Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Presiden Jokowi Bisa Bubarkan Ormas Radikal Tanpa Putusan Pengadilan
Presiden Jokowi dapat membubarkan ormas-ormas radikal di Indonesia, tanpa harus membawa persoalan ormas radikal itu melalui pengadilan
Editor: Sanusi
Penulis: Petrus Selestinus, Koordinator TPDI dan Advokat Peradi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petrus Selestinus, Koordinator TPDI dan Advokat Peradi, mengatakan Presiden Jokowi dapat membubarkan ormas-ormas radikal di Indonesia, tanpa harus membawa persoalan ormas radikal itu melalui pengadilan.
Sebab, pembubaran ormas-ormas yang mengganggu ketertiban dan ketenteraman bahkan mengganggu tujuan pembangunan nasional, pancasila dan UUD 1945 dapat dilakukan melalui mekanisme UU No. 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama sebagai hukum positif yang masih efektif berlaku.
Berlakunya UU No.1/PNPS Tahun 1965, bukan saja bagi pelaku orang perorang akan tetapi juga bagi ormas yang melakukan pelanggaran berupa perbuatan di muka umun yang menimbulkan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama, dengan maksud agar orang tidak menganut suatu agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Presiden dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan sebagai organisasi atau aliran terlarang setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri, tanpa harus mengajukan Permohonan ke Pengadilan untuk membubarkannya.
Ahok dihukum dengan menggunakan UU No. 1/PNPS Tahun 1965 khususnya pasal 4 yang melahirkan pasal 156a KUHP, namun Ahok dihukum dengan melanggar prosedure UU No. 1/PNPS Tahun 1965 itu sendiri yang melahirkan pasal 156a KUHP.
Karena itu polemik pembubaran Ormas seolah-olah sulit dan hanya mengacu kepada UU Ormas No. 17 Tahun 2013 adalah tidak benar, karena UU No.1/PNPS Tahun 1965 masih efektif berlaku bahkan sudah memakan korban yaitu Ahok.
Pembentukan UU No. 17 Tahun 2013 terkandung maksud politik yang tidak baik bahkan diskriminatif karena diduga kuat hanya unuk mempersulit pembubaran Ormas-Ormas Radikal, tanpa memperhatikan keberadaan UU No. 1/PNPS Tahun 1965.
Adanya dualisme dalam perundang-undangan kita ini jelas merupakan sehuah by design pemerintahan SBY di saat menjelang kekuasaannya berakhir.
Oleh karena itu Presiden Jokowi tidak boleh ragu untuk membubarkan ormas-ormas yang bermasalah dengan persoalabToleransi dan Pancasila, tanpa harus melalui Permohonan kePengadilan sebagaimana dimaksud dalam UU Ormas No. 17 Tahun 2013.
Jika pemerintah serius hendak membubarkan ormas-ormas Intoleran dan Radikal dengan menggunakan mekanisme UU No. 17 Tahun 2013, maka pemerintah patut diduga tidak serius bahkan tidak berani secara tegas membubarkan ormas2 dimaksud.
Pemerintah seharusnya meninjau kembali berlakunya UU No.17 Tahun 2013 Tentang Ormas karena UU itu jelas membuat kekuasaan negara menjadi mandul ketika berhadapan dengan Ormas-Ormas Radikal yang tumbuh subur saat 10 tahun SBY menjadi Presiden memimpin negara ini.