Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Menolak Permendikbud No.23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah

Penerapan 40 jam selama lima hari secara perlahan akan menghilangkan jam pelajaran pendidikan keagamaan

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Menolak Permendikbud No.23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah
Istimewa
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI, Hj. Ida Fauziyah dan anggota FKB, Nihayatul Wafiroh saat menerima aduan 

Oleh : Dra Hj Ida Fauziyah,MSI

TRIBUNNEWS.COM - Sebagai bangsa dan Negara (nation and state), Indonesia dikenal dunia sebagai Negara yang kaya akan nilai-nilai kebangsaan.

Kekayaan nilai-nilai kebangsaan tercermin dalam keanekaragaman sosial, politik, budaya, dan bahasa melalui kerukunan dan kebersamaan hidup, musyawarah mencapai mufakat, gotong royong, tenggang rasa (teposeliro) dan pastinya kepercayaan kepada Tuhan YME.

Nilai-nilai kebangsaan tersebut diwariskan kepada generasi bangsa ini melalui sebuah lembaga pranata sosial yaitu keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan (sekolah) yang kita sebut pendidikan.

Pendidikan yang sudah terlembagakan dengan kekhasan tradisi dan nilai tafaqahu fiddin (pemahaman keagamaan) direpresentasikan oleh Madrasah, Diniyah dan Pesantren.

Para santri pondok pesantren Ar-Raudhatul Hasanah membaca Al Quran pada kegiatan tadarus yang dilaksanakan secara massal di Jalan Setia Budi, Medan, Sumut, Jumat (27/7/2012). Kegiatan tadarus yang dilaksanakan rutin pada bulan suci ramadan tersebut diikuti oleh seribuan santri. (Tribun Medan/Dedy Sinuhaji)
Para santri pondok pesantren Ar-Raudhatul Hasanah membaca Al Quran pada kegiatan tadarus yang dilaksanakan secara massal di Jalan Setia Budi, Medan, Sumut, Jumat (27/7/2012). Kegiatan tadarus yang dilaksanakan rutin pada bulan suci ramadan tersebut diikuti oleh seribuan santri. (Tribun Medan/Dedy Sinuhaji) (Tribun Medan/DEDY SINUHAJI)

Output dari proses pendidikan tersebut telah berkontribusi terhadap pembentukan character building.

Mengingat penguatan pendidikan karakter itu tidak boleh dipisahkan dengan pendidikan agama yang menjadi syarat dalam peningkatan keimanan dan ketaqwaan sesuai dengan amanat pasal 31 ayat 3 UUD RI Tahun 1945, yang berbunyi meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Berita Rekomendasi

Secara empirik terdapat ribuan lembaga diniyah dan jutaan santri yang mengenyam pendidikan diniyah setelah paginya menempuh pendidikan umum.

Dengan penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah telah memicu polemik di masyarakat.

Permen yang dimaksudkan sebagai penerjemahan Program Penguatan Pendidikan Karakter yang tercantum dalam Nawa Cita, dianggap berpotensi menimbulkan dampak buruk dan merugikan bagi Madrasah Diniyah serta tidak sesuai dengan kultur pendidikan yang telah berjalan selama ini.

Dalam Pasal 2 atau (1) Permendikbud 23 Tahun 2017 menyebutkan, hari sekolah dilaksanakan delapan jam dalam satu hari atau 40 jam selama lima hari dalam satu minggu.

Selain itu, dalam Pasal 5 ayat (1) Permendikbud 23 Tahun 2017 disebutkan hari sekolah digunakan bagi peserta didik untuk melaksanakan kegiatan intrakulikuler, kokurikuler dan ekstrakulikuler.

Praktek kebijakan memicu berbagai implikasi:

Pertama,  peraturan ini sangat bias perkotaan, karena awal mula penyesuaian lima hari sekolah dengan hari Sabtu libur itu karena fenomena di perkotaan orang tua yang memiliki waktu libur hari Sabtu.  

Disamping itu praktek kalau di perkotaan tidak ada masalah dari segi keamanan, lalu bagaimana dengan daerah-daerah tertinggal di pedesaan yang masih rentan dengan aspek keamanan dan bertambahnya uang saku.

Kedua, secara psikologis dunia anak memerlukan waktu untuk bersosialisasi dan berinterakasi dengan lingkungannya.

Tiadanya waktu berinteraski berdampak pada pertumbuhan mental dan tingkat kejenuhan anak sehingga lemah dalam berinovasi.

Ketiga, secara kelembagaan mematikan diniyah pesantren yang dijalankan pada sore hari.

Penerapan 40 jam selama lima hari secara perlahan akan menghilangkan jam pelajaran pendidikan keagamaan bukan hanya diniyah saja akan tetapi pendidikan keagamaan secara umum yang selama ini diselenggarakan pada sore hari.

Ini berpotensi mematikan layanan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat seperti Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren, Pendidikan Alquran dan lain-lain yang sesungguhnya menjadi basic penguatan character building.

Mengingat aspek mudharatnya lebih banyak dari unsure manfaatnya, maka Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa menolak kebijakan tersebut dan meminta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk mencabut Permendikbud 23/2017 tentang hari sekolah dan tidak menerapkanya mulai tahun ajaran 2017/2018.

Dra. Hj. Ida Fauziyah,MSI
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas