Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Gencar Pancasila Perisai Serangan Pintar F6
Dalam pertarungan milenium abad 21 ini bangsa Indonesia tidak terlepas dari kompetisi global yang sering disebut proxywar atau berdimensi smart attack
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila
TRIBUNNEWS.COM - Dalam pertarungan milenium abad 21 ini bangsa Indonesia tidak terlepas dari kompetisi global yang sering disebut proxywar atau berdimensi smart attack (serangan pintar). Banyak modus operandi yang dilakukan spekulan kelas global untuk melakukan multirancang kegiatan atau aktifitas yang bermotif serangan pintar. Pada perkembangannya identifikasi serangan pintar tidak terbatas pada satu sektor kehidupan saja melainkan merambah keseluruh sendi-sendi.
Untuk merespon situasi tersebut dapat dimulai dengan mengenali serangan pintar berbasis F6 yaitu Food, Fun, Fantasi, Film, Fashion, Filosofi.
1. Food
Peluncuran mekanistik nutrisi kedalam tubuh manusia selama ini berkejaran antara ketersediaan pasokan, asupan, termasuk kandungan gizi. Dengan ledakan populasi penduduk dunia yang mendekati 7,2 milyar, dunia memasuki periode yang amat kompleks. Kritis kontemporernya menghasilkan ruangan konflik multidaya di seantero dunia. Rivalitas antar bangsa-bangsa menjadi tinggi sehingga membutuhkan pendekatan-pendekatan dalam bandul keseimbangan.
Bagi para perancang strategi militer maupun nonmiliter sedang memasuki era pertempuran eksistensial yang dikenal dengan istilah smart attack atau serangan pintar. Sebagaimana lazimnya teori Tsun Szu, yaitu kenalilah lawanmu terlebih dahulu, memberi legitimasi kehadiran pihak ketiga sebagai peluncur serangan pintar.
Food dalam vocabulary bahasa Inggris dapat berarti makanan atau pangan. Karena itu serangan pintar dapat dimulai dari dua basis pengartian food tadi. Pertama food dalam dimensi pangan atau makanan dapat diartikan sehimpunan jenis-jenis makanan atau pangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia baik yang diproduksi di dalam maupun di luar negeri dan dapat ditransaksikan secara lintas negara. Food dalam dimensi yang kedua adalah penempatan jenis makanan atau produk olahan yang dikemas dalam satu sajian tertentu dan dikelola secara transaksional. Misal dijual di pasar, baik supermarket maupun hipermarket, maupun di restoran, kafe, atau tempat-tempat sejenis.
Jika perkembangan produk pangan dunia berbanding dengan jumlah populasi penduduk mengalami ketimpangan, kehadiran serangan pintar berbasis food akan menjadi permainan reguler para spekulan pangan di dunia bahkan lintas negara dengan dimensi eksploitasi. Bahkan dalam pengembangan terakhir dikenal konflik berbasis peta, yaitu pangan energi tanah dan air yang telah melanda kawasan-kawasan, blok-blok dan kesatuan-kesatuan ekonomi di seluruh dunia. Jika kita cermati, lebih dari 50% produk bahan pangan, pakan ternak, maupun industri olahan pangan di Indonesia telah dikuasai oleh multinational company.
Dalam situasi pengelola konflik dengan dimensi pangan, energi, tanah, dan air dibutuhkan multi strategi penangkalan dengan pendekatan antisipasi, reflektif, dan aplikatif (ARA way) dengan model smart, yaitu spesifik, measurable, achievement, relevant, dan timeline sebagai basis kebijakan pengambilan keputusan (KPK). Contoh, wabah kulinerisasi melalui gerai-gerai swalayan, restoran fast food, yang berlangsung selama 24 jam tanpa henti adalah modus operandi dari smart attack di sektor food karena metabolisme tubuh manusia mengenal jam biologis yang sangat harus diperhatikan oleh manusia. Contohnya, insulin diproduksi oleh tubuh antara jam 6-8, antara jam 12-14, dan antara jam 18-20.
Jika manusia taat pada jam biologis, kehadiran serangan pintar melalui sajian makanan 24 jam berpotensi merusak metabolisme tubuh sehingga melahirkan penyakit degeneratif yang beridentifikasi HODA (Hipertensi, Obesitas, Diabetes, dan Alergi). Jika suatu bangsa kehilangan mendeteksi secara dini penyakit tidak menular tersebut, bangsa tersebut kehilangan sumber daya insani yang sehat dan saat itu terjadi, serangan pintar melalui food telah menancapkan kuku pengaruhnya untuk jangka waktu yang tidak dapat diperkirakan. Filsafat menyebutnya sebagai bencana karena ketiadaan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, serangan pintar melalui food adalah upaya sistematis, terukur, dan massif karena menjauhkan manusia dari ilmu pengetahuan.Inti modus operandi dari food adalah menghadirkan aktivitas hidup manusia tidak pro pada ilmu pengetahuan.
2. Fun
Sepertiga kehidupan manusia berkejaran dengan nilai-nilai kebahagiaan. Faktanya, mengejar kebahagiaan adalah pekerjaan peradaban yang tidak terbatas pada dimensi ruangan dan waktu. Siasat manusia mereplikasi kebahagiaan tergantung dari asumsi dan perspektif masing-masing manusia. Karena itu mendorong imitasi-imitasi perasaan telah dijadikan proyek keniscayaan dalam rangka menghancurkan peradaban. Contoh, konstruksi manusia senantiasa mencari titik keseimbangan.
Pada tataran operasional, jatuh bangunnya manusia mencapai keseimbangan sering dikapitalisasi oleh kelompok-kelompok hedonistik di seluruh dunia dengan bentuk pemijalan atau penggalan-penggalan budaya hedonis, materialistis dan budaya kenikmatan sesaat yang dipoles dengan keanegaragaman bentuk dan warna baik dalam motif virtual, kasat mata, maupun yang dapat digenggam secara siklikal. Contoh anatomi artifisial manusia (boneka-boneka seksua). Pada bangsa Indonesia, serangan pintar berbasis fun dimulai dari iming-iming tentang produk dengan strategi kampanye seperti diskon, promo, dan sebagainya yang sesungguhnya merupakan imitasi dari kesenangan. Produk yang dibeli sesungguhnya tidak memberikan kesenangan apa-apa. Ini dikenal dengan serangan material purchasing.
Peradaban belanja materi ini menjadi pijakan awal untuk mengurangi kapasitas akal sehat manusia agar berjarak dengan realitas dan objektivitas. Saat manusia kehilangan kesadaran tersebut, serangan pintar dengan nafas fun telah merajai aktivitas perilaku manusia sehingga menihilkan eksperiental puschasing yang semestinya belanja pengalaman tersebut menjadi puncak-puncak hidup manusia Indonesia.
3. Fashion
Transformasi masyarakat agraris ke industrialis melahirkan perubahan gaya hidup atau lifestyle yang cenderung mengabaikan kearifan lokal. Sebagaimana diketahui, ciri-ciri masyarakat industrialis adalah memproduksi barang secara massif, dikerjakan dengan teknologi yang optimal, sedikit sumber daya manusia tetapi memiliki citra yang berkualitas. Masyarakat industrialis ini karena sangat technology minded, mereka sangat mudah merespon perubahan gaya hidup atau fashion untuk tidak dikatakan ketinggalan jaman. Para produsen yang berkutat di dunia fashion management, melihat ciri masyarakat industrialis yang belum matang itu mudah terpiat dengan perubahan merek, tipe dan jenis barang meskipun bahan bakunya sama. Dari sisi ekonomi, dengan bahan baku yang sama, perubahan kemasan atau cover adalah ladang ekonomi yang menggiurkan sehingga muncul ideologi masyarakat industrialis yang belum matang adalah masyarakat fashion mania.
Indonesia adalah pasar empuk dari kesenjangan antara mayoritas masyarakat agraris dengan masyarakat industrialis yang belum matang sehingga terbentuk masyarakat paradoksal dengan realitas. Masyarakat paradoksal inilah penyebab budaya fashion ditelan mentah-menta oleh rakyat Indonesia. Pada jangka pendek, kerugian yang timbul adalah konsumerisme yang luar biasa dengan ciri konsumtif terhadap produk-produk baru yang dikeluarkan oleh para produsen meskipun dari sisi lifetime atau daya laku produk masih layak, tetapi masyarakat cepat beralih mengganti dengan produk yang baru.Contoh, gegap gempita budaya K-Pop, budaya animasi, budaya pagelaran busana, cumsumer good untuk lintas seksual, dan contoh-contoh fashion-fashion yang bergenre imitasi atau KW.