DNA Kita Seni Budaya dan Pariwisata kata Presiden Joko Widodo
Ada yang mengegetkan dari isi sambutan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Konferensi Forum Rektor Indonesia 2017, yang dilangsungkan di Jakarta
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ada yang mengegetkan dari isi sambutan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Konferensi Forum Rektor Indonesia 2017, yang dilangsungkan di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis, pekan lalu.
Tiba-tiba dia berbicara soal DNA atau deoxyribose-nucleic acid bangsa ini. Orang sering menyebut DNA itu semacam cetak biru dari semua makhluk hidup, termasuk manusia di bumi. Apa menariknya?
Presiden Jokowi meyakini bahwa bangsa Indonesia itu punya karakter, yang mungkin berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia tak harus menjadi negara industrialis yang berbasis pada manufacture.
"Kalau harus bersaing di bidang IT (Information Technology), atau di industry teknologi, kita sulit mengejar ketinggalan dari negara-negara lain," kata Presiden Joko Widodo, seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Amerika yang punya Silicon Valley.
Presiden mengaku sering merenungkan soal DNA bangsa ini. Dia menyebut DNA Indonesia itu spesifik. DNA ini adalah metafora dari karakter bangsa.
"Maka kita harus mengetahui DNA kita, agar tidak salah dalam mengambil langkah-langkah strategi bagi perkembangan bangan ini," kata Jokowi di acara yang dihadiri Ketua Forum Rektor Indonesia Suyatno, para rektor perguruan tinggi negeri dan swasta seluruh Indonesia itu.
Dalam berbagai forum Presiden Jokowi berkali-kali menyebut DNA bangsa Indonesia itu ada di cultural industry. Berkarya dalam seni dan budaya. Bukan manufacture, bukan juga murni agriculture. Dia mencontohkan, tari-tarian bernuansa tradisi, seperti saat pembukaan acara, itu tidak terjadi di negara lain. Kalaupun ada di Negara lain, itu lebih ke kontemporer yang kering dengan seni budaya.
"Saya kadang-kadang berpikir apakah tidak sebaiknya kita mengembangkan core bussiness kita dengan seni budaya?” lanjut Presiden Joko Widodo.
Bisa saja seni budaya ini dijadikan dasar untuk mengembangkan sektor pariwisata yang menjadi keunggulan bangsa Indonesia. Pariwisata tahun 2016 lalu ditetapkan sebagai 5 besar prioritas pembangunan pemerintah, yakni Infrastruktur, Pangan, Energi, Maritime dan Pariwisata. Tahun 2017 ini, prioritasnya ada 3, yakni Pengolahan, Pertanian dan Pariwisata.
Maka, lanjut Presiden Jokowi, tugas kaum cendekiawanlah adalah merumuskan konsep pendidikan yang membuat bangsa ini bisa lebih kompetitif dengan bangsa lain. Tentunya konsep pendidikan ini juga harus berpijak pada karakter bangsa.
"Inilah kekuatan kita, DNA kita di seni budaya. Mungkin ini jadi kekuatan kita ke depan. Saya ingin dari forum ini lahir konsep-konsep pendidikan yang mengubah bangsa kita menjadi lebih kompetitif," kata Jokowi.
Menpar Arief Yahya cukup bersemangat dengan statemen Presiden Jokowi itu.
“Apa yang dipikirkan Presiden Jokowi itu sudah tepat. Korea Selatan saat ini mengembangkan cultural industry, dan sudah menggeser manufacture yang sudah bertahun-tahun menjadi kekuatan Korea. Pariwisata termasuk dalam cultural industry,” aku pria asal Banyuwangi yang Mantan Dirut PT Telkom Indonesia itu.
Arief Yahya juga menjelaskan bahwa people are the real deferentiator. Saya juga meyakini yang membedakan antara satu bangsa dengan bangsa lain adalah manusianya. Yang membedakan satu keluarga dengan keluarga lain adalah manusianya. Dan yang membedakan satu manusia dengan manusia yang lain adalah karakter dan kompetensinya.