang lebih kaya pembeli bisa menambahkan tape ketan dalam setiap gelasnya.
Bardi mulai usaha berjualan dawet sejak tahun 1997.
"Sebelumnya beragam profesi telah saya coba, mulai dari mbengkel, hingga jualan roti. Tetapi saat Indonesia terkena krisis moneter cari pekerjaan semakin susah, akhirnya saya berjuala dawet," ceritanya.
Keberaniannya berjualan dawet karena didasari kemampuan sang istri membuat dawet. Keahlian membuat dawet diwarisi istrinya secara turun temurun.
Saat pertama kali berjualan Bardi hanya mampu menjual lima gelas dawet.
Tetapi saat ini dalam sehari dia harus menghabiskan 10 kilogram tepung aren.
Untuk harga, segelas dawet dapat anda nikmati hanya dengan Rp.3 ribu. Jika menginginkan tambahan tape, harganya hanya Rp.500 per bungkus.
Di dekat lokasi berjualannya saat ini pria asli Sleman ini membuka warung bakso dan mi ayam.
"Sekarang saya juga sudah buka cabang di wilayah Gedongkuning," pungkas Bardi.(*)