Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Urgensi Pengembangan Bioetanol di Indonesia: Menjawab Tantangan Energi, Ekonomi, dan Lingkungan

Indonesia berada di persimpangan krusial dalam upaya mencapai kemandirian energi dan mengatasi perubahan iklim.

Editor: Sanusi
zoom-in Urgensi Pengembangan Bioetanol di Indonesia: Menjawab Tantangan Energi, Ekonomi, dan Lingkungan
handout
Pertamina melakukan uji coba Toyota Kijang Innova Zenix Flexy Fuel Vehicle (FFV) menggunakan bahan bakar bioetanol 100 (E100) persen di area test drive pameran otomotif GIIAS 2024, ICE BSD, Tangerang, Banten. 

Prof. Dr. Ronny Purwadi – Researcher ITB.
Dr. Jaka Purwanto – Exclusive Facilitator MarkPlus Institute.


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia berada di persimpangan krusial dalam upaya mencapai kemandirian energi dan mengatasi perubahan iklim. Ketergantungan pada bahan bakar fosil terus meningkat, sementara dampak negatif terhadap lingkungan semakin nyata. 

Di tengah tekanan global untuk beralih ke energi yang lebih bersih, bioetanol menawarkan peluang besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia. Saat ini, Indonesia sudah menjadi yang terdepan di dunia dalam pelaksanaan bio-diesel B35 dan akan segera meningkatkan penggunaannya menjadi B40. 

Namun, Indonesia masih tertinggal dalam implementasi bioetanol untuk bensin. Padahal, pengembangan bioetanol dapat memberikan manfaat yang sangat besar terhadap lingkungan hidup, ketahanan energi nasional, dan pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Selain Bermanfaat Kurangi Emisi, Bioetanol Juga Diyakini Bisa Sejahterakan Petani

Bioetanol, yang dihasilkan dari sumber daya biomassa seperti molases tebu, sorgum, jagung, ataupun singkong menawarkan potensi besar untuk mengurangi emisi karbon sekaligus meningkatkan ketahanan energi nasional. Meskipun bioetanol tetap menghasilkan emisi dari tailpipe, penting untuk dipahami bahwa bio-ethanol dianggap sebagai bahan bakar carbon neutral. 

Gas CO2 yang dilepaskan melalui pembakaran bahan bakar bioetanol diserap kembali oleh tanaman penghasil bahan baku bioetanol. Dengan demikian, netto penambahan gas CO2 ke udara dapat dianggap nol dan menjadikan siklus karbonnya netral.

Pengembangan industri bioetanol sangat penting untuk dipandang sebagai strategi jangka menengah hingga jangka panjang karena dapat mengatasi masalah energi saat ini sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, serta berkontribusi pada pelestarian lingkungan hidup.

Berita Rekomendasi

Bioetanol untuk sektor transportasi. 

Dalam upaya mendorong penggunaan bioetanol sebagai bagian dari solusi energi nasional, Kementerian ESDM telah menyusun roadmap untuk pengembangan bioetanol di sektor transportasi. Langkah ini menjadi sangat penting mengingat potensi besar bioetanol dalam mendukung transisi energi bersih di Indonesia.

Inisiatif penggunaan campuran bioetanol E5 sudah mulai diimplementasikan dalam skala terbatas, dan upaya ini patut dihargai sebagai permulaan yang baik. Namun, implementasi E5 skala nasional diharapkan bisa segera diwujudkan. Kita wajib mendukung target pemerintah berikutnya untuk jangka menengah dan jangka panjang dalam meningkatkan campuran bioetanol menjadi E10 pada tahun 2029 hingga E20 pada tahun 2035. 

Dengan roadmap yang jelas dan dukungan regulasi yang kuat, pengembangan ekosistem bioetanol di Indonesia bisa berjalan dengan baik. Implementasi bioetanol dapat mendukung pengurangan ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil, sekaligus memberikan dampak positif pada perekonomian dan lingkungan hidup. 

Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. 

Salah satu argumen utama yang mendukung pengembangan bioetanol adalah peningkatan ketahanan energi nasional. Indonesia termasuk negara dengan tingkat konsumsi energi yang tinggi dan masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil yang sebagian besar diimpor. 

Ketergantungan ini menempatkan Indonesia pada posisi rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia, sehingga dapat berdampak negatif pada perekonomian nasional. Dengan mengembangkan bioetanol sebagai alternatif bahan bakar, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor minyak, meningkatkan kemandirian energi, dan melindungi ekonomi dari guncangan eksternal. 

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas