Mengenal Lebih Dekat Desa Wisata Ubud yang akan Disambangi Raja Salman
Sejak 1927, Desa Ubud sudah membuka diri dengan perkembangan dunia luar dan banyak menerima kunjungan tamu-tamu dari luar negeri.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR - Seorang laki-laki menggunakan pakaian adat Bali menyambut ramah saat Kompas.com berkunjung ke Puri Ubud Minggu (5/3/2017). Dia kemudian mempersilakan masuk dan menunjukkan foto-foto lama Ubud pada tahun 1950-an.
"Puri beda dengan pura. Pura adalah tempat persembayangan dan puri adalah tempat tinggal pribadi. Di puri ini saya yang sekarang tinggal," kata Tjokorda Gde Putra A.A Sukawati, keturunan ke enam Raja Ubud Bali kepada Kompas.com, Minggu (5/3/2017).
Bangunan yang sudah berusia ratusan tahun tersebut sudah berkali-kali mengalami renovasi namun tidak meninggalkan ciri khas Bali.
Tjokorda mengatakan, sejak 1927, Desa Ubud sudah membuka diri dengan perkembangan dunia luar dan banyak menerima kunjungan tamu-tamu dari luar negeri.
Menurut dia, pada saat itu Bali hanya digunakan transit dan satu-satunya hotel adalah Bali Hotel di sekitar Denpasar.
Sambil menunggu waktu pelayaran selanjutnya, para tamu diajak ke Ubud untuk menikmati keindahan budaya, seni, dan tradisi yang ada di sana.
"Raja Ubud waktu itu Tjokorda Gde Agung Sukawati, ayah saya yang memulai perubahan dan menjadikan Desa Ubud sebagai desa wisata. Dia pula yang menggagas perkumpulan seniman-seniman yang diberi nama Pita Maha," katanya.
"Saat itu sudah mulai dikenal karya seni modern tapi tetap dengan tidak meninggalkan jati diri Bali," sebutnya.
Ia mencontohkan perkembangan yang terlihat jelas adalah pada lukisan wayang yang sudah mulai mengenal anatomi tubuh.
Belum lagi seni pahat yang awalnya hanya arca sudah mulai ada perkembangan bentuk.
ang ayah, menurut dia, memberikan kesempatan kepada seniman besar kala itu seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet, Arie Smit, dan Antonio Blanco untuk berkarya di Ubud. Sehingga seni di Desa Ubud berkembang dengan pesat.
Ubud juga melahirkan seniman besar yaitu I Gusti Nyoman Lempad.
"Pada masa itu adalah masa penjajahan, tapi Raja Ubud tetap menerima kedatangan orang asing untuk tinggal disini.Berinteraksi dengan orang-orang asli sini menghasilkan karya seni berupa lukisan, pahatan, ukir, patung. Bahkan kediaman raja boleh digunakan untuk menginap bagi wisatawan. Ubud itu semacam vas bunga yang diletakkan di meja dan siapa saja boleh menikmatinya," ucapnya.
Bahkan sampai saat ini, wisatawan boleh berkunjung ke Puri Ubud untuk mengambil foto atau menikmati tari-tarian yang digelar di halaman Puri Ubud setiap malam. Tetapi untuk masuk ke dalam tempat tinggal, tamu harus izin terlebih dahulu.