Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Sumber Daya Alam Indonesia Sebaiknya Diolah di Dalam Negeri Sebelum Diekspor

semua sumber daya alam (SDA) yang ada di Indonesia diolah di dalam negeri terlebih dahulu sebelum diekspor.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Sumber Daya Alam Indonesia Sebaiknya Diolah di Dalam Negeri Sebelum Diekspor
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pengunjung melintas di depan spanduk saat berlangsungnya Pameran dan Konvensi Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Kamis (26/5/2016). Konvensi dan pameran migas terbesar di Asia Tenggara yang mengusung tema Shifting Paradigms in Indonesia, Supplying Energy in the New Reality tersebut diikuti oleh sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang energi dan sumber daya mineral dan akan berlangsung hingga Jumat (27/5/2016). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNERS - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN ) mengharapkan agar semua sumber daya alam (SDA) yang ada di Indonesia diolah di dalam negeri terlebih dahulu sebelum diekspor.

Penyataan tersebut disampaikan Ketua KEIN, Soetrisno Bachir saat membuka Focuss Group Discussion (FGD) Pokja Energi KEIN bersama Asosiasi Pertambangan Indonesia dalam rangka terkait penyusunan roadmap industrialisasi pertambangan Indonesia.

“Permintaan Presiden Joko Widodo kepada KEIN adalah bagaimana semua bahan sumber daya alam ini harus diolah di dalam negeri, lalu kemudian baru kita eskpor atau kita gunakan lagi di dalam negeri,” kata Soetrisno Bachir di Ruang Rapat Menko Perekonomian, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (21/6/2016).

Soetrisno mengungkapkan, dirinya mendengar dari tokoh-tokoh masyarakat serta para elit yang menyebutkan bahwa Indonesia gagal menyejahterakan rakyatnya setelah mengekploitasi sumber daya alam.

“Mulai dari batubara, minyak dan terakhir mineral. Dan mineral ini dianggap juga yang membuat malapetaka bagi bangsa kita,” kata Soetrisno dalam siaran persnya kepada media, Kamis, 23 Juni 2016 di Jakarta.

Oleh sebab itu, lanjut dia, kita harus jawab dengan sebuah solusi-solusi Tentu terkait dengan hal ini,ada komunitas yang tidak mungkin atau tidak ekonomis kalau itu diproses terlebih dahulu di dalam negeri.

“Itu yang diinginkan oleh Presiden Jokowi, sehingga jika ada keberatan-keberatan nanti bisa kita diskusikan. Misalnya, beberapa waktu lalu kita kedatangan dua pemangku kebijakan, yang satu minta nikel ini tetap di ekspor, yang satu lagi minta ekspor jangan dieskpor. Karena menurunya ini sudah baggus, sebab Indonesia sudah membuat pabrik-pabriknya,” katanya menjelaskan.

Berita Rekomendasi

Meski demikian, tetap saja banyak ekonom yang tidak setuju, sebab alasan mereka pabriknya belum bisa menyerap nikel-nikel yang ada. Sehingga hal itu bisa menurunkan devisa negara.

“Kita harus melihat visinya Pak Jokowi, karena selama ini kita melihat hanya mengekploitasi dan tanpa audit value, jadi yang untung hanya segelintir orang saja. Tapi masyarakat, khususnya di daerah tersebut yang tidak sejahtera,” ujar Soetrisno.

Pihaknya juga mengajak kepada peserta FGD untuk terbuka, karena KEIN ini bukan eskekutor, melainkan untuk menjadi mata dan telinga Presiden dalam bidang ekonomi dan industri nasional.

Tugas KEIN yaitu, pertama, membuat kajian strategis di bidang industri; kedua, menyampaikan masukan kepada presiden yang bisa dieksekusi dan bukan sesuatu yang sifatnya terlalu makro, dan ketiga, membuat roadmap industrialisasi Indonesia hingga 2045.

Asosiasi Pertambangan Dukung Pemerintah

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) Ido Hutabarat mengatakan, pihak pengusaha pertambangan sangat mendukung upaya pemerintah, karena bagaimanapun mereka merasa tanpa dukungan pemerintah sama saja pekerjaan mereka tidak akan bisa berjalan.

"Oleh sebab itu kami mengambil jalan tengah bagaimana agar bisa menyelesaikan problem-problem ini," kata Ido Hutabart.

Ido mengatakan, untuk KK dan PKP2B akan ada habis masa berlakunya di tahun 2020 paling cepat.

Ia juga menyebutkan, di dalam perjanjian tersebut ada opsi memperpanjang 2 kali per- 10 tahun, tapi nyatanya pemerintah telah menerbitkan UU no. 4 tahun 2009 mengenai peraturan pemerintah bahwa semuanya akan menjadi IP atau IPK.

Ia menambahkan, PKP2B di batu bara jelas akan banyak digunakan dalam kebutuhan domestik mulai 10.000mw-35.000mw itu di dalam 5-10 tahun mendatang.

"Hal ini karena perusahaan batu bara akan menjadi partner bagi perusahaan PLN untuk menyuplai energi di dalam negeri, sehingga untuk PKP2B kepastian untuk meneruskan pekerjaan pertambangannya akan sangat urgent," pungkasnya.

PENGIRIM: Tim Media Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas