Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Tribunners / Citizen Journalism

Melawan Akal Sehat!

Mungkin mereka terilhami oleh strategi perang ala Sun Tzu (544-496 SM), “Pertahanan terbaik adalah menyerang.”

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Melawan Akal Sehat!
Tribunnews/Herudin
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melaksanakan sidang paripurna di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (25/9/2014). 

Oleh: Karyudi Sutajah Putra

TRIBUNNEWS.COM - Hanya pencuri dan pelanggar hukum lainnya yang takut kepada polisi.

Hanya koruptor yang takut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Apakah para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI takut kepada KPK?

Kalau tidak, mengapa mereka suka menyerang bahkan ada yang menyerukan pembubaran KPK? Mungkin mereka terilhami oleh strategi perang ala Sun Tzu (544-496 SM), “Pertahanan terbaik adalah menyerang.”

Bila memang takut, apakah berarti para anggota DPR itu koruptor, atau minimal punya niat korupsi? Tentu bukan dan tidak!

Kalau pun ada anggota DPR korupsi, atau minimal punya niat korupsi, itu ulah oknum, bukan lembaga dan di lembaga apa pun selalu ada oknum, termasuk mungkin di KPK, sehingga kalangan DPR pun getol mengkritisi KPK.

BERITA TERKAIT

Mengkritisi! Pada titik ini kita maklumi apa yang dilakukan DPR, termasuk dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) KPK yang kontroversial itu, karena tak ada manusia yang sempurna, termasuk para komisioner dan penyidik KPK yang memiliki kewenangan cukup besar.

“Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely,” kata Lord Acton (1834-1902). Tapi kalau sudah berniat melemahkan bahkan membubarkan KPK, tentu itu sudah melawan akal sehat, dan oleh karena itu wajib dilawan.

Mengapa membubarkan KPK berarti melawan akal sehat (common sense) atau “senfus communis” dalam bahasa Latin? Sebab perasaan umum mengatakan, KPK masih sangat dibutuhkan di Indonesia yang angka korupsinya masih terbilang tinggi. KPK adalah asa di tengah kinerja kejaksaan dan kepolisian yang belum sesuai harapan. Membubarkan KPK berarti melenyapkan asa.

Saat ini Indonesia menempati peringkat ke-90 dengan skor Corruption Perceptions Index (CPI) 36 dari 176 negara yang disurvei Transparency International (TI). Kian besar skor yang didapat, kian bersih suatu negara dari korupsi. Indonesia meraih skor CPI hanya 36 dari maksimal skor 100.

Dalam Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Jakarta, 1 Desember 2016, Presiden Joko Widodo mengungkapkan sudah 122 anggota DPR RI dan DPRD, 25 menteri/kepala lembaga, empat duta besar, tujuh komisioner, 17 gubernur, 51 bupati/walikota, 130 pejabat eselon 1-3, dan 14 hakim dipenjara karena korupsi.

Data KPK, 32,3% koruptor yang tertangkap KPK hingga Maret 2017 adalah anggota partai politik. Dari total angka itu, 80% terlibat penyuapan. Sejak 17 Juli 2017, Ketua DPR Setya Novanto juga berstatus tersangka korupsi e-KTP. Dari titik ini, apakah serangan demi serangan yang dilancarkan DPR terhadap KPK terkait strategi perang Sun Tzu itu, demi mempertahankan diri?

Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, KPK selalu salah di mata DPR, misalnya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT): nominalnya kecil salah, nominalnya besar pun salah. Dalam OTT di Pamekasan, Jawa Timur, 1 Agustus 2017, dengan barang bukti uang suap Rp250 juta, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyindir, “KPK masuk desa.”

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas