Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mengoptimalkan Pengelolaan Benda Sitaan
Maraknya pemberitaan di berbagai media, medio April 2016 lalu, terkait terbengkalainya benda sitaan dan barang rampasan yang dititipkan di Rumah Penyi
Secara juridis, Rupbasan lahir semenjak diundangkannya KUHAP dan di tahun 2016 ini usianya mencapai tahun ke 35.
Namun, pada prakteknya Rupbasan terkesan diabaikan dan ditinggal dalam proses penyimpanan benda sitaan.
Dan secara de Jure, Rupbasan hanya ditugasi sebagai tempat penyimpanan benda sitaan dan bukan sebagai pengelola administrasi barang bukti, sehingga Rupbasan lebih bersifat pasif menunggu dititipkan oleh penegak hukum.
Selain itu, perencanaan pembangunan gedung Rupbasan yang tidak bersinergi dengan pembangunan gedung kantor pengadilan atau kejaksaan memberikan dampak lainnya.
Keberadaan Rupbasan yang jauh dari kedua kantor tersebut akan menyulitkan penuntut umum ketika akan membawa benda sitaan sebagai barang bukti ke pengadilan.
Maka, apabila Rupbasan ingin diberdayakan, saran saya agar Rupbasan dibentuk dibawah pengadilan atau kejaksaan semata-mata untuk menjamin untuk efektivitas dan efisiensi penegakan hukum yang sesuai dengan prinsip dalam KUHAP dan kewenangannya pun meliputi pengelolaan administrasi barang bukti sehingga Rupbasan akan berperan seperti Marshall Service di Amerika Serikat.
Dan Penuntut Umum dapat fokus pada pembuktian substansi perkaranya di persidangan.
Pemberdayaan Rupbasan secara tambal sulam melalui Perpres dengan kewenangan dan kedudukannya masih sama seperti saat ini, akan memperpanjang kegagalan Rupbasan dalam menerima titipan benda sitaan.
Rupbasan saat ini bisa dikatakan belum berhasil dalam mencapai cita-cita pembuat undang-undang yaitu untuk menjadi satu-satunya tempat penyimpanan segala macam benda sitaan yang diperlukan sebagai barang bukti dalam proses peradilan.
Melihat kondisi yang demikian, maka tindakan memaksakan kehendak untuk mewujudkan cita-cita tersebut, namun dengan kekedudukan dan kewenangan yang sama, maka akan banyak memakan biaya negara, seperti banyak membangun gedung Rupbasan dan meningkatkan biaya operasional serta SDM-nya.
Itu semua membuat terjadinya beberapa hal yang tidak efektif dan efisien. Padahal negara bisa menghemat pengeluaran apabila menerapkan secara optimal Pasal 45 KUHAP.
Sebenarnya terdapat dua poin penting dalam pasal 45 KUHAP. Pertama, benda sitaan yang terdiri atas benda yang lekas rusak atau membahayakan sehingga tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut dapat menjadi terlalu tinggi maka atas persetujuan tersangka dapat dijual lelang atau dimusnahkan.
Kedua, benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, namun tidak termasuk dalam poin 1, maka benda tersebut dapat dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.
Seharusnya dengan adanya Pasal 45 KUHAP tersebut, permasalahan menumpuknya barang rampasan dan barang sitaan di Rupbasan dan di tempat lainnya tidak terjadi.