Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Surat Peringatan Penggusuran Pasar Ikan Dinilai Tergesa-gesa
Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) DPP PKS Fahmy Alaydroes menilai, surat peringatan penertiban Pasar Ikan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utar
Ditulis oleh : Humas DPP PKS
TRIBUNNERS - Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) DPP PKS Fahmy Alaydroes menilai, surat peringatan penertiban Pasar Ikan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara yang sangat tergesa-gesa.
"Surat peringatan Pertama yang dilayangkan tanggal 30 Maret lalu sangat tergesa-gesa disusul surat peringatan kedua dan ketiga yang berurutan dikeluarkan tanggal 6 April dan 9 April. Siapa yang sanggup mencari tempat tinggal baru secepat itu,” tanya Fahmy, di Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Fahmy menilai saat penggusuran dianggap selesai, maka sesungguhnya dampak sosialnya baru saja dimulai. Besok akan banyak disaksikan anak-anak yang tidak bersekolah, pengangguran-pengangguran baru, dan sangat mungkin rumah kumuh baru di titik yang lain.
“Kegagalan komunikasi pemerintah dengan rakyat yang dipimpinnya akan meninggalkan bekas yang dalam dan tidak akan selesai dalam hitungan bulan bahkan tahun. Akhirnya tergores luka yang membekas di hati mereka yang tergusur. Sedemikian kejamnya pemerintah terhadap rakyatnya sendiri. Luka sosial yang tak mudah tersembuhkan ini akan terus terbawa sampai ke generasi berikutnya. Bahwa mereka telah diusir dari tempat tinggal mereka, dengan cara yang kasar oleh pemimpin mereka sendiri bukan oleh pihak lain,” katanya.
Secara umum, katanya,penggusuran pasar ikan atas nama pembangunan (kawasan wisata bahari) tidak dapat dibenarkan karena pembangunan itu seharusnya dinikmati oleh segenap warga DKI bukan menggusur warga kecil atau miskin dan memfasilitasi warga the have (mampu) dengan dalih pengembangan wisata dan pembangunan plaza.
“Jelas bahwa akses ke wilayah tersebut akan diutamakan untuk kelas menengah ke atas. Dan masyarakat miskin akan semakin termarginalkan,” ucapnya.
Kedua, kata Fahmy, fakta yang ada semakin menegaskan bahwa Jakarta adalah milik orang kaya, Jakarta bukan tempat bagi warga miskin.
Sehingga memosisikan warga miskin atau penduduk asli wilayah pasar ikan sebagai warga negara kelas dua. Fahmy menilai hal ini jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45.
“Pembangunan sudah seharusnya memberikan dampak positif kepada warga berupa peningkatan kesejahteraan dan jaminan terpenuhinya hak-hak sebagai warga negara yang bermartabat,” ujar Fahmy.
Ketiga, lanjutnya, pembangunan yang berkeadilan harus lebih dikedepankan sebagai solusi. Hal ini dapat tercapai bila masyarakat miskin atau warga setempat dijadikan stakeholders dan dikonsultasikan secara aktif untuk pengembangan wilayah.
“Sehingga warga akan mendapatkan benefit dari pembangunan yang akan dilaksanakan dan bukan digusur secara paksa yang akhirnya penikmat pembagunan tersebut adalah bukan warga setempat,” pungkasnya.