Catatan Perjalanan ke Banyuwangi (2): Nikmatnya Mencicip Cokelat Glenmore & 'Ditampar' Sego Tempong
Kawasan Glenmore jadi destinasi yang disambangi Tribunnews pada hari pertama berwisata ke Banyuwangi.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Pravitri Retno W
Namun begitu dicicip, rasa pahit lebih mendominasi dengan sedikit rasa asam.
Tak heran bila pengelola kafe ini menyediakan setoples gula yang bisa ditambahkan sesuai selera oleh pengunjung.
Beruntung setelah menambahkan beberapa sendok gula, rasa pahit dan asam dalam minuman ini berhasil dinetralisir.
Di Kafe Doeseon Kakao juga terdapat aneka cokelat hasil olahan, yaitu dalam bubuk dan batang dengan harga cukup terjangkau.
Harga tiket masuk Doeseon Kakao juga sangat terjangkau, hanya Rp 5 ribu untuk mobil.
Di Doeseon Kakao juga terdapat banyak spot selfie yang semakin memanjakan pengunjung.
Setelah dari Doeseon Kakao, perjalanan dilanjutkan menuju Waduk Sidodadi yang masih satu kawasan wilayah perkebunan PTPN XII.
Keberadaan Waduk Sidodadi tak bisa terlepas dari area perkebunan tebu yang mengelilinginya.
Pasalnya, waduk ini semula dibangun untuk mengairi lahan tebu.
"Saking banyak pengunjung yang ke sini, akhirnya dibuka jadi tempat wisata tahun 2015. Dulu, waduknya nggak selebar sekarang," ujar Sami'an, seorang penjaga.
Dengan dijadikan Waduk Sidodadi sebagai tempat wisata membuat pengelola, yaitu PTPN XII menambah penunjang sarana wisata.
Di antaranya kafe, musala, toilet, flying fox, kereta kayu, lahan parkir, aneka spot selfie, hingga penyewaan perahu dan bebek-bebekan.
"Sewanya sangat murah. Kalau perahu, satu orang Rp 3 ribu, untuk bebek-bebekan, satu bebek hanya Rp 10 ribu. Pengunjung bisa menyewa sepuasnya untuk mengelilingi waduk," ujar Sami'an.
Terdapat pula sarana permainan tradisional untuk anak-anak seperti egrang hingga congklak.
Buka setiap hari dari pukul 06.00 hingga 19.00 WIB, Waduk Sidodadi menjadi destinasi liburan warga sekitar.
Walau tak memungkiri, banyak juga wisatawan dari luar kota, misalnya Surabaya yang datang, terlebih pada hari libur atau long weekend.
Tak terasa Matahari telah tergelincir ke arah barat.
Halim, driver angkutan wisata gratis mengajak kami untuk segera bersiap, kembali ke Banyuwangi.
Begitu sampai di Banyuwangi lagi, Tribunnews tak menyiakan kesempatan untuk menjajal kuliner khas Tanah Blambangan: sego tempong.
Sego tempong merupakan sajian nasi dengan aneka lauk, lalapan yang dikukus, lantas disiram sambal hasil olahan tomat ranti, terasi, cabai rawit, dan jeruk sambal.
Paduan bahan sambal ini menghasilkan paduan rasa khas Banyuwangi yang asin, gurih, serta pedas yang begitu menampar!
Mudah menemukan tempat makan di Banyuwangi yang menyajikan sego tempong.
Satu di antara yang paling legendaris adalah Sego Tempong Mbok Wah.
Warung yang berada di Jalan Gembrung nomor 220, Desa Bakungan, Kecamatan Glagah ini menjadi jujugan warga sekitar dan turis yang ingin menikmati seporsi sego tempong yang melegenda.
Di Sego Tempong Mbok Wah, pengunjung bebas memilih lauk yang beraneka ragam, mulai dari ayam, ikan, udang, lele, tongkol, paru, hingga babat goreng.
Pilihan Tribunnews jatuh pada lauk ayam krispi, yang dihargai Rp 20 ribu plus es teh!
Usai melahap habis seporsi sego tempong, Tribunnews pun pulang, menuju penginapan dengan hati senang, perut kenyang. (bersambung)