Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mensos: Minuman Keras dan Video Porno Picu Kejahatan Seksual
“Sebelum melakukan tindak kejahatan pelecehan seksual, pelaku ternyata mengkonsumsi miras, ngelem dan tontoan video porno, ” ujar Mensos.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNERS - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, dari pengakuan pelaku tindak kejahatan pelecehan seksual, diketahui bahwa pemicunya adalah minuman keras (miras), ngelem, dan tontonan video porno.
“Sebelum melakukan tindak kejahatan pelecehan seksual, pelaku ternyata mengkonsumsi miras, ngelem dan tontoan video porno, ” ujar Mensos di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (17/9/2016).
Kondisi demikian, kata Mensos, sudah dalam darurat yang membutuhkan upaya dengan melakukan pencegahan atau preventif, khususnya bagi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
“Kondisi sudah darurat dan yang dibutuhkan sekarang adalah upaya pencegahan, khususnya bagi anak-anak sebagai generasi bangsa agar tidak menjadi korban maupun pelaku, ” tandasnya.
Sebenarnya berbagai kampanye tentang bahaya narkoba sudah sering didengungkan oleh banyak kalangan, termasuk gerakan say no to drugs.
“Dalam kondisi darurat ini, perlu gerakan untuk melindungi dan memagari segenap warga bangsa, termasu di dalamnya para generasi penerus, “ tandasnya.
Narkoba sudah menjadi musuh negara yang harus dilawan oleh segenap warga bangsa. Sehingga, jangan pernah mencoba narkoba yang membuat membuat ketagihan dan sekali ketagihan akan menjemput kematian.
“Diperlukan format-format untuk menjaga masyarakat agar tidak menjadi korban narkoba dan butuh bergantengan tangan serta semua lini harus digunakan kampanye pencegahan bahaya narkoba, ” tandasnya.
Maraknya tindak kejahatan dan pelecehan seksual, pemerintah bergerak cepat dengan mengeluarkan Peranturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016.
“Keprihatinan pemerintah terhadap keadaan yang sudah darurat, maka Presiden menandatangani Perpu Nomor 1 tahun 2016. Namun, memang ada pihak yang masih underestimate, ” katanya.
Untuk pemberlakuan hukuman pemberatan dan hukuman tambahan memang ada kritieria baik dari si pelaku maupun korban. Di antara kriteria tersebut, yaitu korban mengalami trauma yang cukup dalam dan ada Penyakit Menular Seksual (PMS).
"Kondisi pelaku dan korban turut menentukan keputusan hakim di pengadilan. Lalu, bagaimana cara menyiapkan bukti-bukti yang akan menjadi indikator kuat supaya pelaku mendapatkan hukuman tambahan atau hukuman pemberatan, ” tandasnya.
Pengirim: Humas Kementerian Sosial RI