Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Adu Kuat Kedaulatan Negara Vs Hegemoni Korporasi Dalam Kasus Freeport
Dinamika relasi kuasa antara pemerintah Republik Indonesia (RI) dan PT. Freeport Indonesia (PTFI) setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No
![Adu Kuat Kedaulatan Negara Vs Hegemoni Korporasi Dalam Kasus Freeport](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/konferensi-pers-divestasi-freeport_20170829_134940.jpg)
Faktanya, PTFI berhasil beroperasi selama 20 tahun pertama dan kemudian mendapatkan perpanjangan KK tahun 1991 yang berlaku hingga tahun 2021.
Memiliki dasar hukum yang kuat, PTFI kemudian merasa dirugikan atas disahkannya UU No 4/2009 tentang Minerba, PP Nomor 77 tahun 2014 dan PP Nomor 1 tahun 2017 dan menolak untuk serta merta melaksanakan perintah dari peraturan perundang-undangan tersebut yang isinya banyak bertentangan dengan KK-nya yang masih berlaku.
Menyadari keabsahan KK yang masih berlaku dan kemungkinan dilakukan sengketa dagang internasional melalui arbitrase, pemerintah Indonesia nampaknya tidak mau mengambil resiko.
Berselisih hukum dengan perusahaan multinasional adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan bagi pemerintah. Ada dua kasus yang telah menjadi mimpi buruk bagi pemerintah Indonesia saat berhadapan dengan ancaman dan perselisihan dagang internasional.
Pertama, dikeluarkannya Perpu Nomor 1 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi UU No 19 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan Lindung.
Perpu ini menuai kontroversi karena PTFI dan beberapa perusahaan multinasional bidang pertambangan mengajukan keberatan karena Perpu tersebut berisi larangan bagi sipapa pun untuk melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan lindung.
Padahal dalam KK masing-masing perusahaan multinasional tersebut membolehkan aktivitas pertambangan di dalam kawasan hutan dengan memenuhi beberapa syarat.
Mengetahui ancaman beberapa perusahaan untuk menggugat pemerintah di arbitrase internasional, pemerintah atas persetujuan DPR akhirnya menetapkan UU No 19 Tahun 2004 yang kembali membolehkan aktivitas pertambangan di dalam kawasan hutan lindung.
Kedua, kasus perselisihan bisnis antara Pertamina dan Karaha Bodas. Kasus ini bermula saat Kraha Bodas Company (KBC) dan Pertamina menandatangani kesepakatan kerjasama investasi senilai 264 juta dollar tahun 1994.
Karena krisis ekonomi dan atas tekanan IMF, proyek tersebut dihentikan dan KBC pun menuntut di arbitrase internasional di Swiss.
Dalam keputusannya arbitrase memenagkan KBC dan Pertamina diminta membayar ganti rugi 261 juta dollar.
Putusan arbitrase ini diperkuat oleh pengadilan AS pada awal Oktober 2006. Jika Pertamina tidak membayar ganti rugi, maka aset Pertamina yang ada di luar negeri termasuk di Bank of America akan dibekukan.
Meski banyak pihak mendesak Pertamina untuk tidak membayar kompensasi karena proyek ini memiliki indikasi megakorupsi, Pertamina tidak punya pilihan lain.
Arbitrase internasional memiliki kewenangan untuk menyita aset-aset Pertamina yang ada di luar negeri apabila menolak membayar kompensasi sesuai yang diputuskan oleh pengadilan internasional (detikfinance, 2007).
Kedua kasus tersebut di atas menunjukkan bagaimana hegemoni korporasi bekerja.
Mereka memiliki justifikasi hukum yang kuat, sekaligus akses tanpa batas terhadap rezim hukum internasional yang memberikan posisi yang menguntungkan. Korporasi juga terbukti memiliki jejaring yang kuat di lapis elit-elit politik penentu kebijakan di mana mereka beroperasi.
Penetapan Perpu No. 1/2004 menjadi UU No. 19/2004 misalnya berlangsung begitu cepat. Di tengah jadwalnya yang begitu padat, DPR RI dengan sigap bersidang kemudian menetapkan Perpu kontroversil tersebut menjadi UU yang memuluskan kembali kegiatan pertambangan perusahaan multinasional di kawasan hutan lindung.
Piawai Dalam Berunding
Meski telah diberitakan bahwa perundingan antara PTFI dan pemerintah telah menemui kesepakatan atas beberapa isu penting, tidak serta merta masalah antara kedua belah pihak telah selesai.
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)