Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Benarkah Martabak Asli dari India? Penulis The Best of India: Ada Martabak, Tapi Isinya Beda Banget

Benarkah martabak asli India? Banyak yang mengira jika martabak merupakan kuliner asli India, penulis The Best of India menjawabnya.

Penulis: Bunga Pradipta Pertiwi
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Benarkah Martabak Asli dari India? Penulis The Best of India: Ada Martabak, Tapi Isinya Beda Banget
Kolase Tribunnews/ Instagram @dodon_jerry
Benarkah Martabak Asli dari India? Penulis The Best of India: Saya Nggak Nemu yang Kayak di Sini 

TRIBUNNEWS.COM- Eko Dony Prayudi, pemilik blog tukangjalanjajan.com meceritakan perjalanannya saat proses pembuatan buku The Best of India.

Hobinya untuk melancong sejak muda membuat pria yang akrab disapa Dodon ini memutuskan untuk menekuninya sebagai seorang profesional.

Meski begitu, Dodon mengaku banyak belajar secara otodidak dalam dunia travelling dan food blogger.

Setelah resign dari dunia pertelevisian pada tahun 2015, Dodon semakin mendalami dunia backpacker.

"Gimana sih cara nyusun ittinerary untuk jadi solo traveller?"

"Akhirnya aku gabung dengan grup-grup backpacker dunia, dan komunitas lain, ketemu dengan temen-temen sesama minat akhirnya mulai tuh."

"Kami jadi punya jadwal untuk travelling bareng," cerita Dodon.

Baca: 6 Hal yang Sebaiknya Tak Dilakukan Turis di India, Termasuk Tidak Minta Daging Sapi

Baca: Mengenal Manisan Khas India yang Diklaim Mampu Menghalau Virus Corona

Berita Rekomendasi

Dalam setiap langkahnya hidupnya, Dodon selalu ingin punya achievement.

Misalnya saat ingin menjadi food blogger ia harus menyusun apa saja yang harus dicapai untuk mewujudkannya.

Menurut Dodon masih banyak orang yang salah kaprah dan mengaku-ngaku.

"Orang masih sering banyak salah lho soal pengertian food blogger, foodies, foodgram dan sebagainya."

"Banyak orang mengaku sebagai seorang food blogger saat ditanya blognya apa? Ternyata dia nggak punya," kata Dodon.

Seorang food blogger harusnya menulisnya tentang makanan dalam blog.

Jika hanya menuliskannya melalui akun Instagram maka orang itu lebih tepat dijukuki dengan foodgram.

"Itu orang suka salah kaprah dan mengaku-ngaku, seharusnya label itu diberikan untuk orang lain," lanjut Dodon.

Hal itu pula yang membuat Dodon enggan untuk disebut seorang food photographer.

Ia mengaku tak berani melabeli dirinya sebagai food photographer karena Dodon hanya belajar secara otodidak dan tidak memiliki basic akademik.

"Orang suka bilang 'ih kamu food photographer', enggak."

"Saya suka foto makanan tapi nggak berani ngasih label itu karena nggak ada background sekolah, murni belajar otodidak," jelas Dodon.

Baca: Gohu Ikan, Kuliner dari Ternate yang Mirip Sashimi Khas Jepang

Baca: Pempek Kapal Selam, Kuliner Khas Palembang yang Bisa Dibuat Langsung di Rumah

Salah Kaprah Istilah Kuliner

Di tahun 2017 Dodon memutuskan untuk menulis sebuah buku.

Kala itu buku yang membahas soal India dalam bahasa Indonesia baru ada satu.

"Saya searching di Google, tahun 2017 buku tentang India dalam bahasa Indonesia cuma ada satu."

"Saya kenalan dong dengan penulisnya, beliau sekarang ada di Houston, Texas," ujar Dodon.

Dodon mengaku banyak berdiskusi dengan Rini Raharjanti, penulis buku Rp 3 Jutaan Keliling India dalam 8 Hari.

buku india
Kolase Tribunnews/goodreads.com/ Instagram @riniraharjanti

Dari situ ia mulai membuat ittinerary, enam bulan sebelum keberangkatan Dodon sudah mencari tiket untuk berangkat ke India.

Dari jadwal yang dibuat, setidaknya butuh waktu satu bulan untuk menjelajah di India.

Meski menjadi buku pertama, Dodon merasa tidak banyak kesulitan dalam pembuatannya.

"Ternyata prosesnya cukup panjang, tapi berkat bantuan temen-temen jangka waktu penulisan dengan waktu terbit hanya sembilan bulan."

"Kami bekerjasama dengan baik, itungannya cukup pendek," papar Dodon.

Banyak pengalaman yang didapat selama proses pembuatan buku The Best of India.

The Best of India New
The Best of India (Kolase Tribunnews.com/ Bukalapak/ Instagram @dodon_jerry)

Salah satu yang tidak terlupakan untuk Dodon adalah saat menggunakan transportasi umum di India.

"Selama di India saya sama sekali nggak menggunakan transportasi pribadi, saya pakai bus, kereta, bajaj."

"Pesawat itu hanya untuk pergi dan pulang," lanjutnya.

Selama berada di India, Dodon merasakan perbedaan menggunakan kereta di India dengan Indonesia.

"Naik kereta api di India itu luar biasa dan penuh tantangan."

"Sistem beli tiketnya beda banget, di Indonesia kita beli tiket dan pegang tiketnya itu artinya kita siap berangkat di hari tanggal yang sama, kursinya pun jelas."

"Sementara di India tidak. Kalo namamu nggak keluar di layar, kamu belum tentu berangkat, bisa berangkat di hari selanjutnya," cerita pria keturunan Jawa Dayak ini.

Dodon juga belajar soal tradisi dan budaya selama berada di India.

Di India Dodon juga menemukan fakta jika karakteristik rempah di sana berbeda dengan yang ada di Indonesia.

Selama ini ia mengira jika kuliner India memiliki bumbu yang kuat.

"Selama ini orang berpikir bahwa makanan India rasanya akan tajam karena rempahnya banyak."

"Ternyata salah, di Indonesia itu jauh lebih tajam."

"Saya tanya dengan ahli ilmu gastronomi, ternyata memang karakter rempahnya berbeda," lanjutnya.

Ada kisah unik dalam perjalanannya itu.

Di Indonesia, banyak yang mengira jika martabak merupakan kuliner asli India.

martabak telor enak
Ilustrasi martabak telor (Instagram @hollandspontianak)

Baca: 7 Kuliner Khas Betawi yang Sering jadi Menu Sarapan, Ada Soto Tangkar hingga Nasi Uduk

Baca: Dokumen yang Wajib Turis Bawa saat Liburan ke Taman Nasional Komodo di Era New Normal

Kenyataannya tak ada martabak seperti yang ada di Indonesia di sana.

"Setelah saya ke India, saya nggak nemu lho martabak yang seperti itu."

"Di sana ada martabak, tapi isinya bukan seperti yang kita makan. Isinya kalo nggak telor, pisang, terus dimakannya dengan kuah kari," tutur Dodon.

Dodon kembali menegaskan soal autentifikasi makanan agar tak salah kaprah.

Karena hal itu bisa menjadi bomerang.

"Saya selalu ngingetin, buat temen-temen, makanan itu bisa dikatakan autentik apabila si tester sudah pernah mencoba makanan itu dari tempat asalnya."

"Misalnya kamu nyobain rendang, Padang, 'aduh ini autentik banget', tapi waktu ditanya udah pernah ke Padang ternyata nggak pernah."

"Jadi gimana kamu bisa bilang kalo itu (cita rasanya) autentik," kata Dodon.

Ia khawatir embel-embel itu hanya label dari mulut ke mulut.

Kemungkinan yang terjadi adalah pembuat memiliki darah keturunan India, lalu orang-orang melabeli dengan nama negara itu.

"Mungkin, karena yang masak berdarah India terus orang-orang melabelinya dengan nama India," pungkas Dodon.

(Tribunnews.com/Bunga)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas