Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tiket Kelas Menteri untuk Bertemu Paus
Semula tidak teragenda. Peluang bertemu Paus muncul dari Romo Markus Solo, yang sudah sangat berjasa pada rombongan kami.
Penulis: Domu D. Ambarita
Editor: Ade Mayasanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Domu D Ambarita
TRIBUNNEWS.COM, VATIKAN - Ikhwal tiket mengikuti acara Paus pun punya kisah sendiri. Semula tidak teragenda. Peluang itu muncul dari Romo Markus Solo, yang sudah sangat berjasa membuka 'jalan menuju roma' pada rombongan kami.
Selasa itu, keluar dari ruang tabernakel Basilika, secara kebetulan Romo Markus bertemu dengan rekannya, pastor asal Jerman, senegara dengan Joseph Aloisius Ratzinger, lebih terkenal dengan nama Paus Benediktus XVI. Mereka bertemu dekat altar makam Santo Petrus di jantung gereja.
"Beruntung kita ketemu romo ini. Kita akan uruskan tiket untuk audiensi dengan paus, besok," ucap Romo Markus, saat kami jabat tangan perkenalan dengan romo asal Jerman tersebut. Saat berjabat tangan, saya merasakan sesuatu yang ganjil, ternyata tangan atau jari-jari sang pastor cacat.
Dia bekerja di Sekretariat Negara Takhta Suci Vatikan, bertugas untuk menerbitkan dan mendistribusi tiket untuk audiensi mingguan dengan paus. Kemudian kami berlima menyusuri koridor menuju jalan keluar Gereja Basilika Santo Petrus, yang senantiasa diawasi pengawal berjas dengan alat komunikasi menempel di telinga, seperti halnya handy talkie Paspampres di Indonesia.
Saat berjalan menyusuri jalan berkeramik menuju lantai empat Sesneg Vatikan, pasukan penjaga Swiss (Swiss Guard), yang berjaga di gerbang, segera bersikap tegap dan menghormat, sembari menegakkan tombak dari semula posisi miring kira-kira 70 derajat. Sekitar semenit, kami menunggu di kamar, ruang tunggu. Lalu pastor asal Jerman menyodorkan amplop kecil warna cokelat.
"Kita beruntung, karena pagi begini sudah dapat tiket. Biasanya, tiket baru keluar sore, setengah empat. Lebih istimewa lagi karena tiket ini untuk barisan VIP, sekelas menteri atau pejabat yang ingin ikut audiensi. Besok mas-mas duduk di barisan bagian terdepan," kata Romo Markus.
Tibalah hari Rabu. Kami bertiga asal Jakarta yang sudah sepekan berada di Vatikan bergegas lebih awal keluar dari hotel, sarapan pagi di hotel pun dilewatkan demi memburu waktu, sesuai nasihat Romo Markus.
Betul saja. Auidensi umum dengan paus baru akan berlangsung pukul 10.30 waktu setempat, pukul 15.30 waktu Jakarta, tetapi sedari jam 7, umat sudah mulai antre. Mereka antre lima baris, memanjang sampai ratusan meter, dari terowongan kereta api bawah tanah di kanan St Petrus menuju pintu pemeriksaan, pemindai logam.
Setiap audiens harus membawa tiket gratis yang diterbitkan Urusan Rumah Tangga Kepausan. Kami mendapat tiket warna cokelat, kelas VVIP, sekelas tamu negara atau pejabat. Tiket kami sejenis dengan tiket puluhan perwira tinggi dan perwira menengah polisi Kuba, yang mengenakan seragam, sedikit mirip pakaian dinas haria TNI, hijau lengan pendek, bukan loreng. Namun kami berbeda diperlakukan, tetap ikut mengantre membaur dengan umat umum yang membawa kartu warna ungu, sedangkan para perwira polisi yang membawa serta anak-istri, coba menerabas aturan dan bernegosiasi dengan polisi Vatikan.
Pada lembaran tiket tertulis audiensi umum dengan Yang Mulia Bapak Suci Paus Benediktus XVI, Rabu 14 September 2011. Kami mendapat empat lembar tiket cokelat, namun hanya terpakai tiga. Romo Markus tidak serta. Dan di tengah antrean, kami bertemu dengan bebarapa warga Indonesia. Romo Oki Dwihatmanto OFM, asal Paroki Kramat, Jakarta, sedang menempuh pendidikan di Roma ikut menghadiri audiensi.
Romo Oki pun sudah tahu keberadaan kami ke Vatikan, karena tergabung dalam satu milis komunitas yang sama. Lalu satu lembar tiket, diserahkan Putut Prabantoro, ketua rombongan kami, kepada Romo Oki, sehingga dia terpisah dari 8 rombongannya. Untung juga ada Romo Oki, dia menjadi penerjemah buat kami akan bahasa-bahasa 'asing' Paus Benediktus XVI, di antaranya bahasa Italia.
Hari itu, ribuan orang mengantre untuk dapat bertemu dengan paus, audiensi umum yang dibuka setiap Rabu. Kadang kala audiensi dilakukan dengan 'menjemur' jemaat di lapangan terbuka di depan basilika, sekali-sekali di lakukan di aula. Rabu siang itu audiensi dihadiri ribuan orang dari berbagai negara memadati Aula Santo Paulus VI, di samping kanan gereja basilika. Daya tmapung aula 8.000 orang, namun pengunjung berjejal, sebagian berdiri karena tidak kebagian tempat duduk, sebagian lagi naik ke balkon wartawan.
Belasan warga Indonesia, peziarah, bersorak gembira menyambut sapaan paus. Paus menyapa hadirin dalam aneka ragam bahasa perantara yang digunakan bangsa-bangsa regional maupun internasional, seperti Bahasa Italia, Bahasa Portugis, Spanyol, Inggris, Jerman, dan Polandia. Adapun para peziarah asal Indonesia disapa dalam Bahasa Inggris.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.