Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Bareskrim Diminta Proses Laporan Masinton Pukul Staf
Respublica Political Institute (RPI) mengecam keras tindakan Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu yang diduga melakukan penganiayaan kepada anak b
Ditulis oleh : Benny Sabdo, Direktur Eksekutif RPI
TRIBUNNERS - Respublica Political Institute (RPI) mengecam keras tindakan Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu yang diduga melakukan penganiayaan kepada anak buahnya bernama Dita Aditya.
Direktur Eksekutif RPI, Benny Sabdo mengatakan tindakan Masinton itu merupakan perbuatan melawan hukum dan pelanggaran berat etika publik.
"Perbuatan Masinton ini telah mencoreng lembaga DPR dan kehormatan partai. Sebab selama ini Masinton dikenal sebagai salah satu ‘vokalis’ PDIP sekaligus memiliki rekam jejak sebagai aktivis," ujarnya.
Benny menegaskan seorang anggota komisi yang membidangi hukum di DPR sudah seharusnya paham tentang hukum.
Ia mendesak Bareskrim Polri segera menindaklanjuti dan memproses laporan tentang penganiayaan terhadap Dita Aditya melalui kuasa hukumnya, Wibi Andrino.
Selain itu, ia juga mendorong Dita bersama kuasa hukumnya agar melaporkan Masinton kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
"Seorang pejabat publik seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika, bukan justru melakukan aksi kekerasan dan premanisme," tutur Benny.
Menurut kuasa hukum Dita, peristiwa penganiayaan terjadi pada Kamis malam (29/1/2016).
Saat itu, Masinton menjemput Dita dari sebuah restoran di bilangan Jakarta Pusat sekitar pukul 23.00 WIB.
"Dalam perjalanan di dalam mobil, Masinton memukuli Dita hingga matanya lebam dan diturunkan di pinggir jalan di daerah Jakarta Timur. Masinton menuduh Dita membocorkan rahasia dapur kepada orang-orang NasDem," tutur Wibi.
Dita adalah kader NasDem dan bekerja secara profesional sebagai salah seorang tenaga ahli Masinton di DPR.
Benny mendesak Bareskrim Polri agar mengusut tuntas kasus ini.
Polri sebagai institusi penegak hukum wajib menjunjung tinggi supremasi hukum. Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tegas menyatakan Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum, bukan negara kekuasaan.
"Kepolisian oleh konstitusi dilahirkan sebagai alat kelengkapan negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas untuk melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum," kata Benny.
Menurutnya, Bareskrim Polri tidak usah segan menindak tegas siapa pun yang melawan hukum. Siapa pun, baik tukang cilok, maupun anggota DPR di NKRI ini statusnya sama di depan hukum.
“Setiap warga negara wajib taat pada konstitusi sebagai hukum tertinggi,” ujarnya.
Benny menjelaskan jika apa yang dilakukan Masinton itu benar adanya, maka ini menjadi preseden bagi penegakan hukum.
"Masinton sebagai anggota komisi hukum DPR mustinya menjunjung tinggi supremasi hukum, bukan malah bertindak anarkis terhadap perempuan,” ucapnya.
Selain itu, demikian Benny, sebagai pejabat publik Masinton sudah selayaknya menjunjung tinggi kepentingan publik, bukan justru melemahkan komitmen sebagai pejabat publik yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika.
“Saya meragukan kompetensi leadership dan etika Masinton sebagai seorang pejabat publik,” kata Benny.
Menurutnya, Masinton sudah sepantasnya memberikan pelayanan publik yang berkualitas, relevan, dan progresif, bukan justru melakukan aksi anarkis terhadap anak buahnya sendiri.
"Tiadanya kompetensi etika membuat seorang pejabat publik tidak peduli pada masalah keadilan dan mendorong perilaku korup,” tegasnya.
Ia menambahkan lemahnya perilaku etis pejabat publik dapat melemahkan institusi-institusi sosial-politik, dalam hal ini institusi lembaga legislatif, yang para anggotanya menyandang gelar anggota DPR yang terhormat.
"Tidak ada tempat lagi bagi pejabat publik yang tidak beretika dan melawan hukum,” kata Benny.