Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Problematika Pilkada dalam Konstitusi
Wacana agar pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan secara tak langsung atau oleh DPRD seolah bangkit kembali dari kubur.
Editor: Dewi Agustina
Mengapa sistem pilkada langsung atau tidak langsung kerap digugat?
Tentu karena mempertimbangkan manfaat dan mudaratnya. Dan sayangnya, manfaat dan mudarat ini tergantung dari sudut mana kita memandang.
Ketika pilkada diwarnai masifnya biaya kampanye dan "money politics", tentu ini banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
Politik uang dalam pilkada erat kaitannya dengan kasus korupsi kepala daerah.
Sejak pilkada langsung digelar hingga kini sudah ada sekitar 400 kepala daerah/wakil kepala daerah yang terlibat korupsi.
Sebaliknya, ketika pilkada langsung dengan metode "one man one vote" (satu orang satu suara) dinilai akan memperkuat sistem demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, maka akan lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya.
Tinggal tugas kita semua, terutama para "stakeholders" (pemangku kepentingan) pemilu seperti pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Polri dan Kejaksaan Agung untuk mengawal pelaksanaan pilkada agar terbebas dari "money politics" atau paling tidak meminimalisasinya.
Namun jika kita telisik lebih jauh, problematika pilkada sesungguhnya berhulu pada konstitusi.
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyatakan, Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
Dipilih secara demokratis itu tidak limitatif. Bisa dipilih langsung oleh rakyat dengan metode "one man one vote", bisa pula dipilih secara tidak langsung oleh DPRD, karena para anggota DPRD merupakan wakil-wakil rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyat dengan metode "one man one vote".
Atau bisa juga dipilih oleh perwakilan rakyat seperti Kepala Desa, Kepala Dusun, Ketua Rukun Warga (RW) atau Ketua Rukun Tetangga (RT), karena mereka pun dipilih langsung oleh rakyat.
Apa demokratis itu dipilih langsung oleh rakyat? Ataukah dipilih secara tak langsung oleh DPRD yang mewakili rakyat? Sekali lagi, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tidak limitatif.
Hal itu berbeda dengan sistem pemilihan presiden (pilpres) langsung yang disebut dalam UUD 1945 secara limitatif.
Pasal 6A UUD 1945 menyatakan, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.