Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Biaya dari Kredit Bank untuk Bertemu Paus Benediktus
Ketua FKUB Pak KH Abdurrahman K pakai kursi roda. Pastor Paulus Tongli paling setia mendorong kursi Pak Ketua.
Editor: Dahlan Dahi
Yonggris Lao, Wakil Ketua Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) Sulsel, melaporkan dari Paris dalam perjalanan menuju Roma, Italia
TRIBUNNEWS.COM - Kembali rombongan FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragama) Sulsel melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Kali ini Eropa, khususnya untuk menghadiri pertemuan dengan Paus Benediktus XVI pada 20 Juni 2012 pukul 09.00 pagi.
Rombongan total 39 orang berangkat dari Makassar ke Jakarta, 11 juni pukul 17.00. Perjalanan dilanjutkan dengan Emirates Airlines. Tiba dan transit di Dubai jam 05.30. Selanjutnya menuju Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda tiba jam 13.30 tanggal 12 Juni 2012.
Dengan perbedaan waktu Amsterdam lebih awal enam jam dari Makassar, total waktu perjalanan 28 jam.
Bagi kita yang belum terbiasa, perjalanan ini terasa melelahkan. Duduk sekian lama membuat pinggang encok. Hampir semua seat terisi, sehingga tidak bisa mencari seat kosong untuk baring.
Ini adalah kunjungan kerja yang ketiga. Setelah tahun lalu ke India dan dua tahun lalu ke China. Rencananya kalau umur panjang, tahun depan kita akan kunjungi Israel.
Kunjungan kali ini diikuti oleh para tokoh lintas agama yang lebih lengkap. Ada Bapak Uskup John Liku'Ada beserta Pastor Paulus Tongli dan Pastor Marselinus Lolotandung. Dari tokoh Kristen ada Pendeta Paulus Patanduk, dari Buddha ada Bhikkhu Dhammasubho dan Bhikkhu Siriratano, dari tokoh Hindu ikut Bapak Nyoman Suartha, dari tokoh muslim, seperti KH Abdurrahman K, Ketua FKUB Sulsel, Prof Hamka Haq, dan Prof Harifuddin Ahmad (FKUB Makassar).
Ada pula Prof Hasyim Aidid, Dr Arafah Shiddiq, KH Zain Irwanto (Ketua PW NU Sulsel), Ibu Dr Hj Nurul Fuadi, Drs Burhanuddin Yusuf MAg, dan KH Dahlan Yusuf.
Juga ikut Pak Ardias Barah dari FKUB luwu serta HM Nasir SH, MH staf Kemenag yang juga pengurus FKUB Sulsel. Selebihnya adalah para istri.
Sejak awal berangkat hingga saat ini, suasana sangat indah, harmonis penuh canda persaudaraan. Gotong royong, saling membantu menjadi sangat penting, karena di airport dan semua hotel tidak sediakan porter.
Ketua FKUB Pak KH Abdurrahman K pakai kursi roda. Pak Ketua sudah sangat sulit jalan sejak beberapa tahun mendapat masalah tulang belakang.
Teman-teman gantian mendorong, khususnya Pastor Paulus Tongli paling setia mendorong kursi Pak Ketua. Kebersamaan yang lengkap dan sangat indah.
Misi perjalanan yang sama membuat kita tidak lagi memikirkan perbedaan. Setiap hari kita berada di bus yg sama, restoran yang sama, hotel yang sama. Semua tempat itu terasa seperti Indonesia kecil yang damai harmony dalam misi & cita-cita perjalanan yang sama.
Dalam pesan pelepasan rombongan, Wagub Sulsel Agus Arifin Nu'mang menitipkan amanah agar rombongan dapat memberi penjelasan tentang toleransi dan kebijakan kehidupan keagamaan di Indonesia, khususnya saat jumpa Paus di Vatikan. Kami sampaikan terima kasih pada dukungan Wagub Sulsel dan juga Kabag Kesbang Pak Tautoto R.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Salah satu tantangan kunjungan adalah masalah biaya. Semua peserta harus membiayai dirinya masing-masing. Para tokoh agama kita ini hidupnya dari dukungan umat atau mengajar sebagai dosen. Banyak yang tidak mampu membayar tunai sekaligus.
Untunglah ada Bank BNI yg bersedia membantu dengan cicilan bunga rendah selama satu tahun. Kekurangan uang bukan jadi masalah karena bisa ditutupi dgn kemampuan memanage keuangan dengan tepat. Tentu mutlak harus ada kepercayaan. Tidak ada satu pun peserta yang yang ditolak permohonan kreditnya.
Tentu selain karena tidak punya cacat di daftar SID bank Indonesia, juga karena karakter merupakan pertimbangan utama pihak bank. Kredit bukankah hal jelek. Kredit adalah fasilitas dalam perencanaan keuangan yang harus dimanfaatkan sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Andai harus menabung terlebih dahulu, mungkin pada tahun depan, kenaikan harga perjalanan tidak sebanding dengan pendapatan bunga tabungan.
Para tokoh spiritual setidaknya telah memberikan keteladanan dalam pengorbanan dan kemandirian, tidak selalu harus memakai uang negara, walau itu untuk kepentingan negara.
Teringat pengalaman menarik saat mengunjungi mesjid Fatih Camii Amsterdam. Tampak depan hanya sebuah pintu putih satu daun kecil. Tetapi setelah masuk, ternyata luas dengan arsitektur romawi.
Mesjid ini dulunya adalah Gereja Katolik dan pada tahun 1982 dibeli oleh masyarakat Muslim di Amsterdam.
Ada pula gereja yang sudah menjadi museum. Perilaku keagamaan masyarakat Belanda dan Eropa pada umumnya sudah sangat jauh berubah. Mungkin benar penyampaian Miss Thais, pramugari emirates warga Belgia, saat berbincang panjang di atas pesawat, bahwa banyak masyarakat Eropa yang Believe in God, Yes; Organized Religion, No.
Mereka tetap bertuhan tetapi tidak tertarik lagi beribadah atau terlibat dalam komunitas keagamaan.
Apakah Indonesia juga akan menuju ke sana? Semua tergantung pada bagaimana bagaimana agama menjawab tantangan teknologi dan modernisasi, serta bagaimana kemampuan kita mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan dalam membuat hidup lebih bermakna, lebih mulia yang tidak akan diperoleh dari kemajuan materi seperti yg dicapai masyarakat Eropa.
Tulisan ini saya ketik di BlacBerry Dakota saya, dalam perjalanan bus dari Paris menuju Zurich. Sekitar 700 km. Butuh waktu sembilan jam. Para kiai pendeta pastor dgn ceria nyanyi bersama lagu-lagu nostalgia Pambers. Sekali lagi bus ini serasa sebuah Indonesia kecil yang indah harmony.(*)