Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jika Tak Ingin Melawan Bangsa Sendiri, Adab Kebangsaan dalam Politik Harus Diutamakan
Jika ingin menang dalam kontestasi, maka kedua faktor itu harus didapatkan. Akibatnya, politik Indonesia cendrung sering berujung pada praktik korupsi
Ditulis oleh Tribunners, MAHYU DARMA, SH, MH (KETUA IKA FH UDA WIL JAWA DAN INDONESIA TIMUR)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu tema menarik dalam politik Indonesia adalah kuatnya pengaruh uang dan kelompok dalam politik Indonesia.
Baik dalam pemilukada maupun dalam pemilu nasional, banyak sekali dugaan penggunaan politik uang dan politik dinasti.
Keduanya oleh sebagaian politikus yang pragmatis dianggap sebagai jalan yang tidak mungkin dihindari dalam konteks politik yang berbiaya tinggi dengan rakyat yang juga cenderung pragmatis.
Jika ingin menang dalam kontestasi, maka kedua faktor itu harus didapatkan. Akibatnya, politik Indonesia cendrung sering berujung pada praktik korupsi demi menutupi besarnya biaya politik tersebut. Data Kemendagri menyebutkan kurang lebih 300 pejabat daerah terindikasi kasus korupsi.
Baik faktor penyebab maupun akibat itu berubah menjadi lingkaran setan karena masing-masing saling terkait sehingga tidak diketahui ujung pangkalnya.
Sebagian pihak menyalahkan politikus yang sering dianggap terlalu mengejar jabatan publik.
Namun ada pula yang melihat masyarakat yang pragmatis dan kurang terdidik secara politik yang menjadi ujung dari permasalahan ini. Kondisi rumit ini mengakibatkan semua upaya perbaikan menjadi seperti “melawan bangsa sendiri” sebagaimana dikatakan Bung Karno.
Nilai Kebangsaan
Sesungguhnya, korupsi politik hanyalah salah satu masalah pelik politik dan pemerintahan di Indonesia. Masih banyak masalah lain yang tidak kurang rumitnya seperti inefektifitas kebijakan, tumpang tindih regulasi, kerangka ekonomi politik, ketimpangan sosial, isu SARA dan sebagainya.
Semua itu terjadi karena kita melupakan eksistensi dari kerangka nilai kebangsaan yang telah menjadi konsensus nasional dalam berpolitik.
Kerangka nilai kebangsaan itu adalah Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi dan Keadilan Sosial. Ketuhanan adalah hak untuk memeluk dan melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Ketuhanan dalam hal ini adalah batasan norma, bukan diartikan sebagai sumber kekuasaan. Itulah sebabnya mengapa sering ditegaskan bahwa Indonesia bukan negara agama, tetapi negara berketuhanan.
Kemanusiaan berarti bahwa nilai-nilai humanisme universal menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku. Dalam konteks ke-Indonesiaan, humanisme ini digambarkan dengan sangat baik dalam konsep “tenggang rasa” atau “tepa selira” yang artinya kita harus memperlakukan orang lain sesuai dengan perlakuan yang kita inginkan dari orang lain.
Tidak menyakiti, menjunjung harkat dan martabat kemanusiaan, saling bantu dan bekerjasama serta toleransi. Itulah kemanusiaan yang diharapkan.
Persatuan dalam konteks Indonesia tidak berarti keseragaman. Sebagaimana disebutkan oleh UUD 1945, Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi keberagaman.
Kita berbeda, itu kenyataannya, namun tujuan berbangsa dan bernegara membutuhkan persatuan dan kerjasama, oleh karenanya integralitas sosial dan integralitas politik harus dijunjung tinggi.
Demokrasi dan keadilan sosial adalah dua hal yang sangat erat kaitannya. Nilai-nilai ini membuktikan bahwa jauh sebelum dunia mengakui hak-hak sipil dan politik serta hak azasi ekonomi, sosial dan budaya (ecosoc rights) Bangsa Indonesia telah mempunyai nilai tersebut.
Nilai didasarkan pada kesadaran bahwa semua rakyat Indonesia adalah makhluk Tuhan yang punya hak dan kedudukan yang sama.
Adab Berpolitik
Dalam semua lapangan kehidupan, sudah seharusnya, semua nilai itu dijadikan batasan pikiran dan perilaku. Bolehlah itu kita sebut sebagai adab kebangsaan kita.
Demikian halnya dalam politik, nilai dasar kebangsaan harus dijadikan sebagai adab berpolitik.
Politik menjadi aspek penting dalam konteks Indonesia mengingat kulturnya. Secara sosiologis, Bangsa Indonesia punya kultur top down yang kuat.
Apa yang menjadi pikiran, sikap dan perilaku pemimpin biasanya menjadi acuan bagi masyarakat. Bukan hanya dalam masyarakat sosial, hal serupa terjadi dalam masyarakat politik dan bahkan juga birokrasi.
Oleh karenanya, penting sekali bagi semua pemimpin dalam lapangan atau bidang apapun untuk mempunyai dan menerapkan adab atau tata nilai kebangsaan itu.
Ada dua hal yang harus dilakukan, pertama, semua pemimpin dan tokoh politik harus memberikan keteladanan dalam menerapkan adab kebangsaan itu.
Keteladanan pemimpin akan membentuk habit, sistem dan bahkan budaya yang jika terakumulasi akan menjadi restorasi nilai kebangsaan. Kedua, pemimpin dan tokoh politik harus menyebarkan keteladanan itu secara lintas generasi.
Dalam perspektif politik, hal itu berarti bahwa pemimpin dan tokoh politik yang baik harus pula melakukan rekrutmen politik berbasiskan pada tata nilai kebangsaan itu. Dengan begitu, ada kesinambungan dan keberlanjutan.
Jika kedua hal tersebut dilakukan secara konsekeuen dan konsisten, kita bisa berharap bahwa pilar-pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika tidak akan berhenti pada tataran wacana.
Politik kita tidak akan lagi diramaikan oleh riuh rendah debat identitas, kehidupan sosial kita akan menjadi makin manusiawi, ketimpangan sosial makin ditekan dan kemajuan serta kesejahteraan bangsa akan terwujud.
Akhirnya, semua pemimpin dan politikus harus menyadari anugerah istimewa yang diberikan Tuhan untuk mengelola bangsa dan negara ini. Kesadaran itu harus dikonversi menjadi tekad untuk membentuk tata nilai dan adab kebangsaan yang telah menjadi konsensus nasional.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.