Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kalah dari Bahrain, Saatnya Ganti Wim Rijsbergen?
Kesalahan strategi Pelatih Timnas Indonesia Wim Rijsbergen membawa petaka bagi Timnas Indonesia. Saatnya mengganti Rijsbergen?
Penulis: Komang Agus Ruspawan
Editor: Ade Mayasanto
Oleh Komang Agus Ruspawan*
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PELATIH Timnas Indonesia Wim Rijsbergen merealisasikan janjinya untuk bermain menyerang saat menjamu Bahrain. Bahkan Wim menurunkan tiga striker sekaligus sejak menit awal pertandingan.
Wim memang tidak memakai formasi 4-3-3 ala Belanda, yang menjadi trade mark negeri leluhurnya sekaligus gaya yang pernah dianutnya ketika memperkuat De Oranje di Piala Dunia 1974 dan 1978 yang berakhir di posisi runner up. Mantan asisten pelatih Trinidad dan Tobago di Piala Dunia 2006 ini memilih formasi 4-2-3-1.
Ia memasang Cristian Gonzales sebagai target man. Dua striker lain, Bambang Pamungkas, bermain di belakang Gonzales, dan Boaz Solossa dimainkan sebagai winger kanan. Posisi winger kiri diisi Muhammad Ridwan.
Gelandang Firman Utina dan Ahmad Bustomi dipasang sejajar sebagai holding midfielder. Keduanya bertugas menjaga keseimbangan tim dan menyusun skema serangan.
Wim berharap serangan mengalir dari kedua winger, Ridwan dan Boaz. Keduanya diinstruksikan untuk melakukan terobosan dari sisi sayap.
Bambang berperan sebagai pembagi bola dan sesekali muncul dari second line (come from behind) untuk menyambut umpan-umpan dari Boaz maupun Ridwan.
Sayangnya strategi ini sama sekali tidak berjalan. Justru membuat permainan tidak berkembang dan lini tengah meninggalkan lubang. Akhirnya dua gol bersarang.
Yang pantas mendapat sorotan dari strategi Wim adalah keputusannya memainkan Bambang. Kenapa mesti memaksakan Bambang untuk bermain dan menggunakan formasi 4-2-3-1?
Kehadiran Bepe membuat Boaz harus bermain melebar. Ini tentunya tidak efektif. Menjauhkan jarak Boaz dengan gawang lawan bukan keputusan bijak.
Striker terbaik Indonesia ini menjadi minim kesempatan untuk melakukan akselerasi langsung ke gawang lawan. Padahal kita ketahui ia memiliki skill individu hebat dan naluri gol tinggi.
Dengan bermain di sayap kanan --padahal Boaz seorang kidal-- membuat pemain Persipura Jayapura ini lebih banyak berperan sebagai pengumpan. Nyaris ia tak memiliki kesempatan untuk mencetak gol.
Akan lebih ideal Boaz dimainkan sebagai striker murni berduet dengan Gonzales di depan. Ia akan lebih berbahaya karena akan berhadapan langsung dengan pertahanan terakhir dan kiper lawan.
Di sisi lain, keputusan menurunkan Bepe dan formasi 4-2-3-1 membuat lini tengah sedikit rapuh karena hanya mengandalkan dua gelandang. Ada ruang kosong tak terisi sehingga memberi kesempatan pemain Bahrain mengembangkan permainan.
Keputusan memainkan Firman terlalu di belakang membuat perannya sebagai playmaker tak maksimal. Selama ini Firman merupakan jantung permainan. Namun akselerasinya menjadi terbatas karena ada Bambang di depannya, dan ia juga harus memikirkan membantu pertahanan.