Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Beras Oplosan Plastik: Rakyat Miskin, Pemerintah Lalai dan Tata Niaga Global yang Egois
Kaum ibu pun semakin khawatir apakah beras yang dibeli dan dimasaknya untuk keluarga adalah beras yang aman atau justru membahayakan anggota keluarga
Editor: Dewi Agustina
Iffah Ainur Rochmah
Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia
KASUS temuan beras palsu oplosan plastik di beberapa daerah di Jawa Barat cukup meresahkan publik.
Kaum ibu pun semakin khawatir apakah beras yang dibeli dan dimasaknya untuk keluarga adalah beras yang aman atau justru membahayakan anggota keluarganya.
Semua tahu beras adalah makanan pokok dan bahaya mengonsumsi beras plastik ini telah banyak difahami khalayak.
Setidaknya 3 hal yang patut mendapat sorotan kita:
Pertama, beredarnya bahan pangan palsu semacam ini muncul karena masyarakat tergiur harga yang rendah dari produk yang dibutuhkan sehari-hari.
Kemiskinan dan daya beli rendah masyarakat--akibat semakin kentalnya watak neoliberal pada pemerintah saat ini--adalah penyebab utama mengapa masyarakat lebih mencari produk yang murah tanpa terlalu memperhatikan kualitas. Faktor inilah yang dimanfaatkan oleh pebisnis nakal untuk menjual bahan pangan berbahaya seperti beras oplosan ini.
Seperti kita ketahui beras plastik ini dijual dengan harga lebih murah dari produk dengan penampilan sejenisnya.
Seandainya daya beli masyarakat cukup memadai maka mereka akan lebih selektif memilih dan tak mudah tergiur barang yang murah bahkan akan mewaspadai bila ada barang yang dijual terlalu murah.
Kedua, pemerintah diharapkan oleh publik untuk bisa memberi perlindungan dari berulangnya kasus serupa.
Kelalaian pemerintah untuk rutin dan konsisten melakukan pengawasan pasar terhadap khususnya produk-produk pangan memberi celah terjadinya penyimpangan semacam ini.
Sangat disayangkan pemerintah baru melakukan uji lab setelah muncul aduan dan temuan beras palsu.
Kenapa tidak dilakukan secara periodik misal 3 bulanan, tidak hanya ketika ada kasus atau pada momen-momen yang rawan seperti menjelang ramadhan dan semisalnya.
Kendala dana untuk operasional pengawasan tersebut tidak boleh menjadi alasan.