Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Biaya dari Kredit Bank untuk Bertemu Paus Benediktus
Ketua FKUB Pak KH Abdurrahman K pakai kursi roda. Pastor Paulus Tongli paling setia mendorong kursi Pak Ketua.
Editor: Dahlan Dahi
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Salah satu tantangan kunjungan adalah masalah biaya. Semua peserta harus membiayai dirinya masing-masing. Para tokoh agama kita ini hidupnya dari dukungan umat atau mengajar sebagai dosen. Banyak yang tidak mampu membayar tunai sekaligus.
Untunglah ada Bank BNI yg bersedia membantu dengan cicilan bunga rendah selama satu tahun. Kekurangan uang bukan jadi masalah karena bisa ditutupi dgn kemampuan memanage keuangan dengan tepat. Tentu mutlak harus ada kepercayaan. Tidak ada satu pun peserta yang yang ditolak permohonan kreditnya.
Tentu selain karena tidak punya cacat di daftar SID bank Indonesia, juga karena karakter merupakan pertimbangan utama pihak bank. Kredit bukankah hal jelek. Kredit adalah fasilitas dalam perencanaan keuangan yang harus dimanfaatkan sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Andai harus menabung terlebih dahulu, mungkin pada tahun depan, kenaikan harga perjalanan tidak sebanding dengan pendapatan bunga tabungan.
Para tokoh spiritual setidaknya telah memberikan keteladanan dalam pengorbanan dan kemandirian, tidak selalu harus memakai uang negara, walau itu untuk kepentingan negara.
Teringat pengalaman menarik saat mengunjungi mesjid Fatih Camii Amsterdam. Tampak depan hanya sebuah pintu putih satu daun kecil. Tetapi setelah masuk, ternyata luas dengan arsitektur romawi.
Mesjid ini dulunya adalah Gereja Katolik dan pada tahun 1982 dibeli oleh masyarakat Muslim di Amsterdam.
Ada pula gereja yang sudah menjadi museum. Perilaku keagamaan masyarakat Belanda dan Eropa pada umumnya sudah sangat jauh berubah. Mungkin benar penyampaian Miss Thais, pramugari emirates warga Belgia, saat berbincang panjang di atas pesawat, bahwa banyak masyarakat Eropa yang Believe in God, Yes; Organized Religion, No.
Mereka tetap bertuhan tetapi tidak tertarik lagi beribadah atau terlibat dalam komunitas keagamaan.
Apakah Indonesia juga akan menuju ke sana? Semua tergantung pada bagaimana bagaimana agama menjawab tantangan teknologi dan modernisasi, serta bagaimana kemampuan kita mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan dalam membuat hidup lebih bermakna, lebih mulia yang tidak akan diperoleh dari kemajuan materi seperti yg dicapai masyarakat Eropa.
Tulisan ini saya ketik di BlacBerry Dakota saya, dalam perjalanan bus dari Paris menuju Zurich. Sekitar 700 km. Butuh waktu sembilan jam. Para kiai pendeta pastor dgn ceria nyanyi bersama lagu-lagu nostalgia Pambers. Sekali lagi bus ini serasa sebuah Indonesia kecil yang indah harmony.(*)