Karakter-Karakter Ini Dibutuhkan Mahasiswa Pariwisata
Jika pelaku pariwisata tidak “mengup-date“ informasi-informasi penting dari daerahnya sendiri atau juga dari Indonesia, ditakutkan ada misinformation
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Jika memiliki profesi terkait dunia pariwisata, karakter ini perlu dimiliki oleh siapa saja terutama para mahasiswa pariwisata.
Bekali diri dengan berperilaku sebagai Duta Pariwisata (Tourism Ambassador) dengan memenuhi beberapa kriteria.
Demikian ditegaskan Staf Ahli Kementerian Pariwisata Bidang Ekonomi dan Kawasan Pariwisata Dr. Anang Sutono, MM.Par, CHE kepada sekitar 500 mahasiswa baru Politeknik Pariwisata (POLTEKPAR) Medan, Kamis (25/07/2019).
Hadir juga sebagai pembicara dalam acara tersebut, Alumnus Lemhanas RI PPSA XXI, AM Putut Prabantoro dalam kapasitasnya sebagai sebagai Konsultan Komunikasi Publik dan Direktur Poltekpar DR Anwar Masatip MM.Par serta jajaran pimpinan lainnya.
Dalam paparannya yang berjudul “Wonderful Tourism Ambassador 4.0 for Super Society 5.0”, Anang Sutono menjelaskan bahwa persaingan antar negara di bidang industri pariwisata sangat ketat.
Sehingga dalam beberapa tahun terakhir pendidikan dunia pariwisata, beberapa negara mulai menanamkan format pendidikan khusus yakni “Tourism Ambassador Behaviour” (TAB) hal ini dipicu oleh perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi.
“Ada standar khusus yang dituntut oleh para pelanggan terkait dengan karakter atau perilaku ini. Jika semua negara dituntut untuk memenuhi standardisasi atau sertifikasi dalam berbagai aspek pariwisata, maka yang menjadi perhatian khusus adalah obyek atau destinasi yang terkait dengan pariwisata.Hanya yang menjadi masalah, bagaimana sebuah daerah atau negara menjadi sebuah destinasi diperlukan keahlian khusus untuk menarik para target wisatawan untuk berkunjung,” ujar Anang Sutono.
Anang Sutono, yang mendapat pujian dari International Chamber of Commerce Asia (ICC ASIA) karena presentasinya di UNESCAP Asia Pacific Business Forum, Port Moresby, Papua Nugini pada Juni 2019, menandaskan, di Indonesia persaingan ketat sebagai destinasi pariwisata akan terjadi antar daerah (kota) untuk menarik wisatawan domestik ataupun luar negeri untuk berkunjung. Untuk memenangkan persaingan ini, dibutuhkan karakter atau perilaku sebagai Duta Pariwisata (Tourism Ambassador).
“Mahasiswa pariwisata harus menjadi seorang duta (Ambassador) atau diplomat dengan tugas mewakili (representing), berpromosi (promoting), melindungi (protecting), negosiasi (negotiating) dan membuat laporan (reporting) dari daerahnya dan Indonesia. Untuk Indonesia khususnya ditujukan kepada wisatawan asing. Untuk itu semua harus dibekali kepandaian berkomunikasi dengan baik termasuk cara ataupun bahasanya,” ujar Anang Sutono yang Alumnus Lemhannas RI PPSA XXI.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Anang Sutono, setiap mahasiswa harus memiliki kemampuan bernegosiasi agar target wisatawan ataupun pelaku pariwisata lain mau menjadikan daerahnya sebagai destinasi utama kunjungan. Jadi dalam hal ini, menurutnya, secara tidak langsung diplomat yang negosiator ini menjadi wakil dari daerahnya (representing) karena ada kepentingan usaha di destinasi kunjungan tersebut. Namun demikian kemampuan bernegosiasi ini harus didukung dengan tugas lain yakni berpromosi dan memberi laporan (reporting) terkait dengan kunjungan-kunjungan yang telah terjadi.
“Representing itu tidak hanya menjadi corong saja tetapi seseorang dituntut memiliki konten khusus dalam hal ini. Dia harus mengetahui seluk beluk secara detil obyek wisata di daerahnya dan cerita di balik daerah tersebut, keistimewaan daerahnya dibanding dengan daerah lain, kuliner yang ditawarkan dan sekaligus kesan-kesan positip yang diberikan oleh wisawatan yang telah berkunjung. Dia juga harus mampu menjelaskan ketika ada berita dengan tone negative atau berita buruk yang menimpa daerahnya dan berpengaruh pada target kunjungan,” jelasnya.
Bagi pelaku usaha pariwisata baik sebaik usahawan ataupun sebagai pekerjanya harus bisa menjamin dan menjelaskan keamanan, keselamatan dan kenyamanan merupakan perioritas utama bagi para wisatawan, jika berita buruk menimpa daerahnya atau Indonesia.
Hal ini sangat penting, menurut mantan Rektor Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, NHI ini, karena setiap target wisatawan sangat mudah mengakses informasi tentang suatu daerah melalui internet.
Jika pelaku pariwisata tidak “mengup-date“ informasi-informasi penting dari daerahnya sendiri atau juga dari Indonesia, ditakutkan ada misinformation yang diterima para target wisatawan.
Bahkan tidak jarang, dalam sekala internasional tone negative itu direkayasa agar target wisatawan dapat dialihkan dari negara destinasi satu ke negara destinasi lain.
“Mengingat Pak Jokowi berulangkali menegaskan perhatiannya soal pariwisata Indonesia, sangat penting bagi para mahasiswa atau pelaku usaha pariwisata untuk mendidik dirinya atau mendidik anak didiknya menjadi seorang Ambassador atau Diplomat sekecil apapun tugasnya. Berita dalam bahasa Inggris itu NEWS yang kependekan dari North (Utara), East (Timur), West (Barat) and South (Selatan). Oleh karena itu informasi sekecil apapun dari berbagai penjuru daerahnya harus menjadi makanan sehari-hari,” Anang mengakhiri presentasinya.
Sementara Anwar Masatip menegaskan pihaknya akan bekerjasama dengan institusi lain untuk mempercepat gagasan “Tourism Ambassador Behaviour” (TAB) agar generasi baru dunia pariwisata mampu mempersiapkan diri menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap tantangan ke depan.
Menurut, Anwar Masatip, untuk membangun TAB, masing-masing siswa harus memenuhi atitud dan perilaku yang sangat berbeda dibanding dengan dari satu dekade sebelumnya.