Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Problematika Pilkada dalam Konstitusi
Wacana agar pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan secara tak langsung atau oleh DPRD seolah bangkit kembali dari kubur.
Editor: Dewi Agustina
Di situ jelas disebut secara limitatif "oleh rakyat", bukan dipilih secara demokratis.
Karena di konstitusi tidak disebut secara limitatif itulah maka ketika pilkada langsung dinilai rezim lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya, maka dengan mudah mekanisme pemilihannya bisa diubah.
Bisa dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih tak langsung oleh wakil-wakil rakyat yang duduk di DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau DPRD kota di seluruh Indonesia. Tinggal merevisi undang-undang pilkada.
Padahal, jika pilkada dilakukan secara tidak langsung oleh DPRD pun tidak ada jaminan tidak akan terjadi "money politics".
Alhasil, tak ada salahnya jika gubernur, bupati atau walikota dipilih oleh DPRD atau oleh rakyat sekalipun.
Yang terpenting adalah tinggal bagaimana pelaksanaannya saja.
Semua tergantung itikad baik bersama, demi kesejahteraan rakyat, sehingga dana pilkada bisa dialokasikan untuk kepentingan rakyat yang lebih bermanfaat, seperti maksud Pak Prabowo.
Jika maksud Pak Prabowo bahwa pilkada tak langsung oleh DPRD itu demi meningkatkan kesejahteraan rakyat, tentu patut kita dukung.