Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Usung Calon Independen Bukti Kegagalan Kaderisasi Parpol
Secara yuridis tidak ada larangan bagi parpol yang mendukung calon independen. Namun, ada beberapa hal yang menjadi perhatian KIPP Indonesia untuk per
Ditulis oleh : Andrian Habibie Kordinator Kajian KIPP Indonesia
TRIBUNNERS - Secara yuridis tidak ada larangan bagi parpol yang mendukung calon independen. Namun, ada beberapa hal yang menjadi perhatian KIPP Indonesia untuk persoalan ini.
Hal pertama jelas menunjukkan kegagalan fungsi parpol yakni kaderisasi, dan dalam rekrutmen kadernya.
Pertanyaan yang muncul atas fenomena dukungan parpol kepada pasangan independen boleh mencantumkan logo-logo di pendaftaran calon.
Kedua, Lantas apa fungsinya Pasal 40 UU No. 8/2015 tentang Pilkada menegaskan bahwa parpol atau gabungan parpol dapat mengusung pasangan calon gubernur, bupati dan walikota yang memenuhi syarat minimal 20% kursi di DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara dalam pemilu DPRD.
Sementara pasal 41 jelas menunjukkan bahwa calon perseorangan ketentuan syarat persentasi sesuai jumlah penduduk.
Dukungan untuk calon perseorangan gubernur dan bupati dan walikota ditunjukkan dengan fotokopi E-KTP, kartu keluarga, paspor dan atau identitas lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bila merujuk UU Pilkada, pasal 40 dan 41 UU No 8 /2015 tentang Pilkada hanya dengan dua cara mengusung calon kepala daerah yaitu melalui parpol atau gabungan parpol dan calon perseorangan atau dikenal dengan calon independen.
Dilematis politik saat ini adalah bagaimana ketentuan pasangan calon perseorangan yang didukung penuh oleh parpol atau gabungan parpol. Bukankah berarti calon tersebut sama saja dengan pasangan calon yang diusung oleh parpol atau gabungan parpol?
Hal ini terkait dukungan Partai Nasdem, Hanura, PSI kepada Ahok bahkan sebelum proses pendaftaran pasangan calon Gubernur DKI Jakarta.
KIPP Indonesia menilai UU Pilkada sangat rapuh dengan ketegasan yang harus dipatuhi oleh penyelenggara dan peserta Pilkada.
Oleh karena itu, KIPP Indonesia berpendapat bahwa hal ini sebagai berikut. Pertama, apakah parpol yang mendukung calon independen boleh berkampanye, mengkampanyekan calon indipenden tersebut, misal rapat umum dan rapat terbatas calon perseorangan yang melibatkan jurkam dari parpol pendukung perseorangan, pemasangan baliho ada logo parpol-parpol, poster-poster dan sarana kampanye lain untuk mensosialiasikan calon indipenden tersebut.
Pertanyaan ini muncul oleh karena selaras dengan pasal tentang dana kampanye dalam UU Pilkada, khususnya pasal 74 ayat (3), yang menyebut, “Parpol atau gabungan parpol yang mengusulkan pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana kampanye atas nama pasangan calon dan didaftarkan kepada KPU provinsi atau KPU kab/kota.”
Sementara di sisi lain Pasal 40 UU No 8/2015 tentang Pilkada menegaskan yang memenuhi syarat minimal 20% kursi di DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan bahwa parpol atau gabungan parpol dapat mengusung pasangan calon gubernur, bupati dan walikota suara dalam pemilu DPRD.
Hal ini menunjukkan kontradiksi dan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu revisi UU Pilkada ke depan jangan sampai bias.
Kedua, Kita ketahui bahwa dalam naskah atau draft revisi UU Pilkada bahwa, khususnya pasal 40 ayat (5) menyatakan bahwa dalam hal parpol dan gabungan parpol memneuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1), (2) dan (3) tidak mengusungkan pasangan calon, parpol atau gabungan parpo tersebut tidak boleh mengusung paslon tidak boleh mengusulkan paslon pada pemilihan berikutnya.
Artinya parpol-parpol yang mendukung calon independen, jika berkoalisi dengan parpol lain bisa memenuhi persyaratan pengajuan calon.
Ketiga, disarankan revisi UU No 8/2015 harus memuat pasal terkait pasangan calon perseorangan dengan dukungan parpol.