Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Pancasila Identitas Pikir Bangsa

Negara Pancasila merupakan keagungan anugrah dan amanah untuk terus diteruskan pendiriannya hingga akhir zaman.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pancasila Identitas Pikir Bangsa
Ist
Direktur Klinik Pancasila memberi motivasi kepada 300 pelajar SMP., SMA se-Jakarta Barat dengan pemberian Buku Aku Cinta Dikau Cinta NKRI (ACDC NKRI) pada peluncuran Gerakan Estafet Nasional Cipta Amal Rutin Pancasila (GENCAR PANCASILA) di Hari Pahlawan 10 November 2015. 

Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila

TRIBUNNEWS.COM - Pancasila adalah Identitas-pikir bangsa ini, yang digali dari kearifan majemuk setiap tradisi, budaya dan pengetahuan masyarakatnya. Hal ini perlu, ditegaskan kembali, agar generasi dari generasi memperoleh kebanggaannya, karena para leiuhurnya mampu mewujudkan rasa dan karsanya menjadi suatu Ideologi, pandangan hidup (Weltanschauung) dan koridor serta kaidah bergaul dan bermasyarakat.

Pancasila sebagai identitas pikir lahir dari suatu perenungan dan refleksi historis yang didedahkan untuk kejayaan Bumi Pertiwi, bukan dari Polemik ideologis, apalagi perseteruan blok seperti ideologi-ideologi Dunia. Hanya dalam kandungan nilai-nilai Pancasila etos dan budaya kosmopolitan dapat dianjungkan ke persada dunia. Dengan Identitas-pikir ini, jatidiri bangsa terbentuk. Jatidiri ini merupakan cerminan dari setiap unsur nilai yang dikandung Pancasila.

Misalnya, Manusia Indonesia adalah manusia yang berketuhanan; memegang daya religi dalam kehidupannya. Sehingga dalam setiap laku kehidupan, hal-hal semacam yang berbau relijiusitas tak bisa lenyap dalam diri seorang manusia Indone¬sia. Hendak kemanapun dia menghadap, disitu ia akan menemukan Tuhannya.

Atas dasar identitas inilah, titik perjuangan dulu kala tidak lepas dari inspirasi agung untuk menjadi makhluk Tuhan yang bebas (merdeka) dan bertanggung jawab menyelesaikan tugas penciptaannya. Sebelum "Organ" negara-bangsa Indonesia lahir, Pangeran Diponogero, misalnya, teguh berjuang lantaran semangat Identitas-pikir ini menjiwai setiap harapannya. Lalu sekarang atas dasar Identitas-pikir yang mana para pemanqku kebijakan hendak mengarahkan bangsa ini?

Di dalam sila kedua, Pancasila semakin menguatkan Jatidiri bangsa. Kalau bukan karena Identitas-pikir rasa kemanusiaan yang didorong oleh semangat juang memerdeka negeri, tentu Pattimura, misalnya, merasa sia-sia gugur di tiang gantungan. Identitas- pikir ini bukan tidak ada dalam jiwa-juang anak-anak negeri dulu kala. Identitas-pikir ini tentu tidak mengakui setiap bentuk penindasan dan perampasan hak. Seandainya mereka menyadari bahwa kelak Indonesia terwujudkan dalam “Kesatuan dan Persatuan”-nya, tentu mereka telah lebih dulu menggelora- kannya. Lihat saja, misalnya, di awal abad 20-an seluruh anak-anak negeri dari segala identitas pri¬mordial (suku, tradisi, warna kulit, dll) menegaskan diri dalam satu identitas yang kita kenal kemudian dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Inilah satu Identitas-pikir yang didalamnya ada kesamaan rasa dan cita, kebersamaan nasib, dan persamaan derajat untuk menjadi bangsa Indonesia.

Lalu kita kenallah satu peristiwa polemik di seputar pendirian fondamen negara, Piagam Jakarta, dll. di awal kali Proklamasi masih berumur sehari. Tetapi betapa luhur sikap dan sifat mereka yang lebih mengedepankan Identitas-pikir yang sesuai dengan nilai luhur sila keempat. Bahwa musyawarah yang menjunjung kebenaran-keadilan dan rasa Kesamaan untuk bersatu, berdaulat, dan kebersamaan (kekeluargaan) dalam memikul tanggung jawab kemerdekaan, serta persamaan untuk hidup sederajat dan sejajar dalam perolehan penghidupan adalah penting dari pada keinginan sesaatdan instan. Itulah suatu identitas pikir yang digambarkan para founding fathers di depan generasi kita. Lalu apa yang menyebabkan kita bertahan dalam satu atap Rumah Indonesia kalau bukan karena Identitas-pikir ini?

BERITA REKOMENDASI

Hendaknya anak-anak negeri yang tak lain adalah putra-putri bangsa yang mengemban amanah kusuma perjuangan para pendahulunya, untuk menyadarkan kembali pikiran-pikiran yang selama ini mulai terlemahkan akibat zaman. Untuk bangkit dalam kesadaran baru di zaman yang “berubah” dengan Identitas-pikir yang lebih universal memotivasi semangat pembangunan Bangsa. Kita menyadari dengan sesadar-sadarnya, walau bangsa ini merdeka, bangsa ini belum mempunyai kesempatan untuk menampakkan Identitas jatidirinya sebagai bangsa yang berdaulat. Mari kembali kepada Jatidiri, Identitas Pikir bangsa ini.
Identitas-pikir ini adalah kebijaksanaan dan kearifan yang lahir dari setiap mata air kesadaran akan makna dan nilai-nilai luhur universalitas Pancasila. Manusia Indonesia dikenal karena hal ini. Jika bukan karena Nilai “Persatuan Indonesia” tentu Manusia Indonesia tidak akan ada. Jika semua nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila tidak saling mengilhami dan menguatkan tidak akan muncul Identitas pikir ini yang menegaskan Jatidiri Bangsa.

Identitas-pikir itu tak lain adalah jatidiri bangsa. Jatidiri yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa (Sila Pertama); Mengenal dan mengakui prinsip-prinsip kemanusian dalam peri kehidupan (Sila Kedua); Menyatakan menyatukan diri dalam persaudaraan sebangsa dan setanah air secara etis, etos, dan moral (Sila Ketiga); Menjunjung prinsip-prinsip dasar dalam peri kehidupan bermasyarakat (sosial) seperti tenggang rasa, saling memberi kesempatan, kepartisipasian, dan mencintai kebijaksanaan dalam setiap penyelenggaraan urusan anak-anak negeri (Sila Keempat); Mencitakan suatu tatanan ideal masyarakat yang sejahtera, aman dan sentausa bersendikan tatanan hukum yang berkeadilan (Sila Kelima).

Identitas-pikir ini tidak pisah satu sama lain dalam diri putra bangsa. Dengan demikian indentitas-pikir ini mencirikan suatu kekhasan bangsa Indonesia yang majemuk ini. Sebab Identitas-pikir ini sendiri merupakan way of life bangsa ini; yaitu suatu falsafah ideologis yang mendunia. Di dalam Identitas-pikir ini terkandung Cita-ideal, yakni tatanan masyarakat makmur, sejahtera, adil, dan sentausa. Yang bercirikan pada pembangunan masyarakat ekonomi maju berkesejahteraan. Dan Pancasila ini, sebagai Identitas-pikir anak-anak negeri, mempunyai Tujuan- eksistensial dan Kehendak-perenial.
Kehendak-perenial itu terkait dalam sila ketiga. Yaitu Persatuan Indonesia yang langgeng di atas fakta keberagaman dan keberbedaan (Bhinneka) yang tetap berte- mu dalam Esensi Kesatuan (Tunggal Ika). Jadi letak Kehendak Perenial ini ada di simpulan Sila Ketiga mem- bangun padanan makna dari maksud pengertian semboyan Bhinneka Tunggal Ika. “Bersatu dalam keberagaman dan keindahan”. Demikian siratannya.

Tentu suatu gagasan Persatuan tidak akan terjadi kalau belum ada kesamaan, kebersamaan, dan persamaan. Kesamaan ialah kesamaan kehendak untuk bersatu, berdaulat, dan maju di kancah Dunia Global. Kebersamaan ialah persatuan rasa, pikir, dan karsa dari setiap anak negeri yang ikut turut serta bercita-cita membangun negeri ini ke kemajuan dan kemandirian; serta kebersamaan dalam menanggung perjuangan, penderitaan dalam sepemahaman sepenanggungan. Persamaan ialah kesetaraan dalam mengakses hak-hak dasar hidup, dan kesejajaran di hadapan hukum, serta kesederajatan dalam menyumbang andil dan karya (prestasi) sebagai kewajiban anak negeri mengabdi pada pembangunan negeri (Padamu Negeri).
Itulah rangkuman dari Tujuan Eksistensial pendirian Negara bangsa ini. Sementara Tujuan-eksistensial ini ialah membangun kokoh Identitas-pikir bangsa ini yang tersirat dalam sila-sila Pancasila. Jadi Tujuan- eksistensial ini jika dibahasakan menjadi “Suatu tujuan yang hendak menyatukan aspek meteril bangsa ini (tanah dan airnya) dengan batin dan jiwanya yang bersifatkan ciri-ciri luhur Insan pewaris kekayaan Ibu Pertiwi yang amanah, bersih dan bertanggung jawab menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia dalam mewujudkan tatanan peri kehidupan yang aman, adil, dan sejahtera”.

Sekarang adalah, sekali lagi, zaman keterbukaan; terbuka untuk mengeksplorasi kembali semangat juang (patriotisms) dan kepahlawanan; terbuka untuk meng- eksplorasi pemahaman nilai-nilai Pancasila di aras zaman baru yang selama ini dianggap usang akibat dikatatoriat kekuasaan. Pancasila yang kaya dan mengayakan Sumber Daya Nilai bangsa ini dalam mengarungi zaman demi zaman tak salah bila direstorasi dan diangkat kembali ke dalam kancah perikehidupan berbangsa dan bernegara secara merata.
Jika bukan karena Identitas-pikir ini bagaimana mungkin Manusia Indonesia menamai dirinya? Jika bukan karena Identitas-pikir ini bagaimana mungkin Manusia Indonesia mengenal asal-usulnya? Bagaimana mungkin Manusia Indonesia mengerti jejak kesadaran yang dibangun oleh para moyangnya, jika tak ada Identitas-pikir ini?

Semesta Inisiatif Prilaku Pancasila

Pancasila telah mencapai usia setengah abad lebih (70 tahun), setia menemani arung perjalanan bangsa ini. Sedari dulu, Pancasila setia memberikan inspirasi bagi anak-anak negeri untuk kembali membangun negerinya. Semesta Inisiatif Prilaku yang menggambarkan Jatidiri dan Identitas kebangsaan telah dibukakan oleh perubahan zaman. Semesta Inisiatif Prilaku tentu datang dari batin nilai dan etika bangsa ini, yang terdapat dalam Identitas-pikirnya yakni Pancasila.

Jika diurai dari sisi filosofis, Pancasila akan menegaskan suatu makna nilia falsafah hidup ke-Timuran, yang berbasiskan pada tradisi luhur; tepatnya sikap dan mental saling menghormati satu sama lain, dan saling menghargai kedirian dan entitas kepribadian sesama. Ini bukanlah Individualisme atau pun bibit benih sikap menjadi Individual. Ini adalah cikal rasa kolektifitas yang menghargai perbedaan dan mengedepankan persamaan. Jika diurai dari sisi etis, Pancasila menjunjung dan berpihak pada pemuliaan harkat kemanusiaan dan nilai luhur kesadaran tinggi akan ketuhanan yang menjadi sumber ilmu dan kebenaran. Dari sini Pancasila memberi judgment atas segala anasir luar yang masuk dalam kesadaran dan identitas bangsa apakah itu benar, betul, atau salah, keliru jika itu menjadi tradisi dan budaya bangsa.

Maka dalam interval waktu yang telah tak terhitung dimana kesadaran terkadang mengalami pergeseran (shifting) dan perubahan zaman, semestinya kita melakukan inisiatif dan ikhtiar untuk mengawasi pergeseran itu khawatir keluar dari koridor dan identitas bangsa. Bisa dibayangkan dalam interval waktu dari sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan sampai era Reformasi ditingkahi perubahan milenium, seberapa jauh sudah pergeseran itu sehingga agak (atau telah terlalu?) jauh-menjauhi semangat Prokla¬masi itu sendiri dan keluar dari koridor nasional sehingga lepas dari Identitas pikir dan Jatidiri bangsa? Satu bentuk ikhtiar ialah ‘ARSIP Pancasila’. ARSIP Pancasila adalah Aktif Rujuk Semesta Inisiatif Prilaku yang bersumber nilai-nilai Pancasila. Dalam wahana ini, Pancasila memposisikan diri sebagai sentrum pengembangan pemikiran, Pribadi-luhur, dan etika berbangsa dan bernegara guna membentuk pribadi Manusia Indonesia yang mandiri mampu membangun negerinya dan bangsanya. Pancasila sendiri telah memperoleh inisiatif dari prilaku, tata-nilai, dan tradisi leluhur bangsa ini dulu kala.

Menjadi insan yang beragama, penuh cinta dan kasih sayang terhadap sesama merupakan inisiatif prilaku Pancasila yang terkandung dalam sila pertamanya. Sedari dulu perkembangan inisiatif masyarakat untuk menjadi umat beragama yang baik Isalih); baik bagi diri dan lingkungan terus berkelan- jutan. Lalu mengapa di gerbang milenium ini muncul kekerasan beratasnamakan agama? Saat ini, sekarang, Pancasila—dengan warga-bangsanya—berkesempatan membangun Inisiatif Prilaku santun, dan me- nyanjung nilai-nilai kebenaran untuk mengembalikan tatanan masyarakatyang bersendikan keluhuran sikap akibat mencerna ajaran-ajaran Agama dengan benar.

Menjadi insan yang berakhlak mulia, menjunjung nilai-nilai peri kemanusiaan, dan bersepakat untuk menghargai kemanusiaan di atas segala kepentingan materiil adalah Inisiatif Prilaku Pancasila yang terkandung dalam sila kedua. Dari sini semua golong- an, kelompok sosial, adat, dan tradisi menemukan haribaan perlindungan untuk tidak diganggu dalam lingkungan kehidupan yang berperikemanusiaan. Dalam segala ranah sosial, pada hakikatnya derajat manusia adalah sama. Bila saja nilai-nilai telah diterima dalam pergaulan Dunia, maka nyata seluruh bentuk perampasan hak, penindasan dan penistaan harkat-martabat manusia akan dilarang dan dihentikan Semesta Inisiatif Prilaku Pancasila ini. Dan dalam kehidupan sosial yang lebih nyata, hanya keadilan sosial yang dapat menyamakan tingkatan (kasta) semua orang. Jika pemerataan kesempatan kerja, peluang ekonomi-produksi tercipta, dan semua orang mempunyai kesempatan mengakses sumber daya penghidupan, maka tentu setiap orang akan mengedepankan nilai penghormatan terhadap kemanusiaan manusia. Tetapi, bagi Semesta Inisiatif Prilaku Pancasila semuanya ini harus berjalan bersamaan dan beriringan antara penghormatan atas harkat-martabat manusia dan nilai kemanusiaan dan pencapaian Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Sosial.

Menjadi insan yang berjiwa patriotis, rela berkorban untuk kemuliaan hidup berbangsa di negeri pertiwi yang kaya, makmur dan sejahtera merupakan Inisiaif Prilaku Pancasila yang sedari dulu menemu- kan momentum heroiknya dikala gelora perjuangan kemerdekaan dikumandangkan. “Merdeka atau mati”, adalah ungkapan kerelaan berkorban dan ketidakrelaan bumi pertiwi yang kaya-asri direbut kembali oleh Penguasa tirani kosong nurani. Kontekstualisasinya sekarang ialah segala inisiatif membangun negeri ini dengan prestasi dan karya maju merupakan ciri patriot rela berkorban menjaga kemuliaan negeri ini. Inisiatif Prilaku yang ditawarkan Pancasila dalam sila ketiga “Persatuan Indonesia” adalah inisiatif hidup bersama, maju bersama dan mulia bersama dalam satu kesatuan.
Menjadi insan yang berkepribadian, menjunjung nilai tenggang rasa, dan mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan merupakan Inisiatif Prilaku Pancasila yang terkandung dalam sila keempatnya. Sila keempat ini merupakan Jatidiri Persatuan yang terjaga oleh sikap kebersamaan dalam menghadapi segala persoalan.

Penyelesaian dalam menghadapi segala persoalan ini ialah musyawarah. Inisitif Prilaku ini kemudian dituangkan dalam ketatanegaraan kita. Maka dalam era digital ini, partisipasi adalah keniscayaan dari setiap warga untuk berinteraksi menyoal dan menyelesaikan setiap permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Itulah substansi demokrasi yang esensial, yang hakiki. Tak ada ruh demokrasi tanpa wujud partisipasi dan mufakat.
Menjadi insan yang berprinsip keadilan dalam kehi¬dupan sosial, dan kesejahteraan yang merata merupakan Inisiatif Prilaku Pancasila yang menjadi pokok inisiatif bagi setiap kehendak membangun dari semua sila Pancasila. Gelombang globalisasi di zaman ini menyisakan agenda aksi akses teknologi dan lalulintas ekonomi tanpa kompromi. Inilah sisa kesem- patan kita untuk berkarya. Arsenal akselerasi antisipasi menghadapi globalisasi adalah mobilisasi partisipasi berbasis kompetensi dan perkuatan jatidiri. Walhasil kenapa asa proklamasi jalannya berliku? Kenapa era kemerdekaan ini masih ada yang belum bisa menik- matinya? Sederhana, kita lalai membuka ‘ARSIP’ Pan¬casila: Aktif Rujuk Semesta Inisiatif Prilaku Pancasila.

Insan Aktif Gerakan Amalkan Pancasila

Seorang insan dengan Semesta Insiatif Prilaku Pancasila akan mendapati momentum milenium yang menyisakan peluang ekspresif untuk menghantarkan negara maju berjaya. Kita sekarang hidup di gerbang abad 21, millenium ketiga. Zaman yang semakin me¬nyisakan tantangan dan harapan. Jika Manusia In¬donesia telah terhubung dengan Semesta Inisiatif Prilaku Pancasila, maka ia dituntut untuk segera bermorfosa menjadi Insan Aktif Gerakan Amalkan Pancasila. Mengapa? Seperti disebutkan di depan, zaman ini adalah zaman menentukan bagi ketahanan ideologi Pancasila menjawab tantangan zaman. Perubahan pancaroba juga terjadi di gerbang abad ini. Bencana di waktu lalu silih berganti menempati ingatan akan penderitaan masa lalu. Musibah kecelakaan masih terkadang bertandang di depan mata. Lalu apa yang menyebabkan semua ini?

Kesadaran penuh dan kewaspadaan diminta untuk bersiaga. Putra-putri bangsa dituntut untuk menginsyafi segala bentuk Prilaku dan tindak tanduknya di muka Bumi. Keinsyafan dan kesadaran adalah instrumen penting untuk mengembalikan hakikatdan makna hidup di Dunia ini. Bangsa ini telah ditegur, dan harus sadar akan dekatnya perubahan cepat yang silih datang berganti. Maka Pancasila dalam keadaan zaman yang demikian ini tentu masih relevan dianjungkan mengingat bobot filosofis, etis, dan ideologis yang dikandungnya mempunyai ciri dan syarat universalitas suatu tatanan nilai. Dan itu telah sejajar dengan ideologi-ideologi Dunia.

Maka adalah ‘Siaga’ Pancasila, sebuah wahana untuk dicanangkan dalam era milenium penuh tantangan ini. SIAGA Pancasila ialah Seluruh Insan AktifGerakan Amalkan-Pancasila. Di sini kesadaran penuh digiring dan diajak pada posisi siaga dan awas dalam segala lintasan perubahan dan tantangan zaman ini. Dan di sini pula orang yang penuh kesadaran siaga ini hendaknya mengajakSeluruh Insan Aktif Gerakan Amalkan Pancasila dalam zaman milenium tiga ini. Oleh karena itu, Kesadaran penuh akan ‘Siaga’ Pancasila merupakan tangga titian menuju kemandirian Bangsa.

‘Siaga’ Pancasila menghendaki setiap pribadi orang Indonesia mempunyai kesadaran baru untuk menindakkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, lebih-lebih di aras pergaulan Interna- sional. Kesadaran itu tak lain adalah sikap dan tindakan yang dilakukan sesadar-sadarnya bahwa di zaman milenium ini Pancasila berkesempatan untuk berperan aktif sebagai wawasan zaman baru di abad 21 ini. Jika kehendak yang tertera dalam ARSIP Pancasila terpenuhi oleh warga-negara, maka tidak menjadi sulit untuk meneruskan langkah itu menjadi SIAGA Pancasila (Seluruh Insan Aktif Gerakan Amalkan-Pancasila).

Insan yang telah terilhami oleh semangat hidup mulia dari Agama, sebagai pancaran nilai Sila Pertama Pancasila, ini dapat menyumbangkan kekokohan bangsa dalam kemenjadiannya sebagai Bangsa Indonesia Satu, Bersatu dalam perbedaan. Sudah menjadi garis hukum alam bahwa keberbedaan dan keberagaman akan saling menghidupi dan berdampingan. Karena itu, hal ini merupakan Kehendak Perenial (keabadian) Pancasila yang telah diring- kas dalam semboyan bangsa Bhinneka Ngatunggal Ika. Seluruh Insan Aktif Gerakan Amalkan Pancasila adalah wahana dalam momentum milenium tiga ini untuk mewujudkan perdamaian semesta tanpa darah dan air mata.

Insan yang berperikemanusiaan akibat oleh pancaran nilai Sila Kedua Pancasila merupakan sosok insan ideal yang akan hidup dalam zaman milenium baru ini. Dengan berbekal Semesta Inisiatif Prilaku Pancasila sila kedua sebagai Identitas-pikir, insan seperti ini yang akan diberi kesempatan memimpin dan menentukan pilihan langkah dalam membawa bangsa dan negeri ini ke kemajuan dan kejayaan. Sebab seorang insan yang penuh kasih sayang terhadap sesama makhluk, alam dan seluruh isinya akan berbalik memberikan kasihnya dan dukungan dalam segala tindakannya lantaran penuh welas asih. Lihatlah fakta sosok Mahatma Gandhi, yang memimpin perjuangan bangsa India mengusir penjajahan berbekal Salyagrahi dengan bersikap Ahimsa. Alias tidak mau menyakiti dan melukai sesama makhluk. Akhirnya dia terpilih sebagai pemimpin dengan berbagai latar belakang pengikut. Dan dia mampu menghapuskan kolonialisme dari Bumi India. Pernah Ghandi ditanya “Apa nasionalisme-mu”? Jawab Ghandi, “Kemanusiaan”. Suatu jawaban yang tegas dan gamblang.

Masyarakat kita hidup dalam suatu zaman yang terus menuntut kreativitas membangun solusi pemecahan setiap persoalan zaman ini. Kehidupan di Tanah Air yang bersendikan keberagaman dan keberbedaan (Bhinneka) tetapi tetap menemukan Esensi Kesatuan (Tunggal Ika) Pancasila dan Indone¬sia merupakan keniscayaan dan kondisi yang dipersiapkan sebagai ujian bagi para penghuninya— apakah mau bersatu dalam perbedaan atau tergoda oleh perpecahan picik akibat perbedaan. Semangat Sentrifugalisme seharusnya dipupus dari sanubari setiap Insan, malahan semangat Sentripetalisme yang seharusnya dipupuk di dalam sanubari setiap Insan.

Seorang Insan Aktif Gerakan Amalkan Pancasila, dalam hal itu, nilai-nilai prikemanusiaan, HAM, dan jiwa luhur sebagai Manusia Indonesia akan menghiasi segala pola tingkah kehidupan manusiawinya. Maka Seluruh Insan Aktif Gerakan Amalkan Pancasila merupakan ciri kehidupan dan pikirannya yang tersusun dari rangkaian noktah Budi Pekerti Indone¬sia yang teruji dan terus diuji.
Insan yang terjiwai oleh semangat nilai sila ketiga akan menjadi Insan yang patriotis, rela berkorban demi nusa dan bangsa. Dalam Semesta Inisiatif Prilaku Pancasila (ARSIP) sila ketiga itu, Manusia Indonesia jelas adalah manusia yang terwadahi oleh semangat Persatuan Indonesia. Dalam hal itu, Insan Patriotis adalah insan yang membaca dengan benar kondisi negeri dan kebangsaannya di Milenium tiga ini yang harus segera berbenah, berjuang, bangkit menjadi maju. Seluruh Insan Aktif Gerakan Amalkan Pancasila adalah satu bentuk ikhtiar yang kongkrit untuk mengembalikan jiwa juang (patriotisme) yang rela berkorban untuk menyongsong gemilang emas Indo¬nesia Raya. Kembali disini, dia memanggul beban untuk membuat peristiwa yang sama seperti manakala Sumpah Pemuda digelegarkan dan Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan sebagai Tujuan Eksistensial Pancasila meneguhkan Persatuan Kebangsaan.

Insan yang penuh rasa tanggung jawab atas keutuhan bangsa jauh dari pikiran memecah belah yang terlambari oleh semangat Musyawarah Mufakat akan mampu memulihkan keadaan negeri kembali berjaya dan maju, apapun persoalan dan tantangan zaman yang tengah dihadapinya. Dengan musyawarah dan mufakat, jalan-jalan solutif dan alternatif dapat dijumpai dalam kebersamaan yang disertai penyatuan pikiran ini. Musyawarah mufakat merupakan ciri asli Manusia Indonesia. Di dalam pelaksana-annya kental dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan yang dititipi amanah untuk mengedepankan kepentingan bersama mengalahkan kepentigan individu atau kelompok. Musyawarah ini bukan lah Demokrasi dalam pengertian ala pandangan Barat.
Musyawarah adalah pancaran sila keempat. Oleh karenanya, Bangsa ini, dalam setiap menghadapi masalah kebangsaan, dalam bermusyawarah ia dibekali sikap yang dilambari semangat persatuan. Maka dalam Musyawarah Mufakat itu ada “kekeluargaan” dimana setiap perbedaan dihadapi dalam rangka menyatukan "keluarga" sesama anak bangsa, sesanak-saudara dan setanah-air. Maka Seluruh Insan Aktif Gerakan Amalkan Pancasila merupakan bentuk langkah nurani untuk mengembalikan negeri berjaya, maju, dan makmur.

Insan yang punya rasa keadilan dan bersikap sosial, mempunyai rasa solidaritas, sepenanggungan dengan nasib sesama adalah sosok insan yang terpanggil untuk bersama-sama membangun bangsa dan negerinya dengan sepenuh talenta yang dianugerahi oleh Sang Pemberi kehidupan. Inilah pancaran Sila Kelima Pancasila yang terus-menerus mengingatkan hakikat pendirian Negara-bangsa ini.
Sikap rasa tanggung jawab membangun negeri tercermin dalam sila ini. Bahwa pembangunan ekonomi yang bertujuan kepada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia adalah tanggung jawab bersama anak bangsa dalam mengemban amanat Pembangunan Sosial yang berkeadilan. Dengan Seluruh Insan Aktif Gerakan Amalkan (SIAGA) Pancasila setiap anak negeri terpanggil untuk turut serta mengembalikan nafas kehidupan bangsa yang sebenarnya, dan hakikat kemerdekaan itu sen¬diri. Seluruh Insan Aktif Gerakan Amalkan Pancasila adalah salah satu jalan inisiatif solutif dalam memecahkan persoalan peradaban bangsa untuk meraih cita-cita hakikat Kemenjadian Bangsa Indonesia.

Taman Persemian Harapan

Keadaan negeri ini yang sedari dulu kala subur makmur kaya dengan aneka hayati dan panorama alam yang indah, banyak bangsa lain mengibarat- kannya dengan Paradise atau Firdaus. Yang lainnya mengatakan dia-lah potongan surga yang jatuh ke bu mi. Kenyataannya memang menggambarkan demikian, sehingga bangsa-bangsa Eropa bertandang ke sana. Negeri ini pun pernah dijuluki “Jamrud Khatulistiwa”. Bukan kebetulan bila bentangan Tanah Air ini berordinat dengan Khatulistiwa. Inilah sebuah Taman, tempat persemian harapan para leluhur dan cita-cita generasinya untuk meraih kejayaan negeri gemilang. Juga tempat persemian nilai-nilai luhur dan kearifan majemuk bersumber dari tradisi-tradisinya yang kemudian menjadi Budi Pekerti Manusia Indonesia.
Kehadiran Pancasila di negeri ini merupakan satu gambaran tatanan dan tatahan yang mencerminkan keberagaman dan perbedaan di satu sisi, dan keindahan di sisi lainnya. Turunan dari semua itu akhirnya memunculkan sikap bersatu, mau berbeda tetapi lebih mengedepankan persamaan untuk mewujudkan kepentingan bersama, yakni Persatuan Indonesia (Tujuan Eksistensial) membangun Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Sosial bersen dikan supremasi Hukum (Cita-ideal). Demikianlah Kehendak Perenial yang digariskan untuk hamparan negeri ini, bersatu dalam keberagaman dan keindahan.

Setelah hakikat ini terpahami, untuk menjaga dan mewujudkan terselenggaranya Tujuan Eksistensial, Cita-ideal, dan Kehendak Perenial pendirian Negara-bangsa ini, perlu terus ditumbuhkan dan dilestarikan setiap benih altruisme dan semangat juang (patriotis¬me) yang masih akan berkembang di negeri ini. Maka Taman' Pancasila (Tumbuhkan Amalkan Mekarkan Amanah Negara—Pancasila) merupakan satu wahana untuk menghargai karya agung nan kaya-raya ini yang merupakan amanah dari Sang Pencipta. Juga ia merupakan ikhtiar nurani untuk menghargai negeri warisan leluhur bangsa ini dengan jerih-payah pejuang pendahulu dan para founding fathers yang rela berkorban demi berdirinya Negara Pancasila. Negara Pancasila sendiri merupakan sebuah rajutan dari aneka ragam ide-ide, pandangan hidup, dan ideologi-ideologi dunia, yang diserap melalui lubang kearifan majemuk tradisi-tradisi dan budaya leluhur yang arif bestari. Sehingga berdirinya Negara ini tidak dengan sendirinya tanpa dasar, dan perjuangan.

Mengapa ‘TAMAN’ Pancasila (Tumbuhkan Amalkan Mekarkan Amanah Negara Pancasila)? Kita, bangsa ini, sedang berdiri di tengah-tengah pergaulan bangsa-bangsa Dunia yang dituntut untuk bisa memberikan solusi dalam menghadapi persoalan zaman, baik persoalan sendiri maupun persoalan umum Dunia. Dan kita tengah berdiri di dalam suatu zaman yang menuntut perubahan dengan cepat dan tanggap terhadap kebutuhan zaman. Milenium tiga ini adalah zaman paripurna untuk sebuah pembentukan Ideologi ataupun dasar Negara. Maka alangkah bersyukurnya bangsa ini dengan Pancasila mampu mengarungi waktu hingga detik ini dan berterima kasih kepada para pejuang pendahulu dan pendiri Negara-bangsa ini yang menitipkan seperang- kat nilai berupa Pancasila yang kemudian menjadi ideologi bangsa untuk menjaga keutuhannya dari perpecahan, baik akibat dari dalam maupun dari luar.

Negara Pancasila merupakan keagungan anugrah dan amanah untuk terus diteruskan pendiriannya hingga akhir zaman. Dan keanggunan sikap kebang¬saan para pendirinya yang rela untuk bersatu dalam keragaman dan keberbedaan (Bhinneka) dalam satu esensi kesatuan (Tunggal Ika) Negara Republik Indo¬nesia. Maka zaman menuntut, bagi seorang manusia Indonesia, untuk terus menumbuhkembangkan nilai-nilainya, mengamalkannya, hingga mekarlah dan membentang nilai-nilai ini menjadi ‘materialisasi’ amanah Negara Pancasila.
Materialisasi amanah ini termaktub dalam sila-sila Pancasila. Dalam hal ini, semua anak negeri dengan penuh motivasi keterpanggilan menumbuhkan dan menyemikan serta menyemarakkan nilai-nilai Pancasila ini. Untuk itu, dalam hal ini, materialisasi amanah ini memerlukan PATRIOT Pancasila (Pejuang Amanah Tangguh Relawan Indonesia Obor Terdepan) dalam menghantarkan Pancasila mengarungi zaman hingga Globalisasi dan memperkokoh eksistensi ideologi bangsa dalam format kekinian dan kemendatangan menyongsong era Generasi Emas Membangun Peradaban Indonesia Tangguh dan Amanah ('Gempita' Pancasila) berdasar Pancasila.

Semangat berkorban adalah kekhasan Patriot Pan¬casila. Pengorbanan di sini tentu bukanlah sesuatu yang sia-sia manakala kita melihat untaian Jamrud Khatulistiwa ini terlanjur membentang sepanjang dari timur, Marauke hingga di barat, Sabang. Seorang yang rela berkorban menandakan adanya suatu kedekatan dengan yang dikorbani, rasa memiliki yang utuh dan penghargaan yang tinggi dari pada apa yang dikorbankan. Pejuang Amanah Tangguh Relawan Indonesia Obor Terdepan merupakan satu pewantahan semangat juang para pembela Kebenaran yang bertahta di tanah air ini.

Taman Pancasila sebuah analogi yang tak hampa makna. Taman adalah gambaran keragaman dan aneka warna yang berada (exist) untuk saling mewarnai dan menghidupi. Perbedaan di sana adalah bagian pokok dari taman untuk dikenal sebagai taman. Demikian pula dengan negeri ini, bentangan dan gugusan hayati dan para penghuninya dianggit dalam satu 'karangan' yang beragam, berbeda dalam persatuan dan kesatuan (Unity in Diversity, Diversity in Unify). Demikianlah negeri ini; yang merupakan 'Taman' Pancasila untuk menyemikan nilai-nilai luhur Pancasila, Identitas-pikir bangsa.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas