Cerita Turis Turki yang Dipaksa Petugas Bandara Soekarno-Hatta Bayar VOA
Baru-baru ini, seorang turis asal Turki diwajibkan membayarvisa on arrival (VOA) sebesar 35 dollar AS di Bandara Soekarno-Hatta.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak Maret lalu, total ada 169 negara yang dibebaskan visanya untuk masuk Indonesia.
Turki adalah salah satunya.
Namun, baru-baru ini, seorang turis asal Turki diwajibkan membayarvisa on arrival (VOA) sebesar 35 dollar AS di Bandara Soekarno-Hatta.
Semua berawal dari kicauan penulis serial buku The Naked Traveler, yakni Trinity.
KOMPAS.COM/SRI ANINDIATI NURSASTRI - Tony Tezer Tezulastiran (42) berfoto bersama warga Indonesia. Saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, pria berpaspor Turki itu dipaksa membayar 35 dolar AS untuk Visa on Arrival.
Seorang temannya asal Turki dipaksa membayar VOA sebesar 35 dollar AS (Rp 500.000) seusai mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Kejadian itu berlangsung pada 31 Mei 2016.
"Saya sedang jemput dia, saya tunggu di luar. Kemudian dia cerita, didatangi dua petugas Imigrasi. Satu cewek, satu cowok. Ditanya macam-macam. Ngapain ke Indonesia, tujuannya apa, tinggal sama siapa, sampai ditanya agamanya apa," tutur Trinity kepadaKompasTravel, Jumat (3/6/2016).
Turis itu bernama Tony Tezer Tezulastiran (42).
Ini adalah kali pertama ia menyambangi Indonesia, seusai sebelumnya berkeliling ke negara-negara lainnya di Asia Tenggara.
Kepada KompasTravel, Tony berkisah.
Begitu mendarat di Terminal 2, ia didatangi seorang wanita petugas Imigrasi.
Petugas itu kemudian menanyakan berbagai hal seputar kedatangannya di Indonesia.
"Dia bertanya tidak dalam professional manner, seakan-akan saya sudah melakukan hal yang salah," tutur pria kelahiran Istanbul, 19 April 1974, itu.
Seusai dibombardir pertanyaan, Tony hanya ingin keluar dari bandara itu secepatnya.
Dia tahu Trinity tengah menunggu di luar bandara.
Petugas wanita itu kemudian memanggil temannya, seorang pria yang menurut kesaksian Tony, well uniformed and well groomed gentleman.
"Sikap petugas pria itu sama kasarnya. Dia memaksa saya membayar 35 dollar AS. Saya bilang, saya tidak punya uang. Saya sudah bepergian ke negara-negara Asia Tenggara dan saya tahu betul prosedurnya. Saya tidak menemukan prosedur pemegang paspor Turki harus membayar visa untuk masuk Indonesia," papar dia.
Tony kemudian memberi opsi, bagaimana jika ia tidak jadi masuk Indonesia dan langsung membeli tiket ke Osaka (Jepang).
Namun, petugas Imigrasi itu tidak membolehkannya.
"Dia memaksa. Kamu harus bayar sekarang, katanya. Benar-benar gila," kisahnya.
Mungkin Tony bisa berargumen lebih lama saat itu.
Namun, ia sedang dalam kondisi kelelahan dan mengalami cedera kaki.
Akhirnya ia beranjak ke mesin ATM dan mengambil Rp 500.000.
"Sebelum membayar, mereka bahkan sudah memberi receipt-nya duluan. Saya bilang, saya kan belum membayar. Baru saya ke ATM, mengambil uang, memberikannya kepada mereka, dan mengambil struknya," lanjut dia.
Kekesalan Tony bukan karena uangnya, bagi dia apalah arti 35 dollar AS.
Namun, ia tak menyangka akan "disambut" seperti ini begitu sampai Indonesia.
"I felt I was violated," jelasnya.
Hal itu dibenarkan Trinity yang menjadi host Tony selama di Indonesia. Penulis buku itu kemudian mem-post di Twitter dan mendapat banyak komentar.
"Beberapa tahun lalu, ada juga teman saya. Perempuan, orang Filipina. Dia dipaksa membayar juga, padahal sama-sama negara ASEAN," papar Trinity.