Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Oh Indonesiaku, Pembuat Kudeta Dibiarkan, Tukang Sate Ditahan
Ada satu yang menarik muncul dari pembicaraan tersebut, tanpa sabar menggelitik saya membuat tulisan ini.
Editor: Rendy Sadikin
Khusus mengenai kasus tukang sate ingat pengalaman saya saat di SMA sebuah sekolah lanjutan tingkat atas sangat bergengsi, katolik, di Menteng Jakarta Pusat.
Saat itu saya Pemimpin Redaksi di sana. Pemikiran bebas saat itu memperkenankan seorang pembuat karikatur menyumbangkan naskahnya untuk majalah dinding SMA saya.
Apa gambarnya? Murid-murid menyembah di depan guru olah raga berpakaian kaos merah sambil bertolak pinggang melihat melototi murid-murid yang menyembahnya. Lalu saya pasang di majalah dinding.
Langsung saya dengar guru olah raga itu (saat ini sudah meninggal) marah luar biasa dan bicara kepada semua guru yang ada. Akibatnya saat pembagian rapor angka saya merah semua, lima semua, tentu tidak naik kelas.
Ayah saya dipanggil dan Kepala Sekolah terus terang mengakui di hadapan saya dan ayah saya, guru tersebut marah dan yang lain ikut simpati, membuat saya tak mungkin naik kelas.
Akhirnya saya dinaikkan ke kelas dua SMA tetapi harus pindah sekolah SMA. Pindahlah saya ke sekolah lain akibat kasus tersebut.
Teman-teman lain kaget tak tahu kejadian tersebut sampai belakangan ini. Bahkan pembuat karikatur baru-baru ini datang ke Tokyo minta maaf, “Gara-gara gue elo dikeluarkan maaf ya, bro!” katanya.
Itu masih cakupan sekolah, hanya sebuah sindiran kecil karikatur membuat nasib saya berubah. Tidak membayangkan, yang katanya penghinaan dilakukan tukang sate, lalu kini ditahan dan diributkan semua orang, karena dia dibela “oposisi” Kelompok Merah Putih (KMP) yang mebguasai parlemen atau DPR.
Terus terang, tak mengertilah apa yang akan terjadi di masa depan atas politik dan pemerintahan Indonesia nantinya. Yang jelas pihak Jepang sangat memperhatikan sampai detil semua gerakan politik di Indonesia.
Jangan sampai nilai setitik rusak susu sebelanga. Tolonglah agar semua pihak menahan diri. Buanglah rasa iri dan dendam jauh-jauh.
Jadikanlah persatuan dan kesatuan bukan hanya slogan dan di mulut saja. Pertarungan telah selesai, pemilu telah selesai, ada baiknya semua focus memajukan bangsa dan tanah air Indonesia ini. Buanglah kebencian dan rasa iri hati.
Lama-lama mungkin juga dinyanyikan, dijadikan lagu barangkali, “Jangan lagi ada benci di hati” Begitulah judul lagunya. Ada yang mau membuatnya?
*) Penulis adalah Koordinator Forum Ekonomi Jepang Indoensia (JIEF) domisili 23 tahun di Tokyo, Jepang