Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mewarisi Tradisi Menulis Ulama Terdahulu
Ulama-ulama terdahulu menjadikan menulis sebagai tradisi. Kitab atau buku-buku yang ditulis para ulama itu masih dapat dibaca hingga kini. Menulis jug
Ditulis oleh : FAM Indonesia
TRIBUNNERS - Ulama-ulama terdahulu menjadikan menulis sebagai tradisi. Kitab atau buku-buku yang ditulis para ulama itu masih dapat dibaca hingga kini. Menulis juga menjadi media dakwah untuk menyebar kebaikan.
“Kita berterima kasih kepada ulama-ulama terdahulu yang mewariskan banyak kitab dan buku. Buku-buku itu menambah ilmu pengetahuan kita, dan menginspirasi,” ujar Muhammad Subhan, Pegiat Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia di hadapan 200-an santri Pondok Pesantren Al-Ishlah, Sendangagung, Paciran, Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (5/3/2016).
Tim FAM Indonesia mengunjungi Pondok Pesantren Al-Ishlah Paciran dalam rangka memenuhi undangan FAM Cabang Lamongan sekaligus silaturahim dan memberikan seminar menulis bertajuk “Bikin Buku Itu Mudah”.
Tim FAM Indonesia disambut Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ishlah, KH Muhammad Dawam Saleh di komplek Pesantren Al-Ishlah.
Tim FAM Indonesia juga didampingi Fathur Rohim Syuhadi, Koordinator FAM Cabang Lamongan.
Pegiat FAM Indonesia Muhammad Subhan memuji dan memberikan apresiasi kepada Pesantren Al-Ishlah yang menjadikan menulis sebagai tradisi di pondok pesantren itu.
Hal tersebut dibuktikan dari produktivitas menulis Pimpinan Pesantren Al-Ishlah K.H Muhammad Dawam Saleh yang juga seorang penyair.
Beberapa bukunya beliau yang dihadiahkan kepada Tim FAM Indonesia di antaranya berjudul “Selembar Daun Guru Impian” (Kumpulan Puisi), “Pohon Tak Berkah” (Kumpulan Puisi), dan buku biografi "K.H. M. Dawam Saleh, Anak Sopir yang Mendirikan Pesantren”, yang ditulis A Rhaien Subakrun.
“Kiai Dawam memperpanjang shaf sastrawan yang berlatar belakang pesantren. Observasinya terhadap peristiwa di masyarakat terperinci. Satu persatu dikupas habis dengan kritis,” ujar Taufiq Ismail, Sastrawan Indonesia yang memberikan endorsement di sampul buku KH M Dawam Saleh, Anak Sopir yang Mendirikan Pesantren.
Bukan hanya pimpinan pesantren, tradisi menulis juga tumbuh di kalangan ustaz-ustazah dan santri di Pesantren Al-Ishlah. Salah seorang santriwati yang juga penulis muda di pesantren tersebut bernama Azizah Nur Laily Rachmawati.
Saat ini Azizah masih duduk di bangku kelas X. Salah satu buku kumpulan puisinya berjudul “The Road Not Taken”.
Pada kesempatan tersebut, Sekjen FAM Indonesia Aliya Nurlela memperkenalkan FAM Indonesia dan kegiatan-kegiatan literasi yang dilakukannya.
FAM Indonesia berdiri pada 2 Maret 2012 dan merupakan komunitas penulis nasional yang berpusat di Pare, dekat Kampung Inggris. Pada 2 Maret 2016 lalu, FAM Indonesia genap berusia empat tahun.
“Saat ini FAM Indonesia memiliki ribuan anggota yang terdiri dari kalangan pelajar, mahasiswa, guru, dosen maupun kalangan umum lainnya, baik di dalam dan di luar negeri,” kata Aliya Nurlela yang juga penulis novel “Senyum Gadis Bell’s Palsy”.
Sebagai tanda apresiasi FAM Indonesia kepada peserta Seminar Menulis Buku di Pesantren Al-Ishlah, Tim FAM Indonesia memberikan hadiah doorprize berupa buku-buku terbitan FAM Publishing, Divisi Penerbitan FAM Indonesia.
Santri yang mengikuti acara itu mengaku senang dan antusias, dan berharap di lain kesempatan Tim FAM Indonesia dapat berkunjung kembali ke Pesantren Al-Ishlah.