Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Hendardi: Aksi 4 November juga Jadi Arena Recovery Kaum Jihadis
Aksi massa pada 4 November lalu juga rentan menjadi medium recovery kaum 'jihadis' yang sejak perdamaian di Poso dan Ambon kehilangan arena
Editor: Yulis Sulistyawan
JAKARTA - Aksi anarkis massa pada 4 November lalu, selain rentan ditunggangi aktor politik seperti ditegaskan Presiden Jokowi, juga rentan menjadi medium recovery kaum 'jihadis' yang sejak perdamaian di Poso dan Ambon kehilangan arena recovery dan radikalisasi, baik untuk merekrut kader-kader baru maupun untuk menghimpun dukungan publik.
Sejak 2010, kelompok jihadis beralih menggunakan isu penodaan agama, penyesatan, antikristenisasi, dan solidaritas atas segala peristiwa di Timur Tengah, sebagai medium kampanyenya.
Peristiwa di Cikeusik 6 Februari 2011 dan di Temanggung 9 Februari 2011, adalah dua peristiwa yg secara nyata ditunggani oleh kelompok jihadis.
Salah satu aktor lapangan peristiwa penyerangan Ahmadiyah adalah aktor yang aktif melakukan pembantaian di Poso.
Sedangkan di Temanggung, operator lapangan dari pembakaran gereja adalah salah satu tokoh yang pada masa konflik di Ambon bertugas memasok amunisi untuk kelompok Islam.
Indikasi keterlibatan kelompok jihadis dalam aksi 4 November lalu juga terdeteksi dengan keterlibatan tokoh kunci Bachtiar Nasir (pendakwah Wahabi), Abu Jibril (MMI) dan M. Zaitun (Wahdah Islamiyah) ormas yang disponsori Wahabi dan gemar mengkafirkan kelompok lain.
Tiga tokoh kunci tersebut secara ideologis membenarkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Aksi-aksi massa selalu mengundang aneka kepentingan bertaruh. Karena itu, jika praktik-praktik intoleransi dengan aksi kekerasan dan penyebaran kebencian dibiarkan, maka sama saja kita menyediakan arena recovery kelompok-kelompok jihadis untuk terus memupuk semangat pengikut dan simpatisannya.
Bagi Setara Institute, intoleransi adalah titik awal dari terorisme. Sebaliknya, terorisme adalah puncak intoleransi.
Jadi, soal aksi 4 November bukan hanya melulu soal Pilkada, soal Ahok dan dugaan penodaan agama, tetapi juga merupakan soal kebutuhan adanya ruang yg kondusif bagi radikalisasi publik untuk memperluas dukungan terhadap agenda2 jihad yg bertentangan dengan hukum dan dasar kebangsaan Indonesia.
Ditulis oleh Hendardi, Ketua Setara Institute