Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Penggunaan 100% Dana Desa untuk Infrastruktur Akan Menuai Masalah
Dana desa tahun 2016 tahap pertama sekitar Rp 28,2 triliun siap digelontorkan pemerintah pada tanggal 16 Maret mendatang. Presiden Joko Widodo memerin
“Di Permendesa itu disebutkan kalau dana desa tahun 2016 tidak 100% diprioritaskan untuk infrastruktur tapi juga untuk pemberdayaan masyarakat. Dari sini saja sudah terlihat kalau kebijakan itu menyalahi aturan,” kata Wargiyati.
Wargiyati menambahkan, kebijakan penggunaan dana desa 100% untuk infrastruktur juga dirasa memberatkan karena desa juga membutuhkan kebutuhan lain untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya seperti pendidikan dan kesehatan.
Ia juga mengatakan, kebijakan ini bisa menjadi boomerang tersendiri bagi desa-desa yang sudah maju.
"Tidak hanya itu, kalau bagi desa-desa yang sudah tidak membutuhkan infrastruktur tapi masih mengalokasikan untuk infrastruktur, nanti akan jadi temuan BPK," tutur Wargianti.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Lembaga Kerja Desa Indonesia (LAKERDIN) Purwoko mengungkapkan, kebijakan dana desa 100% untuk infrastruktur melawan perencanaan desa.
"Kebijakan itu melawan perencanaan desa karena pemerintahnya sudah melakukan perencanaan bahkan sebelum instruksi tersebut dikeluarkan. Perencanaan desa dimulai pada bulan Juni 2015 sementara pernyataan tersebut baru keluar pada bulan Desember," katanya.
Purwoko juga menyebutkan, walaupun desa secara hirarki berada di bawah “kekuasaan” pemerintah kabupaten, Undang-Undang Desa telah memberikan mereka kewenangan untuk melakukan perencanaan pembangunan sendiri.
“Walaupun Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menempatkan desa sebagai subordinat kabupaten, namun Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan desa telah memiliki kewenangan sepenuhnya dalam hal perencanaan,” ujar Purwoko.
Untuk itu, agar tidak terjadi inkonsistensi dalam implementasi Undang-Undang Desa, diperlukan perubahan di dalam Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional karena menurut Purwoko kedua undang-undang tersebut saling berintegrasi dalam konteks perencanaan.
Menanggapi kebijakan tersebut, Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan pemerintah desa dapat melapor kepada Ombudsman RI jika mereka merasa perintah presiden dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar terkait penggunaan 100% dana desa untuk pembangunan infrastruktur membatasi masyarakat desa untuk mendapatkan pelayanan publik yang mereka butuhkan.
Alamsyah mengaskan, pemerintah sebaiknya memberi ruang kepada desa untuk menjalankan kewenangannya.
“Berikan kebebasan, kalau desa membutuhkan dana lain di luar infrastruktur, silahkan. Kalau desa lain masih membutuhkan seperti yang di luar Pulau Jawa, silahkan gunakan 100% dana desa untuk infrastruktur. Kita kembali saja ke semangat Undang-Undang Desa yang memberikan kewenangan sepenuhnya ke desa," kata Alamsyah.