Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

NU dan Hilangnya Tempat Mengadu

Yahya C Staquf, salah satu juru bicara Presiden KH Abudurrahman Wahid, memilih tinggal di Rembang bersama

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-in NU dan Hilangnya Tempat Mengadu
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Aktivis Petisi 28 Adhie Massardi 

TRIBUNNEWS.COM - Yahya C Staquf, salah satu juru bicara Presiden KH Abudurrahman Wahid, memilih tinggal di Rembang bersama pamannya, KH Mustofa Bisri (Gus Mus)  mengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin peninggalan ayahnya, KH Cholil Bisri.

Secara struktural, KH Yahya C Staquf naik pangkat. Dari jubir presiden menjadi juru bicara Rasulullah SAW. Hampir semua pojok di Jawa Tengah pernah didatanginya, untuk menyampaikan pesan-pesan Rasul SAW kepada umatnya, yang ia petik dari sumber-sumber paling akurat: Al Qur”an, hadis, dan kitab kuning.

Dalam bulan Sya'ban seperti sekarang, malam-malam Yahya Staquf adalah malam-malam bersama orang-orang desa, dari kampung-kampung. Menembus gelap, menerabas hutan, melewati kawasan-kawasan tanpa signal. Sehingga berkomunikasi dengan dia via HP sering “on” dan “off”.

Tadi malam (25/6/2013) saya bertanya kepadanya: Bagaimana kehidupan nyata rakyat di desa? Apakah mereka, seperti diungkapkan para mahasiswa, betul-betul menderita, terutama setelah SBY menaikkan harga BBM?

“Tidak!” jawab sang kiai NU muda dan cerdas ini. “Rakyat di desa-desa sudah tidak merasakan lagi penderitaannya. Mereka menerima dengan pasrah setiap pukulan kebijakan dari penguasa. Karena mereka juga sudah tidak punya tempat lagi untuk untuk mengadu. Coba Mas Adhie sebut,
tokoh NU mana yang bisa diharapkan? Siapa sih sekarang ini yang mau perduli nasib mereka?”

“Saya sendiri belakangan sudah kehilangan tema. Sekarang saya sedang menuju desa Grobogan. Tidak tahu mau ngomong apalagi. Padahal selain penderitaan lahir (ekonomi), mereka (kaum Nahdliyin) itu juga terus diserang lewat radio-radio yang dibangun kelompok Majelis Tafsir Alqur”an (MTA) yang dibiayai Sudi Silalahi.”

Konunikasi terputus. Pasti karena KH Yahya Staquf sedang melintas kawasan bebas signal.
 Saya termenung. Teringat Gus Dur yang nyaris seluruh hayatnya dipersembahkan untuk memperjuangkan kaum Nahdliyin, bangsa Indonesia, dan umat Islam. Siapa yang bisa menolong (masa depan) kaum Nahdliyin kalau bukan dari mereka sendiri?

Berita Rekomendasi

Salam!

Adhie M Massardi

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas