Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dua Kubu Partai Golkar dan PPP Diusulkan Dapat Usung Calon Berbeda
Dua kubu di Partai Golkar dan PPP diperbolehkan saja untuk mengusung calon yang berbeda di pilkada. Itu kalau pilkada tetap ingin digelar 2015.
Editor: Y Gustaman
Oleh: Said Salahudin, Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma)
Perlu dipertimbangkan untuk memperbolehkan masing-masing kubu di Partai Golkar dan PPP mengusung pasangan calon yang berbeda dalam pemilihan kepala daerah 2015.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keinginan KPU adanya islah atau putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dalam kasus dualisme kepengurusan Partai Golkar dan PPP merupakan solusi ideal, tapi kurang realistis. Sementara keinginan DPR agar KPU cukup berpegang kepada putusan terakhir pengadilan terbilang masuk akal, namun punya tingkat kerawanan tinggi.
Islah soal kepengurusan tidak cukup dibuat di dalam akta perdamaian. Islah harus dilakukan melalui mekanisme musyawarah nasional luar biasa dan muktamar luar biasa. Persoalannya, alih-alih Partai Golkar mau menyelenggarakan munaslub dan PPP mau menggelar muktamarlub, tanda-tanda ke arah itu saja belum terlihat sampai saat ini.
Oleh sebab itu saya katakan memang ideal, namun kurang realistis keinginan KPU untuk mengharapkan terjadi islah sebelum ditutupnya pendaftaran calon pilkada pada Juli nanti.
Sementara jika DPR ingin agar KPU berpegang pada putusan terakhir yang dikeluarkan pengadilan, dikhawatirkan pada perjalanan selanjutnya muncul putusan baru dari pengadilan di level lebih tinggi atau putusan inkracht yang membatalkan putusan sebelumnya.
Misalnya, sebelum ditutupnya pendaftaran calon, putusan terakhir untuk Partai Golkar diputus PTUN yang menyatakan SK Menkumham untuk kubu Agung Laksono sah. Tapi ketika memasuki masa kampanye, keluar putusan PTTUN atau Putusan Mahkamah Agung yang inkracht yang membatalkan putusan PTUN.
Nah, calon yang diusung oleh kubu Agung Laksono boleh jadi akan digugat keabsahannya. Di sini muncul kerawanan. Konflik, bahkan kerusuhan bisa saja terjadi di pelbagai daerah yang menyelenggarakan Pilkada.
Begitupun jika KPU ingin berpegang kepada putusan inkracht. Itu tidak bisa dijamin. Kalau pada kenyataannya pada Juli belum ada putusan inkracht, pertanyaannya, KPU akan menerima pendaftaran pilkada dari kubu mana? Ini tidak mudah.
Andaipun MA siap memberikan garansi ada putusan inkrah sebelum ditutupnya pendaftaran calon di bulan Juli, pertanyaannya putusan inkrah yang seperti apa?
Saat ini kan, pokok perkara di peradilan tata usaha negara dalam kasus Partai Golkar dan PPP hanya berkenaan dengan pengujian sah atau tidaknya SK Menkumham. Kalau putusan inkracht menyatakan SK tersebut sah, maka KPU akan menerima pendaftaran calon pilkada dari kubu Agung dan kubu Romahurmuziy.
Pertanyaannya, bagaimana jika putusannya hanya membatalkan SK Menkumham, tapi tidak menentukan kepengurusan lain yang sah di Partai Golkar dan PPP? KPU mau menerima pendaftaran pilkada dari kubu yang mana?
Kondisi tersebut bisa saja terjadi. Pengadilan tidak selalu bisa dijamin akan memerintahkan kepada pejabat tata usaha negara untuk menerbitkan keputusan baru untuk menggantikan keputusan yang dibatalkan.
Di sini persoalannya. KPU akan kebingungan sendiri. Mau menerima kubu Agung dan Romahurmuziy jelas tidak mungkin karena pengesahan kepengurusan mereka telah batal bersamaan dengan dibatalkannya SK Menkumham berdasarkan putusan inkracht.