Merindukan dan Menjaga Komodo yang Mendunia
Aktivis lingkungan hidup cilik, antara lain Gebi, Faiz, Salman, Addeva dan Shane mendapat kesempatan menyambangi Pulau Komodo.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, LABUAN BAJO- Adalah seorang warga Belanda bernama J.K.H. Van Steyn dijelaskan dalam buku Yayasan Komodo Survival Program. Pada tahun 1910 yang pertama kali menemukan keberadaan Biawak Komodo.
Dijelaskan, hal ini kemudian diperkuat oleh seorang kurator dari Museum Zoologi Bogor yang kemudian memberi Biawak Komodo dengan nama ilmiah Varanus Komodoensis.
Kini, kurang lebih ada 1700 hewan Komodo di Pulau Komodo yang menjadi rumah salah satu hewan bersejarah ini. Populasi Komodo juga ada di Pulau Rinca. Meski bukan angka pasti, namun jumlahnya di Pulau Rinca sekira 1048 ekor.
Baca: KLHK: Indonesia Memasuki Era Baru Pengelolaan Sampah
"Komodo yang paling besar di Pulau Komodo panjangnya kurang lebih 3.1 meter. Tidak bisa diduga kapan Komodo yang paling besar ini muncul," Kepala Balai Taman Nasional Komodo (TNK), Lukita Awang Nistyantara, S Hut.,M.Si menjelaskan.
Joan, salah satu pemandu di Pulau Komodo menjelaskan, Komodo yang paling besar kerap disapa Hercules. "Selain paling besar, dan paling berpengaruh. Kalau sedang berkelahi dengan yang lain paling jago," Joan mengungkap.
Baca: Bandara Komodo Berstatus Internasional Mulai Juli 2020
Pulau Komodo berada di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Provinsi Nusa Tenggara Tmur. Di kawasan ini terdiri dari tiga pulau besar. Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Padar serta beberapa pulau yang lain. Kawasan TNK luasnya kurang lebih 173.300 hektare. Dengan luas daratan 58.1 hektare dan 115.143 hektare untuk luas perairan.
Pulau Komodo seluas 33.037 hektare. Selain rumah bagi Komodo, di pulau ini juga terdapat 11 jenis burung. Antara lain Burung Gosong, Burung Kakatua Jambul Kuning, Perkutut, Tekukur, Pergam Hijau, Cucak Timor, serta Burung Kacamata Laut. Juga terdapat fauna yang lain, Rusa, Kerbau liar, Babi Hutan, termasuk Kalong Buah.
Pulau Komodo dihuni juga dihuni oleh masyarakat sekitar. Termasuk Pulau Rinca dan Pulau Papagarang di kawasan TNK. Di pulau Rinca terdapat satu desa yang memiliki dua kampung. Yaitu Kampung Rinca dan Kerora.
Baca: Promosikan Wisata NTT, 39 Finalis Puteri Indonesia 2020 Berkumpul di Labuan Bajo
Aktivis cilik, peduli lingkungan hidup, antara lain Gebi, Faiz, Salman, Addeva dan Shane mendapat kesempatan menyambangi Pulau Komodo. Selain Pulau Komodo, mereka juga berkesempatan menyambangi Pulau Rinca yang juga menjadi rumah bagi hewan langka ini.
"Oleh masyarakat setempat, Komodo biasa disebut Ora. Sedangkan di kawasan lain disebut mbau, rugu atau Buaya Darat," Kepala Balai Taman Nasional Komodo (TNK), Lukita Awang Nistyantara, S Hut.,M.Si menjelaskan.
"Om, kalau Komodo-nya nanti minta makan bagaimana," Shane salah satu dari aktivis lingkungan hidup cilik kemudian bertanya.
Salah seorang pemandu kemudian menjawab semringah, seraya menjelaskan Komodo jenis hewan yang pandai berenang namun tidak suka berenang. Memiliki penciuman yang cukup tajam.
Baca: Menikmati Harmonisasi Alam Uang Pecahan Lima Puluh Ribu di Pulau Padar
Komodo dapat berlari hingga kecepatan 18 kilometer per jam untuk jarak pendek. Habitat Komodo adalah dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 800 mdpl. Selain hidup di hutan tropis, juga bisa hidup di hutan gugur terbuka, sabana serta hutan bakau.
"Kalau ingin melihat komodo dari dekat, tidak boleh sendiri. Harus rombongan. Hewan Komodo adalah hewan soliter atau penyendiri. Jarang terlihat berkelompok, berinteraksi satu sama lain," salah sorang pemdandu menjelaskan.
Baca: Puncak HPSN di Labuan Bajo, Partisipasi Masyarakat Peduli Sampah Makin Tinggi
Lukita Awang menambahkan, hampir setiap hari pengunjung datang ke Pulau Komodo. Baik lokal maupun dari manca negara. Awang tetap mengingatkan kepada mereka yang berkunjung, tidak sekedar menjadi wisatawan. Namun pengunjung yang mencintai dan peduli dengan lingkungan hidup.
"Kawasan Taman Nasional Komodo ini, harus bersih dari sampah. Agar alamnya bersih dan terjaga dengan baik. Untuk itu kami selalu menghimbau dan mengedukasi pengunjung agar menjadi 'pecinta alam' yaitu orang yang selalu menjaga alamnya dan membawa pulang sampahnya ketika berkunjung ke kawasan konservasi ini," ujarnya.
"Buang sampah di tempatnya, hanya semudah itu. Mulai dari hal kecil, kita harus disiplin. Sampah plastik dan organik kita pisahkan, karena bisa diolah lagi. Sampah plastik kita sulap jadi barang berguna. Sampah organik jadi pupuk tanaman,'' lirik lagu yang dibawakan penyanyi yang juga aktivis lingkungan Oppie Andaresta bersama puluhan anak-anak Sekolah Luar Biasa (SLB) Labuan Bajo pada peringatan HPSN tahun 2020.