Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kapolri Terpilih Harus Kembalikan Sengketa Pers ke Tempatnya
Kami mengapresiasi Presiden Joko Widodo yang telah menetapkan Komjen (Pol) Drs HM Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri untuk menggantikan Jen
Ditulis oleh : LBH Pers
TRIBUNNERS - Kami mengapresiasi Presiden Joko Widodo yang telah menetapkan Komjen (Pol) Drs HM Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri untuk menggantikan Jend (Pol) Badrodin Haiti yang akan memasuki pensiun.
Sebagai orang yang akan mengemban tugas Kapolri Komjen (Pol) Drs HM Tito Karnavian diharapkan memiliki terobosan-terobosan untuk menjawab berbagai macam tantangan yang perlu dilakukan agar Kepolisian RI semakin profesional dan dicintai masyarakat.
Lembaga bantuan Hukum Pers, yang melakukan kerja-kerja dalam pembelaan kebebasan pers dan kebebasan berekpresi setidaknya mencatat ada 47 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada tahun 2015 dan ditambah 10 kasus pada 2016, tentu saja angka ini tidak mutlak karena tidak menutup kemungkinan kekerasan yang tidak terekpos melebihi jumlah ini.
Dari segi aktor dari kekerasan terhadap jurnalis, Kepolisian masih yang paling banyak melakukan, hal ini memang terlihat beberapa data yang kami himpun.
Dalam rangka uji kelayakan calon Kapolri baru, kami Lembaga Bantuan Hukum Pers mengingatkan tugas dan pekerjaan rumah (PR) Kapolri dalam memberikan keadilan bagi insan pers.
Kembalikan Kasus Kriminalisasi Insan Pers pada Sengketa Pers di Dewan Pers
Dilain sisi, pihak kepolsian juga kerap kali membuat “ngambang” kasus yang terkait pers.
Seperti kasus Pimred Jakarta Post, Tempo Rekening Gendut Polisi dan beberapa kasus kriminalisasi narasumber yang dilaporkan akibat menjadi salah satu narasumber media massa.
Proses yang panjang ini membuat hak atas keadilan dan kepastian hukum para insan pers terhambat.
Sementara itu seharusnya pihak kepolisian lebih mendahulukan sengketa pers di Dewan Pers sesuai dengan amanat UU Pers dan Mou antara Kepolisian dan Dewan Pers. Sehingga sudah sepatutnyalah Polri menghentikan penyidikan dan memberikannya kepada yang berwenang yaitu Dewan Pers.
Polri Harus Patuhi MoU antara Polri dengan Dewan Pers
Kepolisian harus mematuhi dan merujuk MoU nomor 01/DP/MoU/II/2012 antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negera Republik Indonesia tentang Koordinasi Dalam Penegakkan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers dalam menangani laporan atas pemberitaan dan melimpahkan kasus ini kepada Dewan Pers.
Ditegakkannya UU Pers dan MoU antara Kepolisian dengan Dewan Pers merupakan suatu keharusan demi menjaga kemerdekaan pers dalam memenuhi hak atas informasi masyarakat, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, menghormati kebhinekaan dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Hapus Impunitas dan Tuntaskan kasus Pembunuhan Jurnalis
Selain dari kasus-kasus kriminalisasi insan pers di atas, Polri juga masih memiliki PR terkait belum tuntasnya kasus-kasus pembunuhan jurnalis. Sejak tahun 1996, setidaknya ada 9 kasus pembunuhan jurnalis yang sampai saat ini belum diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia.
Mereka adalah Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin 1996, journalis Bernas Yogyakarta 1997, Naimullah journalis Sinar Pagi 1999, Agus Mulyawan journalis Asia Press 1999, Muhammad Jamaluddin Kameramen TVRI 2003, Ersa Siregar journalis RCTI 2003, Herliyanto freelance journalist 2006, Adriansyah Matra'i Wibisono Jurnalis lokal TV di Merauke Papua 2010, Ridwan Salamun journalis Sun TV and Alfred Mirulewan dari tabloid Pelangi 2010.
Hal ini sangat ironis apabila saat Indonesia menjadi tuan rumah acara World Press Freedom Day pada tahun 2017 belum terselesaikan.