Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
LHP BPK RI isa Menjadi Objek Gugatan karena Isinya Menyesatkan Publik
KPK bisa saja mengabaikan LHP BPK RI karena KPK berbeda penilaian dan pendapat dengan LHP BPK RI terkait dugaan korupsi dalam pembelian lahan
Editor: Gusti Sawabi
Oleh: PETRUS SELESTINUS, ADVOKAT PERADI & KOORDINATOR TPDI
Masyarakat atau Pemda DKI Jakarta dapat melakukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap BPK RI terkait Laporan Hasil Pemeriksaan/LHP-BPK-RI dalam pembelian lahan RS. Sumber Waras, apabila opini, kesimpulan dan rekomendasi yang dituangkan di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan/LHP BPK RI tentang pembelian lahan RS. Sumber Waras tidak sinkron dengan temuan fakta-fakta hukum hasil pemeriksaan.
Menurut UU BPK RI bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan/LHP adalah akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam LHP sebagai Keputusan BPK.
Karena itu LHP BPK RI harus benar-benar berisi pernyataan yang profesional dari pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang tidak boleh menyesatkan siapapun, apalagi kalau LHP itu dibuat berdasarkan pesanan pihak-pihak tertentu dengan motif politik, ekonomi dan/atau KKN untuk mengkriminalisasi seseorang yang jelas-jelas di luar tujuan dilakukan Audit menurut UU.
Dalam banyak kasus, kita sering menemukan LHP BPK RI, yang patut diduga sebagai rekayasa, karena antara temuan penyimpangan, opini dan kesimpulan serta rekomendasinya tidak sinkron. Kadang-kadang temuan penyimpangannya mencengangkan, opini dan kesimpulannya mengerikan, akan tetapi rekomendasinya loyo.
Atau sebaliknya temuan dan opini serta kesimpulannya biasa-biasa saja, akan tetapi rekomendasinya meminta agar pejabat ybs. diproses pidana oleh KPK, Kejaksaan atau Polri. Ini mengindikasikan bahwa para Auditor BPK RI tidak bekerja secara independen, obyektif dan profesional, dalam menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, kepatuhan dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab atas keuangan negara.
Dalam situasi dimana KKN di kalangan Penyelenggara Negara terjadi secara masif, terutama Penyelenggara Negara yang memiliki jabatan strategis atau jabatan yang rawan KKN, maka BPK RI, harus dipandang sebagai sebuah institusi dengan pejabat-pejabat yang memiliki jabatan yang rawan KKN, sehingga dengan demikian dalam menyusun sebuah LHP, patut diduga terjadi manipulasi data/informasi dalam memberikan penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas dan keandalan data/informasi tentang pengelolaan dan tanggung jawab atas keuangan negara.
Dengan demikian seseorang akan dengan sangat mudah dikriminalisasi atau dipolitisasi haknya untuk mendapatkan keadilan yang diawali dari penyesatan terhadap LHP BPK RI, dan dengan mudah aparat penegak hukum akan menjadikan LHP sebagai salah satu bukti permulaan untuk menaikan status pemeriksaan dari penyelidikan ke penyidikan dan memberi status tersangka kepada seseorang. Dalam kasus pembelian lahan RS. Sumber Waras, LHP BPK RI sudah ditangan KPK bahkan menjadi salah satu alat bukti bagi KPK dalam melakukan penyelidikan.
Publik berharap agar KPK tetap menjaga independensi dan netralitasnya dalam melihat LHP BPK RI dimaksud, sebagaimana KPK pernah menyatakan penilaian atau pendapatnya bahwa dalam kasus pembelian lahan RS. Sumber Waras, belum ada kerugian negara dan tidak adanya niat Gubernur DKI Jakarta untuk melakukan kejahatan korupsi.
Dalam posisi seperti itu, maka KPK bisa saja mengabaikan LHP BPK RI karena KPK berbeda penilaian dan pendapat dengan LHP BPK RI terkait dugaan korupsi dalam pembelian lahan RS. Sumber Waras.
Di sini sesungguhnya opini, kesimpulan dan rekomendasi BPK RI tentang telah ada kerugian negara akibat adanya pelanggaran hukum dalam jual beli lahan RS. Sumber Waras dapat dikesampingkan oleh KPK, karena bisa saja meskipun menurut KPK telah ada pelanggaran hukum, tetapi tidak ada kerugian negara atau sebaliknya ada kerugian negara tetapi tidak ada pelanggaran hukum, sehingga penyelidikan kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS. Sumber Waras wajib dihetikan penyelidikannya berdasarkan kewenangan KPK menurut ketentuan pasal 44 UU KPK.
Selain terdapat mekanisme penghentian penyelidikan, maka KPK juga masih memiliki satu kewenangan lain yaitu mengalihkan penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK kepada Jaksa Pengacara Negara atau kepada Pemda DKI Jakarta untuk menempuh proses gugatan perdata manakala Pemda DKI Jakarta merasa dirugikan dalam jual beli lahan RS. Sumber Waras ini.
Mekanisme hukum seperti ini telah dianut oleh UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana hal itu diatur di dalam pasal 32 yang berbunyi : "dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa salah satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk mengajukan gugatan perdata atau kepada instansi yang dirugikan untuk melakukan gugatan perdata" berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata.
Di sini KPK harus menjadi filter terakhir untuk menangkal seluruh upaya pihak-pihak tertentu yang mencoba memperalat LHP BPK RI sebagai senjata untuk mengkriminalisasi atau mempolitisasi seseorang.
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)