Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
'Pengkhianatan Cinta' di Gunung Kelud Itu Kini Jadi Tradisi Diikuti Ribuan Orang
Sejak pagi ini sudah banyak orang berbondong-bondong berkumpul di kawasan Gunung Kelud.
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM - Rangkaian kegiatan di bulan Suro di kawasan Gunung Kelud ini cukup menarik animo masyarakat tidak hanya di Kediri saja melainkan juga di luar Kediri.
Sejak pagi ini sudah banyak orang berbondong-bondong berkumpul di kawasan Gunung Kelud.
Mereka mempersiapkan berbagai macam makanan maupun hasil bumi yang mereka rangkai menjadi gunungan.
Arak-arakan itu diawali dengan barisan beberapa gadis desa yang mengenakan pakaian tradisional kerajaan Jawa.
“Selepas doa, sesaji itu dimakan bersama-sama dan sebagian lain menjadi bahan rebutan untuk dibawa pulang. Selain warga desa setempat, acara itu juga diikuti oleh umat Parisada Hindu Dharma yang jumlahnya cukup banyak."
"Apalagi di Ngancar ini ada salah satu desa yang mayoritas beragama Hindu, demikian pula dari umat Sapto Darmo (kepercayaan), juga menggelar ritual sesaji di tempat yang terpisah dari kami” jelas Danramil Ngancar Kapten Inf Sutrisno, yang turut berpartisispasi dengan berpakaian adat Jawa kuno, Sabtu (24/10/2015).
Gunung Kelud menurut legendanya bukan berasal dari gundukan tanah meninggi secara alami.
Gunung Kelud terbentuk dari sebuah pengkhianatan cinta seorang putri bernama Dewi Kilisuci terhadap dua Raja Sakti Mahesa Suro dan Lembu Suro.
Kala itu, Dewi Kilisuci anak putri Jenggolo Manik yang terkenal akan kecantikannya dilamar dua orang raja.
Namun yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagu berkepala kerbau bernama Mahesa Suro.
Dewi Kilisuci membuat sayembara yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia biasa, yaitu membuat dua sumur di atas puncak gunung Kelud dan harus selesai dalam satu malam atau sampai ayam berkokok.
Akhirnya dengan kesaktian Mahesa Suro dan Lembu Suro, sayembara tersebut disanggupi.
Setelah berkerja semalaman. Kemudian Dewi Kilisuci mengajukan satu permintaan lagi.
Yakni kedua raja tersebut harus membuktikan dahulu bahwa kedua sumur tersebut benar benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur.
Begitu mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu.
Maka matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro.
“Warga juga berharap ritual ini sebagai tolak bala agar dijauhkan dari marabahaya letusan Gunung Kelud.
Sesaji dikirab menuju bekas letusan kawah Gunung Kelud tahun lalu” ungkap Kapten Inf Sutrisno.
Ritual sesaji di Gunung Kelud ini merupakan tradisi tahunan, warga lereng Kelud di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur.
Ribuan orang, warga sejumlah desa di Kecamatan Ngancar dengan khidmat mengikuti prosesi ritual ini.
Warga membawa sesaji berupa tumpeng dan hasil bumi, yang dipersembahkan sebagai perwujudan syukur atas rizki yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa, tak peduli itu berlatarbelakang agama apapun, tetapi dari sisi nilai historis budaya bangsa, perlu dikembangkan dan dilestarikan.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.