Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Problematika Pilkada dalam Konstitusi

Wacana agar pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan secara tak langsung atau oleh DPRD seolah bangkit kembali dari kubur. 

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Problematika Pilkada dalam Konstitusi
Istimewa
Dr Anwar Budiman SH SE MH MM, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Krisnadwipayana Jakarta. 

Oleh: Dr Anwar Budiman SH SE MH MM
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Krisnadwipayana Jakarta

TRIBUNNEWS.COM - Setelah sempat dipatahkan dan dikebumikan oleh Pak SBY (Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono), kini wacana agar pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan secara tak langsung atau oleh DPRD seolah bangkit kembali dari kubur. 

Bahkan yang membangkitkan adalah pucuk tertinggi dari kekuasaan, Presiden Prabowo Subianto, Kamis (12/12/2024). 

Dengan dalih sistem pilkada langsung oleh rakyat tidak efisien dan biayanya terlalu mahal, akibat masifnya biaya kampanye dan "money politics" (politik uang), mantan Komandan Jenderal Kopassus itu melontarkan wacana agar pilkada baik gubernur, bupati maupun wali kota dilakukan oleh DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau DPRD kota, seperti sebelum tahun 2004, bukan langsung oleh rakyat. 

Sontak, wacana tersebut menimbulkan pro-kontra, termasuk di DPR RI. 

Kecuali Fraksi PDI Perjuangan yang sudah dengan tegas menolak, dengan dalih "vox populi vox dei" (suara rakyat adalah suara Tuhan), fraksi-fraksi lain di Senayan sedang mengkaji wacana tersebut. 

Namun, kecenderungannya fraksi-fraksi lain akan mendukung wacana sistem pilkada tak langsung. Termasuk Partai Demokrat di mana Pak SBY menjabat Ketua Majelis Tinggi. 

Berita Rekomendasi

Sekadar menengok ke belakang, menjelang lengser keprabon pada 2004 lalu, Pak SBY sempat menolak pilkada tak langsung yang sudah disahkan DPR, karena aspirasi mayoritas rakyat ingin pilkada dilakukan secara langsung. 

Pak SBY pun menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan sistem pilkada tak langsung yang sudah disahkan oleh DPR.

Kamis (2/10/2014), Pak SBY menerbitkan dua perppu terkait pilkada

Pertama, Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, di mana perppu tersebut sekaligus mencabut UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD, yang baru disahkan DPR.

Kedua, dan ini sebagai konsekuensi penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2014, serta untuk memberikan kepastian hukum, Pak SBY menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Inti perppu kedua tersebut adalah menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah.

Penerbitan kedua perppu tersebut untuk mengakomodasi tuntutan rakyat agar pemerintah tetap mempertahankan sistem pilkada langsung. 

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas