Dilarang Israel Masuk, Padahal Turis Indonesia Paling Royal Belanja
Israel memang kerap menuai polemik, tetapi di mata turis Indonesia, wisatanya amat dikenang dan tak terlupakan.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Israel memang kerap menuai polemik, tetapi di mata turis Indonesia, wisatanya amat dikenang dan tak terlupakan.
Fransiska Anggraini adalah salah satu turis Indonesia yang pernah berkunjung ke Israel untuk mengantar orang tuanya berziarah.
Ia sangat suka dengan wisata di sana. Baginya kunjungan ke Israel salah satu perjalanan yang tidak terlupakan.
"Jujur aku suka Israel. Selain ada tempat-tempat yang disebut di Alkitab, secara infrastruktur Israel itu bagus. Negara maju lah," tuturnya saat dihubungI, Kamis (31/5/2018).
Ia mengatakan untuk kawasan wisata, Yerusalem punya banyak pilihan wisata religi bagi beberapa agama. Hanya saja karena kondisi konflik, cukup memusingkan aturannya.
Baca: Penginapan Diduga Tempat Asusila Digerebek, Tarif Kamarnya Rp 200 Ribu Per 3 Jam
Di Yerusalem, wisatawan harus berganti pemandu wisata dan supir saat melintas dari otoritas Israel ke otoritas Palestina dan sebaliknya.
Pemandu wisata disesuaikan wilayah otoritasnya. "Mengaduk-aduk emosi sih trip ke Israel.
Di lain sisi aku gak suka mereka seenaknya nempatin wilayah Palestina, tapi di lain sisi aku ngeliat kalau bukan mereka yang masuk ke situ, itu tempat gak bakal maju," katanya.
Ada tiga tempat wisata utama yang tidak ia lupa, dan sempat ia jelajahi. Masjid Al-Aqsa untuk umat Islam, Tembok Ratapan untuk Yahudi, dan Via Delorosa untuk umat Kristen.
Ketiganya memiliki makna yang mendalam bagi penganutnya. Terlepas dari agama apapun saat berkunjung ke tiga tempat tersebut ada kenangan dan sensasi tersendiri.
Lain halnya dengan Melissa, salah satu turis Indonesia dan pemilik agen tour travel yang rutin tiap tahunnya berkunjung ke Israel dan Palestina.
Ia mengaku salut atas perjuangan warga Palestina di tengah konflik, yang kini sangat bergantung pada pariwisata.
Ia rutin membawa turis Indonesia saat Paskah dan liburan Natal.
"Saya lebih suka ke Palestina, karena paling banyak destinasinya, juga karena kita punya sistem belanja apapun ke masyarakat Palestina yang memang lebih membutuhkan, mulai suvenir, makanan, sampai kebutuhan kaya sabun zaitun," tuturnya.
Ia merasa kasihan, karena masyarakat Palestina sulit bekerja dan kini sangat mengandalkan pariwisata untuk pemasukannya.
"Wisatawan Indonesia apapun kepercayaannya, memang suka mendukung Palestina dengan royal berbelanja ke masyarakatnya. Jadi saya rasa ini sangat sayang banget kalau ditutup," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Kata Turis Indonesia yang Pernah Wisata ke Israel dan Palestina"