Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Blog Tribunners

Tahun Ini, 5 Anak Dibunuh Orang Dewasa, 4 Anak Dibunuh Teman Sebaya

KPAI mencatat sudah 5 anak meninggal dengan misteri kematian yang sampai sekarang belum terkuak tuntas.

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-in Tahun Ini, 5 Anak Dibunuh Orang Dewasa, 4 Anak Dibunuh Teman Sebaya
mitchellnews.net

Ending kisah Engeline pun belum berakhir, setelah M menjadi Tersangka. Engeline belum bisa pergi tenang, karena pengungkapan kasus pembunuhannya masih diwarnai pemukulan kepada para Saksinya didalam penjara. Entahlah kapan pelakunya mendapat hukuman setimpal. Karena sekarang mereka sudah terbungkam didalam penjara.
Pembunuhan Anak hari ini

Sekarang yang jadi pertanyaan besar kita semua, Masihkah ada kepedulian yang sama dengan Putri Nur Fauziah yang kasusnya mirip dengan Engeline. Kondisi Putri saat ditemukan dengan lakban disekujur tubuhnya, mulut di lakban, kaki tangan dilakban, hidung mengeluarkan darah, dan kelaminnya rusak. Ter'onggok di pinggir jalan didalam kardus.

Latar Belakang Kekerasan Anak
Banyak motif kekerasan anak mulai dari pelampiasan emosi orang dewasa, diperdagangkan untuk dikonsumsi orang dewasa, eksploitasi di berbagai bidang, diperebutkan antar orang tua bahkan sampai dibunuh untuk kepuasan pelakunya. Sanksi yang tidak tegas menyebabkan bertambah buruknya kekerasan anak di berbagai tempat. Dan sampai hari ini pelaku selalu bermunculan dan dengan mudah menghabisi anak anak.

Regulasi yang mengatur perlindungan anak sudah banyak, Namun itupun tidak bisa menghentikan pembunuhan anak anak. Diantara sekian banyak regulasi diantaranya adalah pengawasan pada produk-produk kesehatan, obat dan makanan yang sering menyebabkan terjadi mall praktek dan bibit bibit kematian karena berbagai unsur didalamnya. Belum lagi produk sosial media dan digital yang mendominasi sebagai stimulan kekerasan anak. Oleh karena itu penting komitmen dan pencegahan bersama melalui Gerakan Stop Pembunuhan Anak Sejak Dini dari berbagai produk yang berdampak ke anak.

Pada akhirnya kita sampai pada kesimpulan: semua ada untuk anak, namun kepedulian masih sangat kurang. Contoh yang terjadi ditingkat lingkungan, Masyarakat lebih perhatian bila ada yang demam berdarah di lingkungannya. Seketika itu segera dilakukan fogging untuk mematikan nyamuk. Namun bila ada anak tetangga tidak sekolah, kita jarang mempertanyakannya. Begitu juga ketika ada perselisihan anak, artinya lingkungan masih jarang menfasilitasi permasalahan anak.

Ada beberapa factor yang menyebabkan kepedulian itu tidak terjadi.

Pertama, faktor keluarga:
1. Dikeluarga anak seringkali dianggap milik orang tua meski saat terjadi kekerasan,
2. Kebutuhan anak masih belum jadi kesadaran. Seperti hak anak untuk mendapatkan rasa aman, rasa dilindungi, rasa dihargai serta didengarkan pendapatnya.
3. Emosi orang dewasa. Anak sering menjadi tempat luapan emosi. Cotoh ketika anak meminta sesuatu ke orang tuanya – kemudian orang tua teriak dengan berbagai alasan karena tidak bisa memenuhinya
4. Stigma anak nakal di keluarga. Ketika anak melakukan sesuatu yang dianggap kesalahan dan berulang kali, menyebabkan anak terstigma nakal di keluarga, Dan lebih beratnya lagi kalau masyarakat ikut mengamininya. Stigma ini terus membuahkan pemberontakan pada jiwa anak.
5. Pendidikan yang terabaikan. Kondisi orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan anak masih dominan terjadi. Sehingga pendidikan justru terkesan menjadi beban bukan gerakan kesadaran dan perubahan perilaku anak melalui institusi pendidikan.

Berita Rekomendasi

Kedua, Faktor Lingkungan:
1. Anakku bukan Anakmu, seringkali kita menghadapi kondisi masyarakat yang tidak bisa berbuat banyak ketika terjadi kekerasan anak di sebuah keluarga. Akhirnya anak menghadapi situasi rentan kekerasan dan ketidakpedulian.
2. Menarik Anak dari lingkungan, belum terbiasa ketika ada permasalahan antar anak, para orang tua kemudian duduk membicarakan dan menyelesaikannya dengan baik. Lebih sering menarik anak dari lingkungannya.
3. Ancaman kondisi lingkungan. Pemetaan wilayah yang mengancam dan rentan untuk Anak belum menjadi perhatian bersama. Sehingga sering permasalahan lingkungan berlarut-larut dan berakhir anak menjadi korban
4. Minim sosialisasi berbagai sumber program anak dan lembaga anak yang berada di lingkungan.
5. Ruang bermain dan sosialisasi Anak Masih Minim.
6. Dominasi orang dewasa dalam melihat permasalahan anak, menjadi penyebab banyak solusi permasalahan anak tidak tepat.

Ketiga, Faktor Negara:
1. Negara Menolak Usia Perkawinan dari 16 ke 18 tahun. Ini menjadi gambaran Negara sendiri belum menganggap prioritas dampak berbagai kekerasan anak. Artinya dalam hal ini Negara tidak mengambil posisi tegas dalam mengurangi dampak kekerasan seksual pada usia pernikahan anak. Apalagi intervensi Negara kepada anak anak yang bekerja di sektor domestik, tentunya masih sangat jauh. Ketidak tegasan ini membuka peluang kementerian dan berbagai sektor yang bekerja dibidang anak melakukan pembiaran terhadap berbagai potensi kekerasan yang akan terjadi kepada anak.

2. Kualitas pendidikan dinegara ini masih menjadi permasalahan dasar. Negara masih sulit memberi kualitas pendidikan yang merata. Sehingga pendidikan anak masih berjalan ditarget pemenuhan pendidikan belum sampai kepada kesejahteraan anak melalui lembaga pendidikan. Adapun kualitas pendidikan yang sempurna masih sangat mahal. Sehingga lembaga pendidikan belum bisa mencapai perubahan karakter anak secara massif. Hal ini dsebabkan karena tingkat fasilitas dan kesejahteraan perangkat pendidikan yang masih jauh dari harapan.

3. Penanganan permasalahan anak secara lintas sektor baik di Kementerian dan Lembaga masih menjadi isu sektoral. Sebagai contoh hampir setiap Kementerian, Lembaga dan LSM membuka lembaga pengaduan anak. Namun dalam perjalanan kasusnya tidak terkoneksi satu sama lain. Akibatnya penanganan permasalahan anak masih lamban di Negara ini. Dalam penanganan anak yang muncul adalah lembaga yang satu mendominasi lembaga lainnya.

4. Pemerintah masih minim mensupport berbagai lembaga anak yang tumbuh dimasyarakat. Adapun yang telah di support kemudian menjadi kasus penyalahgunaan bantuan. Kasus Bansos di Bekasi, di Lampung menjadi pembuka bahwa bantuan pemerintah belum menyasar ke semua lembaga yang telah jelas bekerja di masyarakat untuk anak. Perlu perbaikan sistem dalam penerimaan dan penyaluran bantuan, sehingga tidak disalah gunakan.
5. P2TP2A jadi agenda politis. Cita cita awal pembentukan lembaga ini sebagai wadah koordinasi lintas sector di tingkat kabupaten dan kota. Pada kenyataannya regenerasi pengurus masih diwarnai oleh pimpinan daerah. Sudah saatnya P2TP2A direformasi kembali menjadi wadah lintas sector didalam menjawab cepat permasalahan anak di masyaakat. Karena sudah ada regulasi dan pengaturannya. Wadah ini harus kembalikan dan didorong sebagai pusat koordinasi lintas sector dalam menjawab perasalahan anak dengan memberi ruang para professional untuk lebih berpartisipasi sebagaimana yang di cita citakan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Solusi Gerakan Pengasuhan Bersama
Ketika ada anak mengalami masalah, orang tua anak lebih sering mempermasalahkan lingkungan, institusi pendidikan ataupun lembaga dimana anak belajar. Hal ini menyebabkan masih minim kerjasama antar orangtua dalam menyelesaikan kasus anaknya. Beberapa juga diperparah dengan anggapan anak nakal menjadi aib, anak keluar malam dibilang nakal, anak berbicara kritis dibilang sok tahu, dll. Paradigma ini sudah harus dirubah dengan pengasuhan bersama.

Dimana masyarakat punya wadah forum menyelesaikan permasalahan anak, sehingga wadah itu bisa menjadi wadah kepercayaan masyarakat menyelesaikan permasalahan anak dan keluarga. Jangan sampai yang awalnya permasalahan anak kemudian berakhir menjadi konflik orang dewasa apalagi sampai terjadi tawuran antar kampung. Tentunya sangat menyedihkan. Harus dimulai wacana pengasuhan anak di keluarga, di tetangga, di lingkungan dan di masyarakat.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas