Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
ITW: Proyek Jalan Tol Hanya Nafsu Penguasa dan Cukong
Indonesia Traffic Watch (ITW) menilai lalu lintas dan angkutan jalan merupakan potret kedaulatan dan peradaban sebuah bangsa.
Ditulis oleh : Edison Siahaan, Ketua Presidium ITW
TRIBUNNERS - Indonesia Traffic Watch (ITW) menilai lalu lintas dan angkutan jalan merupakan potret kedaulatan dan peradaban sebuah bangsa.
Tetapi pembangunannya harus disesuaikan dengan kebutuhan, bukan berdasarkan keinginan, apalagi potensi merugikan rakyat.
Oleh karena itu, pemerintah harus menolak bantuan dana dari negara asing jika ada muatan intervensi dalam menentukan arah pembangunan.
Seperti dana untuk membiayai proyek 47 ruas jalan tol yang sedang dicanangkan pemerintah.
"Sebagai negara berdaulat, pembangunan infrastruktur harus pro rakyat dan menggunakan dana APBN. Kita harus menolak bantuan negara lain, jika pembangunan itu menjadi beban rakyat,” kata Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan, Kamis (11/2/2016).
Menurutnya, negara bertanggungjawab atas lalu lintas dan angkutan jalan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Tentu pembangunannya harus sesuai dengan kebutuhan dan prorakyat, tidak hanya berdasarkan keinginan.
Apalagi lalu lintas dan angkutan jalan memiliki peran strategis untuk mendukung pembangunan dan integrasi nasional yang menjadi bagian dalam upaya mewujudkan kesejahteraan umum, seperti amanat UUD 1945.
"Kalau kita sudah ada kebutuhan ke bulan atau luar angkasa, kita harus membangun sarana transportasinya. Tetapi kalau hanya keinginan, semua juga ingin," ujar Edison
ITW menilai, proyek jalan tol, belum semuanya berdasarkan kebutuhan, termasuk kereta cepat Jakarta-Bandung.
Justru proyek itu lebih besar dorongan oleh nafsu keinginan penguasa dan cukong atau pemilik modal.
Edison mencontohkan, untuk membiayai 16 proyek infrastruktur termasuk proyek jalan tol dibutuhkan dana sekitar Rp 500 triliun.
Nah, sekitar Rp 255 triliun dana itu digunakan untuk proyek tol trans Sumatera. Menurut pemerintah, proyek itu tidak membebani APBN, alias proyek swasta.
Artinya, Edison melanjutkan, proyek itu belum menjadi kebutuhan rakyat, tetapi keinginan pemilik modal dan penguasa.
Proyek itu akan membebani rakyat selama 50 tahun ke depan, sebab untuk melintas di ruas jalan tol, harus membayar.
Padahal, untuk trans Sumatera belum dibutuhkan jalan tol, pemerintah cukup membangun jalan raya yang bisa mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran (Kamseltibcar).
Sama halnya dengan pembangunan jalan tol di Jakarta, yang sesungguhnya tidak menjadi solusi mengatasi kemacetan, jika tidak disertai dengan kebijakan kontrol terhadap populasi kendaraan bermotor.
“Jakarta itu bukan kekurangan ruas jalan, tetapi jumlah kendaraan bermotor yang tidak dikontrol oleh pemerintah. Seharusnya pemerintah melakukan kontrol agar jumlah kendaraan ideal dengan daya tampung jalan,” kata Edison.
Menurutnya, sebagai bangsa beradab dan berdaulat, hendaknya segala bentuk pembangunan harus dilandasi dengan aturan atau hukum sehingga manfaatnya dirasakan oleh rakyat.
Seperti amanat undang-undang No 22 tahun 2009 bahwa penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan harus berlandaskan asas transparan, akuntabel, berkelanjutan, partisipatif, bermanfaat, efisien, dan efektif, seimbang, terpadu, dan mandiri.