Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
NasDem Kecam Keputusan Pemerintah Terkait Pilkada
NasDem mengecam keputusan Pemerintah yang memperbolehkan terpidana hukuman percobaan mengikuti pilkada serentak 2017.
Ditulis oleh : Fraksi Nasdem
TRIBUNNERS - NasDem mengecam keputusan Pemerintah yang memperbolehkan terpidana hukuman percobaan mengikuti pilkada serentak 2017.
Anggota Komisi II dari Fraksi NasDem Luthfi A Mutty berujar bahwa Pemerintah tidak bisa sembarangan dalam memandang persoalan hukum.
Ada norma-norma tertentu yang tidak bisa ditabrak oleh kepentingan pilkada, termasuk memperbolehkan terpidana hukuman percobaan.
Ia menjelaskan, tidak bisa semua jenis hukuman bisa diberikan hak istimewa (privilese) untuk ikut pilkada.
Luthfi berpandangan, kasus korupsi, narkoba dan terorisme, harusnya secara otomatis tidak memasuki kualifikasi pencalonan di pilkada.
"Harus dilihat dulu jenis pidananya, jangan serampangan membuat peraturan KPU. Karena ini menyangkut kredibilitas calon pejabat publik,” katanya, Selasa (30/8/2016).
NasDem sejak awal tidak menoleransi ketiga jenis tindak pidana tersebut. Korupsi, terorisme, dan narkoba merupakan musuh negara, sehingga Pemerintah harus meninjau jenis pidana dari masing-masing calon kepala daerah.
Sejak pembahasan revisi UU Pilkada bergulir di DPR beberapa waktu yang lalu, Fraksi NasDem sudah menolak calon kepala daerah yang bersangkutan dengan hukum terutama korupsi.
Sikap Fraksi ini tetap konsisten disuarakan dalam beberapa kali rapat konsultasi antara Komisi II dengan KPU dan Bawaslu serta Kemendagri.
"Apapun statusnya baik itu masih tersangka atau terdakwa kami tolak itu. Juga Partai NasDem dari awal menyatakan zero tolerance terhadap ketiga tindak pidana tersebut,” katanya.
Sebelumnya pemerintah menganjurkan agar terpidana hukuman percobaan bisa tetap mencalonkan diri sebagai kandidat dalam Pilkada sebelum adanya inkracht.
Keputusan ini dinilai beberapa pihak melanggar etika pejabat publik yang harus berkelakuan baik. Selain DPR, KPU juga menolak anjuran pemerintah tersebut.