Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Motif Bunuh Diri Pelaku Sodomi dan Warisan Trauma Seumur Hidup Bagi Korban
Apa motif bunuh diri pelaku sodomi? Murni karena tekanan batin lantaran mau atau sebab lain? Bagaimana trauma korban?
Editor: Agung Budi Santoso
Oleh : Nasreen Ega
Beberapa waktu lalu bertepatan dengan iklim politik yang kian memanas akibat pesta demokrasi pemilihan legislatif di seluruh penjuru tanah air, kita dihebohkan dengan kasus kejahatan seksual terhadap siswa di salah satu sekolah bertaraf internasional yang berada di kawasan Jakarta Selatan.
Kasus tersebut heboh diberitakan bahwa siswa TK di sekolah itu mendapatkan perlakuan pelecehan seksual oleh tiga orang oknum yang berada di sekolah tersebut. Dua diantaranya adalah petugas kebersihan sekolah dan satu warga negara asing. Lelaki ini adalah salah satu pengajar di sekolah itu.
Kasus tersebut tentu menimbulkan kemarahan masyarakat luas dan lembaga-lembaga yang bertugas melindungi hak-hak anak. Segala bentuk aksi protes, kritik dan dampak lainnya bermunculan seiring mencuatnya kasus itu. Lembaga pemerintah seperti KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan KEMENDIKBUD RI ikut mengecam dan memberikan sanksi tegas kepada instansi terkait dan oknum yang melakukan perbuatan amoral perusak mental.
Hal itu dilakukan guna memberikan efek jera kepada para pelaku dan memberikan perlindungan terhadap kondisi kejiwaan pada anak selaku korban.
Rekam Jejak Tindak Amoral Perusak Mental Menurut pemberitaan di media-media cetak maupun pemberitaan di televisi belakangan ini, telah diungkap oknum yang melakukan tindak kejahatan ini satu diantaranya telah melakukan tindak bunuh diri di toilet kepolisian saat sedang diadakannya penyelidikan.
Hal tersebut tentu saja menjadi pertanyaan berbagai pihak mengenai kasus ini, apakah kasus itu murni tindakan bunuh diri atau ada motif lain yang mendalanginya.
Namun setelah diselidiki lebih lanjut akhirnya terungkap juga bahwa kasus tersebut adalah murni bunuh diri yang dilakukan oleh oknum itu sendiri, dan diduga motifnya adalah perasaan tertekan yang menyelimuti benak pelaku.
Kemudian, menurut pemberitaan pula kasus itu juga diselidiki oleh FBI (Kepolisian Federal Amerika Serikat) dan hasil dari penyelidikannya adalah para pelaku yang tersebar dalam jaringan international school kerap kali melakukan tindakan kejahatan seksual terhadap anak diseluruh wilayah jaringan tersebut tersebar.
Pada umumnya mereka yang tergabung dalam jaringan international school dan berprofesi sebagai pengajar maupun pengelola sekolah diduga pernah melakukan perbuatan yang merusak mental kepada anak didiknya (VIVAnews, 23/04/14)
Dapat dibayangkan berapa banyak anak-anak yang mendapat tindak kejahatan semacam itu, dan bagaimana pula dampaknya bagi perkembangan mental si anak yang nantinya akan dibawa seumur hidupnya.
Jika ada satu anak yang bersekolah di sekolah taraf internasional tersebut mengaku mendapat perlakuan semacam itu dari beberapa orang oknum, tentu dapat dimungkinkan terdapat beberapa anak lagi diantaranya yang mendapatkan perlakuan sama hanya saja karena perasaan takutnya tidak dapat mengungkapkan apa-apa.
Warisan Trauma seumur hidup
Menurut UU Perlindungan anak No. 23 Tahun 2002, anak didefinisikan sebagai seorang manusia yang belum berusia 18 tahun termasuk yang masih dalam kandungan dan diberikan perlindungan terhadap hak-hak dan pertumbuhannya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.