Tribunners
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
2016: Pansus Sepakbola?
Prediksi para pakar memang agak kurang menyenangkan, mengindentifikasi persfektif buram dari lanskap 201
Editor: Toni Bramantoro
OLEH: TUBAGUS ADHI
SEBENTAR lagi 2015 terlampaui, dan kita masih meraba-raba apa yang akan terjadi dalam tiga pijakan strategis; ekonomi, politik, dan olahraga. Semua tentu mengharapkan yang terbaik, adanya perubahan yang signifikan.
Prediksi para pakar memang agak kurang menyenangkan, mengindentifikasi persfektif buram dari landskap 2016. Namun, hidup mesti terus berjalan. Adalah bijaksana untuk senantiasa mengedepankan harapan akan adanya perubahan ke arah yang lebih baik.
Perubahan, ya, tentu menuntut penyesuaian. Menuntut racikan pemikiran yang lebih paripurna. Mungkin juga memperbarui 'mindset', agar selalu konsentrasi pada framing/frame persoalan.
Intinya, senantiasa fokus, fokus, dan fokus saat mengolah etos perjuangan agar tetap melaju dalam kecepatan tinggi.
Intinya, senantiasa fokus, fokus, dan fokus saat mengolah etos perjuangan agar tetap melaju dalam kecepatan tinggi.
Menjelang berakhirnya 2015, berbagai peristiwa berlalu di sekitar kita, dan kesemuanya mewujudkan gambaran yang ngeri-ngeri sedap, baik di bidang ekonomi, politik, dan olahraga itu.
BUDAYA MUNDUR, BUDAYA MALU
Saya tak terlalu memahami masalah ekonomi, namun dengan merujuk pandangan dari para ahli dan pakar, paras ekonomi Indonesia tetap akan dipengaruhi kondisi perekonomian global.
Nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus menurun, dan secara umum akan menambah kelesuan ekonomi selaras dengan anjloknya perolehan pajak. Tak sampai dua pekan lagi ditinggalkan, penerimaan pajak 2015 disebut-sebut masih melenceng Rp 400 triliaun dari target.
Hal itu yang membuat Dirjen Pajak Sigit Pramudito mengundurkan diri dari jabatannya, karena kegagalannya mencapai target penerimaan pajak pada 2015.
Ini mengejutkan karena pengunduran diri pejabat tinggi di Indonesia masih belum lazim. Beda dengan Korea, Jepang, Cina, atau bahkan Singapura. Pejabat ekonomi dan olahraga mereka seringkali mundur jika dinilai gagal. Budaya mundur sudah menjadi budaya malu.
Ini mengejutkan karena pengunduran diri pejabat tinggi di Indonesia masih belum lazim. Beda dengan Korea, Jepang, Cina, atau bahkan Singapura. Pejabat ekonomi dan olahraga mereka seringkali mundur jika dinilai gagal. Budaya mundur sudah menjadi budaya malu.
Sigit Pramudito menjelaskan bahwa langkahnya semata-mata sebagai bentuk tanggung-jawab karena tidak berhasil meraup pajak di atas 85 persen. Tindakannya mendapat respon positif dari masyarakat, dan barangkali bisa menjadi inspirasi bagi pejabat pemerintah lainnya yang gagal.
Walau demikian, bicara soal tanggung-jawab dan budaya malu, sudah lama difahami bahwa Indonesia adalah negeri yang paling toleran dalam menyikapi hal itu.
Kita hampir tak pernah mendengar atau membaca adanya pejabat ekonomi, politik, atau olahraga yang mundur atas keinginan sendiri setelah dinilai gagal dalam mengemban tugas dan fungsinya.
Kalau pun ada, itu tentu karena didahului tekanan publik yang demikian besar, atau karena dia sudah dipersangkakan, menjadi tersangka.
Kalau pun ada, itu tentu karena didahului tekanan publik yang demikian besar, atau karena dia sudah dipersangkakan, menjadi tersangka.
Sebagai contoh, di bidang olahraga. Tono Suratman, dalam kapasitasnya sebagai ketua umum KONI Pusat 2010-2015, sudah lama diasumsikan sulit bersikap sebagai seorang 'gentleman' setelah kegagalannya mengantar atlet-atlet Indonesia memenuhi target di SEA Games 2013, Myanmar, dan SEA Games 2015, Singapura.
Dia malah keukeuh untuk kembali menguasai kepemimpinan KONI Pusat untuk periode kedua, 2015-2019. Siapa berani bertaruh bahwa di SEA Games 2017 Malaysia dan SEA Games 2019 dia akan lebih beruntung?
Dia malah keukeuh untuk kembali menguasai kepemimpinan KONI Pusat untuk periode kedua, 2015-2019. Siapa berani bertaruh bahwa di SEA Games 2017 Malaysia dan SEA Games 2019 dia akan lebih beruntung?
Atau di Asian Games 2018 kontingen Indonesia akan mewujudkan mimpinya mencapai posisi empat besar Asia? Mimpi kali yeee--teringat nama sebuah program televisi.
Bicara mimpi, siapa pun berhak bermimpi, tak ada yang bisa melarang kita bermimpi. Di masa lalu, dalam dunia dongeng, mimpi juga bukan sekadar penyelaras tidur. Mimpi adalah sebuah ekstase sosial tempat asa atau harapan senantiasa dikembangkan.
Dalam persfektif kekinian, kita masih sering mendefinisikan mimpi dengan angan-angan. Dengan spektrum seperti itu, adalah angan-angan untuk 'menempatkan' Indonesia sebagai salah satu kandidat empat besar di Asian Games 2018.
HEBOH & KONTROVERSIAL
Banyak kegaduhan di jagat perpolitikan nasional, dari yang menghebohkan hingga kontroversial. Kasus 'papahmintasaham' membuat Setya Novanto, yang pernah menjadi bendahara umum KONI Pusat di era Wismoyo Arismunandar, turun posisi dari ketua DPR menjadi ketua fraksi.
Lebih mengerikan adalah kasus Pelindo II. Kasusnya sebenarnya mirip kasus Freeport, subtansinya adalah adanya upaya perpanjangan kontrak kerjasama sebelum waktunya.
Banyak fatwa hukum yang dilanggar, sehingga DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) beranggotakan 30 orang dari lintas fraksi. Hasilnya, menteri BUMN Rini Soemarno dipersalahkan. Pansus merekomendasikan perlunya pergantian menteri BUMN karena sudah menggadaikan atau menjual aset negara.
Banyak kegaduhan di jagat perpolitikan nasional, dari yang menghebohkan hingga kontroversial. Kasus 'papahmintasaham' membuat Setya Novanto, yang pernah menjadi bendahara umum KONI Pusat di era Wismoyo Arismunandar, turun posisi dari ketua DPR menjadi ketua fraksi.
Lebih mengerikan adalah kasus Pelindo II. Kasusnya sebenarnya mirip kasus Freeport, subtansinya adalah adanya upaya perpanjangan kontrak kerjasama sebelum waktunya.
Banyak fatwa hukum yang dilanggar, sehingga DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) beranggotakan 30 orang dari lintas fraksi. Hasilnya, menteri BUMN Rini Soemarno dipersalahkan. Pansus merekomendasikan perlunya pergantian menteri BUMN karena sudah menggadaikan atau menjual aset negara.
Terkait kasus Freeport, menteri ESDM Sudirman Said sejak awal disebut-sebut ngotot mendukung dilakukannya pembahasan perpanjangan kontrak jauh sebelum waktunya, yakni 2019. Sesuai undang-undang pembahasan kontrak Freeport memang baru bisa dilakukan dua tahun sebelum kontraknya berakhir, 2021.
Rekomendasi buruk untuk Rini Soemarno dan stigma tak menyenangkan buat Sudirman Said, tentunya menambah pekerjaan rumah Presiden Joko Widodo di awal 2016.
Presiden memang baru saja dapat pencitraan yang elok dari simpati yang diberikan kalangan 'ojek modern', dengan merehabilitasi keputusan salah satu pembantunya, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan.
Beberapa jam sebelumnya Jonan mengintruksikan larangan ojek berbasis online itu beroperasi. Sesuai ketentuan undang-undang kendaraan roda dilarang dijadikan moda angkutan.
Beberapa jam sebelumnya Jonan mengintruksikan larangan ojek berbasis online itu beroperasi. Sesuai ketentuan undang-undang kendaraan roda dilarang dijadikan moda angkutan.
Orang mempertanyakan, mengapa keputusan pelarangan tersebut baru dikeluarkan sekarang-saat go-jek dan sejenisnya sudah merambah berbagai kota/daerah?
Tak mengherankan jika sebagian masyarakat menduga, ah, jangan-jangan ini sekadar rekayasa dari Presiden Jokowi. Jonan dikorbankan agar presiden memperoleh refleksi akhir tahun yang memuaskan.
Masyarakat juga mencatat, penggagas ojek online ini adalah Nabiel Makarim, tokoh muda dari keluarga Makarim Wibisono, yang disebut-sebut teman dekat Jokowi. Nah lho!
Belakangan juga diketahui Makarim Wibisono menjadi salah satu dari empat anggota Tim Kecil bentukan Kantor Menpora yang sepertinya ditugaskan untuk membuat 'PSSI baru'. Tiga anggota Tim Kecil lainnya adalah Rita Subowo, Djoko Susilo, dan Gatot Dewobroto.
Tentu karena adanya korelasi itu yang membuat Presiden Jokowi buru-buru 'mengkandangkan' kembali keputusan yang dikeluarkan Ignatius Jonan hanya beberapa jam sebelumnya itu.
Sikap presiden ini yang kemudian wajar menimbulkan tanda-tanda sekaligus kecaman dari masyarakat sepakbola tanah air. Sebegitu pentingkah ojek online dibanding sepakbola?
Jokowi bisa begitu cepat menaruh kepedulian pada ojek online, tetapi tetap memasabodohkan sepakbola, atau menyepelekan kebutuhan masyarakat akan sepakbola. Padahal sepakbola adalah olahraga rakyat.
Tanpa bermaksud membanding-bandingkan, betapa pun sepakbola mewujudkan efek bola salju yang lebih dashyat dibanding ojek-online, berupa peningkatan harkat, martabat dan nama bangsa..
Jokowi bisa begitu cepat menaruh kepedulian pada ojek online, tetapi tetap memasabodohkan sepakbola, atau menyepelekan kebutuhan masyarakat akan sepakbola. Padahal sepakbola adalah olahraga rakyat.
Tanpa bermaksud membanding-bandingkan, betapa pun sepakbola mewujudkan efek bola salju yang lebih dashyat dibanding ojek-online, berupa peningkatan harkat, martabat dan nama bangsa..
Banyak yang berpendapat, Presiden Jokowi kurang peka. Dalam penilaian masyarakat, presiden hanya mengutamakan kepentingan sesaat. Mengapa pula Jokowi tak menunjukkan empatinya pada warga sepakbola?
PANSUS SEPAKBOLA
Bicara lebih spesifik masalah sepakbola, dijelang pamungkasnya 2015 ini, rasanya nuansa kesedihan yang lebih banyak mendera.
Imbas dibekukannya otoritas sepakbola nasional (PSSI) oleh FIFA, sejak 30 Mei 2015, semakin melebar ke mana-mana.
Kabar terakhir menyebutkan, 'legiun asing' asal Indonesia kini sulit melanjutkan karirnya ke negeri jiran, karena adanya intruksi dari Federasi Sepakbola Malaysia (FAM).
Padahal di sana banyak pelatih yang sebelumnya menangani klub-klub ISL, seperti Jacksen F.Tiago. Atau bahkan Rahmad Darmawan.
Betapa pun tingginya hasrat mereka untuk merekrut pemain asal Indonesia yang diketahui memiliki kemampuan baik, suka atau tidak suka mereka wajib mengikuti aturan manajemen.
Kabar terakhir menyebutkan, 'legiun asing' asal Indonesia kini sulit melanjutkan karirnya ke negeri jiran, karena adanya intruksi dari Federasi Sepakbola Malaysia (FAM).
Padahal di sana banyak pelatih yang sebelumnya menangani klub-klub ISL, seperti Jacksen F.Tiago. Atau bahkan Rahmad Darmawan.
Betapa pun tingginya hasrat mereka untuk merekrut pemain asal Indonesia yang diketahui memiliki kemampuan baik, suka atau tidak suka mereka wajib mengikuti aturan manajemen.
Sebenarnya tidak ada larangan bagi para pemain asal Indonesia, termasuk mantan timnas, untuk berkiprah di liga-liga negara mana pun. Umumnya yang mencari peruntungan di mancanegara ini pun dalam status bebas transfer.
Akan tetapi, tanpa dukungan dari klub apalagi asosiasi (PSSI), posisi tawar mereka menjadi sangat lemah. PSSI pun tak bisa berbuat apa-apa.
Akan tetapi, tanpa dukungan dari klub apalagi asosiasi (PSSI), posisi tawar mereka menjadi sangat lemah. PSSI pun tak bisa berbuat apa-apa.
Mungkin juga itulah bagian dari kejamnya pasar bebas. Sepakbola Indonesia tengah terjun bebas, dari sanksi pembekuan FIFA akibat adanya intervensi atau campur tangan pemerintah.
Sebagai asosiasi atau federasi yang tengah menjalani hukuman, Indonesia bagaimana pun terkucilkan. Oleh karena itu sikap FAM yang dipimpin Tengku Abdullah Sultan Ahmad Shah bisa diterima.
Bisa jadi pula, sikap FAM tersebut adalah sebagai dampak dari kekesalan Prince Abdullah, Exco FIFA asal Malaysia yang juga ayah dari Tengku Abdullah Sultan Ahmad Shah, terhadap kengeyelan pemerintah Indonesia yang tidak kooperatif atas usulan penyelesaian dari konflik "Negara/Pemerintah Indonesia versus Statuta FIFA" yang sudah terjadi delapan bulan ini.
Sebagai asosiasi atau federasi yang tengah menjalani hukuman, Indonesia bagaimana pun terkucilkan. Oleh karena itu sikap FAM yang dipimpin Tengku Abdullah Sultan Ahmad Shah bisa diterima.
Bisa jadi pula, sikap FAM tersebut adalah sebagai dampak dari kekesalan Prince Abdullah, Exco FIFA asal Malaysia yang juga ayah dari Tengku Abdullah Sultan Ahmad Shah, terhadap kengeyelan pemerintah Indonesia yang tidak kooperatif atas usulan penyelesaian dari konflik "Negara/Pemerintah Indonesia versus Statuta FIFA" yang sudah terjadi delapan bulan ini.
Prince Abdullah adalah salah satu anggota delegasi resmi FIFA/AFC yang awal November lalu melakukan interaksi dengan pemerintah namun tidak mendapatkan empati dari Presiden Jokowi.
Sepakbola Indonesia berpotensi menjadi bola liar karena ketidak-patuhan pada regulasi, peraturan atau perundang-undangan yang ada.
Disamping nasib buruk yang dialami para legiun asing Indonesia yang berencana bermain di mancanegara, nasib pemain lokal dan suporter juga cenderung menjadi bias.
Semakin membahayakan jika masyarakat menganggap PSSI benar-benar sudah tidak ada, sebagai dampak dari 'pembusukan' yang terus dilakukan pemerintah sendiri.
Indikasinya, regulator turnamen seperti Mahaka bisa seenaknya melemparkan kesalahan kepada PSSI, dari kasus tewasnya dua suporter Aremania karena dikeroyok bonek.
Disamping nasib buruk yang dialami para legiun asing Indonesia yang berencana bermain di mancanegara, nasib pemain lokal dan suporter juga cenderung menjadi bias.
Semakin membahayakan jika masyarakat menganggap PSSI benar-benar sudah tidak ada, sebagai dampak dari 'pembusukan' yang terus dilakukan pemerintah sendiri.
Indikasinya, regulator turnamen seperti Mahaka bisa seenaknya melemparkan kesalahan kepada PSSI, dari kasus tewasnya dua suporter Aremania karena dikeroyok bonek.
Sikap jemawa pihak Mahaka sangat mungkin dipengaruhi oleh apa yang terus dilakukan oleh pemerintah, yang terus mendorong keberadaan 'PSSI baru'. Mereka terus memaksakan membuat statuta baru, serta mendorong klub-klub membuat KLB.
FIFA sudah membentuk 'joint-committee' atau komite bersama yang bersifat ad-hoc dengan pilihan anggota dari berbagai unsur. Tetapi, karena sudah memiliki agenda tersendiri, pemerintah tak mau bergabung ke sana.
Komite bersama yang bersifat ad-hoc ini mestinya bisa menjadi katalisator dari apa yang sebaiknya menjadi keinginan baik bersama.
Pemerintah tak bisa berinteraksi langsung dengan FIFA karena Statuta FIFA tidak memperkenankan adanya interaksi dengan bukan anggota mereka.
Kalau pun ada keinginan untuk KLB, klub-klub dipersilakan mengajukannya via tim ad-hoc. KLB bisa dlgelar jika diminta oleh 50+1 anggota PSSI, atau 2/3 dari total pemilik suara (voters).
Pemerintah tak bisa berinteraksi langsung dengan FIFA karena Statuta FIFA tidak memperkenankan adanya interaksi dengan bukan anggota mereka.
Kalau pun ada keinginan untuk KLB, klub-klub dipersilakan mengajukannya via tim ad-hoc. KLB bisa dlgelar jika diminta oleh 50+1 anggota PSSI, atau 2/3 dari total pemilik suara (voters).
Sejauh ini upaya KLB hanya didengungkan oleh pihak pemerintah, dengan target menggusur kepengurusan PSSI 2015-2019 pimpinan La Nyalla Mattalitti yang memiliki legitimasi jelas.
Yang sudah dan sedang terjadi memang pertempuran antara "Pemerintah/Negara vs Statuta FIFA" , bukan sekadar 'Pemerintah/Negara vs La Nyalla dkk".
Yang sudah dan sedang terjadi memang pertempuran antara "Pemerintah/Negara vs Statuta FIFA" , bukan sekadar 'Pemerintah/Negara vs La Nyalla dkk".
Posisi La Nyalla dalam hukum sepakbola sudah jelas, sangat konstitusional, sah secara de facto dan de jure sebagai presiden PSSI hasil KLB 18 April 2015 di Surabaya.
Dalam kasus "Negara vs Statuta FIFA" yang terjadi di tanah air ini berbagai pelanggaran sudah dilakukan oleh pihak pemerintah, termasuk hak untuk menjadikan sepakbola sebagai pilihan hidup.
Sebagian besar dari talenta berbakat sudah enggan melanjutkan kerja-kerasnya untuk menjadi pemain besar, mengubur mimpi mereka bermain di liga-liga profesional.
Sebagian besar dari talenta berbakat sudah enggan melanjutkan kerja-kerasnya untuk menjadi pemain besar, mengubur mimpi mereka bermain di liga-liga profesional.
Harus selalu diingatkan kepada pemerintah bahwa sikap refresif anti-PSSI yang terus mereka pertontonkan bisa menjadi ancaman serius bagi disintegrasi bangsa. Mematikan hak hidup orang banyak adalah masalah serius, pelanggaran atas hak asasi manusia.
Akan tetapi, pemerintah memang sudah lama mengabaikan pelanggaran hak-hak asasi manusia tersebut. Ini yang terus disorot oleh para wakil rakyat yang terhormat di parlemen.
Dalam konteks ini, beberapa anggota dewan sudah membicarakan kemungkinan dilakukannya hak angket untuk pembentukan Panitia Khusus (Pansus) di DPR, seperti yang pernah menjadi konsentrasi pada paparan saya sebelumnya.
Pembentukan Pansus Sepakbola di DPR dimungkinkan jika hal itu memang refleksi dari kehendak rakyat. Ada hak rakyat yang dilanggar, ada posisi hukum PSSI yang diabaikan, sebagai anggota FIFA dan dilindungi oleh Statuta FIFA.
Aziz Syamsuddin, Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, sangat memahami kontekstual "Negara vs Statuta FIFA" di Indonesia ini.
Dia mendukung pembentukan hak angket di DPR dalam upaya pembentukan Pansus Sepakbola tersebut.
Dia mendukung pembentukan hak angket di DPR dalam upaya pembentukan Pansus Sepakbola tersebut.
Harus diperjuangkan, katanya, kalau tidak sepakbola Indonesia terus berada dalam kegelapan!
* TUBAGUS ADHI, wartawan senior
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.