Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Mengoptimalkan Pengelolaan Benda Sitaan

Maraknya pemberitaan di berbagai media, medio April 2016 lalu, terkait terbengkalainya benda sitaan dan barang rampasan yang dititipkan di Rumah Penyi

zoom-in Mengoptimalkan Pengelolaan Benda Sitaan
Warta Kota/Henry Lopulalan
BARANG SITAAN - Lima belas sepeda motor dari berbagai jenis yang terkait kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar di dalam truk di Kompleks Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2014). Sebanyak 31 sepeda motor terkait kasus tersebut dipindahkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) karena keterbatasan lahan KPK. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

Ditulis oleh : Dr Reda Manthovani SH LLM. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pancasila.

TRIBUNNERS - Maraknya pemberitaan di berbagai media, medio April 2016 lalu, terkait terbengkalainya benda sitaan dan barang rampasan yang dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) terbilang cukup mengkhawatirkan para penegak hukum.

Apalagi hal tersebut terjadi ketika direktur rupbasan Kemenkumham melakukan kunjungan kerja pada beberapa Rupbasan dan ternyata menemukan terbengkalainya benda sitaan dan barang rampasan tersebut. Masalah laten yang tak kunjung selesai.

Merujuk pada Pasal 1 butir 4 PP No 27/1983, diketahui bahwa benda sitaan adalah benda yang disita oleh penyidik, penuntut umum atau pejabat yang karena jabatannya mempunyai wewenang untuk menyita barang guna keperluan barang bukti dalam proses peradilan.

Karena itu, benda sitaan tersebut merupakan barang bukti dan apabila telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka tindakan selanjutnya adalah eksekusi. Apapun dan bagaimana pun caranya.  

Adapun cara eksekusi yang dapat dilakukan atas benda sitaan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, beberapa di antaranya adalah dengan cara dimusnahkan, dibakar sampai habis, ditenggelamkan ke dasar laut sehingga tidak bisa diambil lagi, ditanam di dalam tanah, dirusakan sampai tidak dapat dipergunakan lagi,  dilelang untuk negara, diserahkan kepada instansi yang ditetapkan untuk dimanfaatkan, dan disimpan di Rupbasan untuk barang bukti dalam perkara lain.

Dalam bagian terakhir, yakni berdasarkan Pasal 44 ayat (1) KUHAP, disebutkan bahwa benda sitaan dapat disimpan dalam Rupbasan.

Berita Rekomendasi

Rupbasan adalah satu-satunya tempat penyimpanan segala macam benda sitaan yang diperlukan sebagai barang bukti dalam proses peradilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim.

Benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga. 

Gagasan dasar tentang amanah undang-undang untuk membentuk lembaga Rupbasan sebenarnya sangat baik, yaitu agar benda sitaan agar tetap terpelihara dalam satu kesatuan unit.

Kebijakan ini akan memudahkan dalam pemeliharaan oleh pejabat tertentu yang bertanggung jawab secara fisik terhadap benda sitaan tersebut.

Sehingga dengan pengelolaan dan pemeliharaan oleh Rupbasan, kondisi atau keadaan benda sitaan itu diharapkan tetap utuh dan sama seperti pada saat benda itu disita.

Namun pembuat undang-undang juga menyadari bahwa untuk mewujudkan terbentuknya Rupbasan memerlukan waktu yang cukup lama.

Maka dalam penjelasan Pasal 44 Ayat (1) KUHAP itu disebutkan bahwa selama belum ada Rupbasan ditempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di Kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor Kejaksaan Negeri dan Kantor Pengadilan Negeri, di bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa dapat ditempatkan pada penyimpanan lain atau tetap ditempat semula benda sitaan itu berada.

Secara juridis, Rupbasan lahir semenjak diundangkannya KUHAP dan di tahun 2016 ini usianya mencapai tahun ke 35.

Namun, pada prakteknya Rupbasan terkesan diabaikan dan ditinggal dalam proses penyimpanan benda sitaan.

Dan secara de Jure, Rupbasan hanya ditugasi sebagai tempat penyimpanan benda sitaan dan bukan sebagai pengelola administrasi barang bukti, sehingga Rupbasan lebih bersifat pasif menunggu dititipkan oleh penegak hukum.

Selain itu, perencanaan pembangunan gedung Rupbasan yang tidak bersinergi dengan pembangunan gedung kantor pengadilan atau kejaksaan memberikan dampak lainnya.

Keberadaan Rupbasan yang jauh dari kedua kantor tersebut akan menyulitkan penuntut umum ketika akan membawa benda sitaan sebagai barang bukti ke pengadilan.

Maka, apabila Rupbasan ingin diberdayakan, saran saya agar Rupbasan dibentuk dibawah pengadilan atau kejaksaan semata-mata untuk menjamin untuk efektivitas dan efisiensi penegakan hukum yang sesuai dengan prinsip dalam KUHAP dan kewenangannya pun meliputi pengelolaan administrasi barang bukti sehingga Rupbasan akan berperan seperti Marshall Service di Amerika Serikat.

Dan Penuntut Umum dapat fokus pada pembuktian substansi perkaranya di persidangan.

Pemberdayaan Rupbasan secara tambal sulam melalui Perpres dengan kewenangan dan kedudukannya masih sama seperti saat ini, akan memperpanjang kegagalan Rupbasan dalam menerima titipan benda sitaan.

Rupbasan saat ini bisa dikatakan belum berhasil dalam mencapai cita-cita pembuat undang-undang yaitu untuk menjadi satu-satunya tempat penyimpanan segala macam benda sitaan yang diperlukan sebagai barang bukti dalam proses peradilan.

Melihat kondisi yang demikian, maka tindakan memaksakan kehendak untuk mewujudkan cita-cita tersebut, namun dengan kekedudukan dan kewenangan yang sama, maka akan banyak memakan biaya negara, seperti banyak membangun gedung Rupbasan dan meningkatkan biaya operasional serta SDM-nya.

Itu semua membuat terjadinya beberapa hal yang tidak efektif dan efisien. Padahal negara bisa menghemat pengeluaran apabila menerapkan secara optimal Pasal 45 KUHAP.

Sebenarnya terdapat dua poin penting dalam pasal 45 KUHAP. Pertama, benda sitaan yang terdiri atas benda yang lekas rusak atau membahayakan sehingga tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut dapat menjadi terlalu tinggi maka atas persetujuan tersangka dapat dijual lelang atau dimusnahkan.

Kedua, benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, namun tidak termasuk dalam poin 1, maka benda tersebut dapat dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.

Seharusnya dengan adanya Pasal 45 KUHAP tersebut, permasalahan menumpuknya barang rampasan dan barang sitaan di Rupbasan dan di tempat lainnya tidak terjadi.

Dalam permasalahan ini, yakni kurangnya penerapan Pasal 45 KUHAP, saya melihat bahwa letak kelemahan itu berada di pihak penuntut umum.

Dalam hal ini, penuntut umum sebagai dominis litis (pengendali penuntutan perkara) belum berperan aktif dan jeli dalam melihat dan menggunakan kewenangan yang diberikan undang-undang maupun peraturan internal kejaksaan dalam meminimalisir penumpukan benda sitaan sebagai barang bukti di Rupbasan.

Lalu bagaimana seharusnya tindakan penuntut umum dalam menerima dan mempelajari berkas perkara dari penyidik yang terkait dengan benda sitaan? 

Penuntut Umum harus dapat mengelompokkan secara cermat status benda sitaan menjadi tiga kelompok besar, seperti benda sitaan sebagai alat kejahatan, hasil kejahatan atau objek kejahatan.

Benda sitaan sebagai alat kejahatan (tools of crime), misalnya, narkotika dan alat pengangkutnya. Benda sitaan sebagai hasil kejahatan (proceeds of crimes), misalnya, rumah/tanah/kendaraan dan sebagainya.

Serta benda sitaan hasil keuntungan dari kejahatan dan benda sitaan sebagai objek kejahatan (object of crimes), misalnya, motor/mobil curian atau motor/mobil dalam kecelakaan lalu lintas. 

Inventarisasi dan pengelompokkan benda sitaan sebagai barang bukti perlu dilakukan dalam rangka memudahkan institusi penuntut umum seperti kejaksaan untuk melakukan optimalisasi penerapan Pasal 45 KUHAP dalam hal tindakan pelelangan, pemusnahan atau pemanfaatan serta penyelesaian tunggakan eksekusi barang bukti yang telah memiliki putusan inkracht.

Upaya Kejaksaan dalam melakukan optimalisasi penerapan Pasal 45 KUHAP ini dipermudah pelaksanaannya dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 03/PMK.06/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang pengelolaan barang milik negara yang berasal dari barang rampasan negara dan barang gratifikasi.

Adapun tugas dan wewenang kejaksaan dalam Permenkeudi atas adalah sebagai berikut.

Pertama, melakukan penatausahaan terhadap barang rampasan negara. Kedua, menguasakan kepada Kantor Pelayananan untuk melakukan penjualan secara lelang barang rampasan negara dalam waktu tiga bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan, yang hasilnya disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak, yakni berupa penerimaan umum pada kejaksaan.

Ketiga, melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik  dan pengamanan hukum terhadap Barang Rampasan Negara yang berada dalam penguasaannya.

Keempat, mengajukan usul penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan kepada menteri atau kepada pejabat yang menerima pelimpahan wewenang menteri sesuai batas kewenangan.

Keterangannya adalah direktur jenderal atas nama menteri melimpahkan sebagian wewenangnya kepada kepala kantor wilayah dan kepala kantor pelayanan untuk menandatangani surat atau keputusan menteri dalam rangka penetapan status penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan, pemusnahan atau penghapusan barang rampasan negara.

Pelimpahan wewenang itu dilakukan dengan ketentuan untuk barang rampasan negara dengan indikasi nilai di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 1 milyar yang didelegasikan kepada Kepala kantor wilayah.

Sementara barang rampasan negara dengan indikasi nilai sampai dengan Rp 500 juta didelegasikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.

Dengan demikian, upaya efisiensi pengelolaan barang bukti dapat dilakukan sesegera mungkin tanpa perlu banyak menambah beban terhadap anggaran negara untuk mengelolanya, yaitu dengan menambah atau memperluas gedung Rupbasan dan dengan penambahan SDM-nya.

Namun, cukup hanya menambah biaya operasional yang diperlukan, baik untuk mengoptimalkan kegiatan penjualan lelang atau pemusnahan benda sitaan berdasarkan Pasal 45 KUHAP, serta dengan biaya operasional pemeliharaan benda sitaan di Rupbasan saja.

Sedangkan penyelesaian benda sitaan yang menumpuk padahal telah memiliki putusan inkracht, maka kejaksaan harus segera menginventarisir dan menyelesaikan tumpukan permasalahan tersebut dengan percepatan melakukan jual lelang atau pemusnahan, dan atau pemanfaatannya digunakan oleh institusi pemerintah yang memerlukan.

Demikian sedikit upaya saya dalam mencari solusi dari berbagai permasalahan mengenai Rupbasan. Semoga membantu.  

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas