Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Surat Fadli Zon untuk KPK adalah Abuse of Power untuk Kenyamanan Pribadi Setya Novanto
Ini jelas penyalahgunaan kekuasaan oleh Fadli Zon untuk menghambat tugas KPK dalam meminta pertanggungjawaban pidana terhadap Setya Novanto.
Editor: Ferdinand Waskita
Ditulis oleh: Petrus Selestinus (Koordinator TPDI dan Advokat Peradi)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surat Fadli Zon, Wakil Ketua DPR RI atas nama DPR RI menyurati KPK meminta penundaan pemeriksaan atas diri Setya Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi proyek e-KTP, adalah sebuah abuse of power untuk menutupi sebuah abuse of power lainnya demi rasa nyaman Setya Novanto.
Surat Fadli Zon itu bisa berimplikasi kepada Institusi DPR RI sebagai ikut terlibat dalam pertanggungjawaban korporasi atas dugaan korupsi yang dilakukan oleh Setya Novanto dkk.
Sebagaimana dinyatakan secara gamblang oleh Jaksa Penuntut Umum KPK dalam surat dakwaan atas nama Tedakwa Andi Narogong.
Surat Fadli Zon yang mengatasnamakan pimpinan DPR dan ditujukan kepada KPK untuk dan atas nama Setya Novanto harus sudah jelas merupakan bentuk penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan oleh Fadli Zon sebagai Wakil Ketua DPR RI bekerja sama dengan Setya Novanto menggunakan Lembaga DPR RI untuk kenyamanan pribadi Setya Novanto yang seharusnya berada di luar tugas dan wewenang pimpinan DPR.
Baca: Dilaporkan ke MKD DPR, Fadli Zon: Salah Alamat
Apalagi surat panggilan KPK terhadap Setya Novanto itu tidak ditujukan untuk jabatan Setya Novanto sebagai Ketua DPR dan dalam rangka hubungan kedinasan antara DPR dan KPK akan tetapi untuk sebuah proses proyustisia yang ditujukan kepda pribadi Setya Novanto pribadi.
Fadli Zon berlaga pilon seakan-akan perbuatan korupsi yang dituduhkan atau disangkakan oleh KPK terhadap Setya Novanto adalah ditujukan kepada Lembaga DPR atau pimpinan DPR, padahal kenyataannya adalah ditujukan atas tindakan pribadi Setya Novanto.
Dengan demikian membawa-bawa nama DPR atau pimpinan DPR hanya untuk sekedar menunda pemeriksaan seorang Setya Novanto, adalah sesuatu yang terlalu mahal harganya bagi sebuah Lembaga Negara terhormat yang sedang runtuh citranya hanya karena Setya Novanto mengku sakit.
Ini tentu tidak boleh terjadi dan sebagai sebuah peristiwa pertama dan untuk terakhir kalinya di era Setya Novanto, lembaga ini dihunakan untuk kenyamann pribadi, karena apapun ceritanya kasus e-KTP telah mencoreng nama baik dan martabat Lembaga Negara DPRI RI, Kementerian Dalam Negeri, Golkar, Demokrat dan PDIP.
Baca: Surat Novanto ke KPK, Fahri Hamzah: Memangnya Kekuatan Surat Itu Apa?
Fadli Zon seharusnya bisa membedakan mana tanggung jawab pimpinan DPR dan mana tanggung jawab pribadi sebagai urusan pertemanan, apalagi urusan pemenuhan pemanggilan KPK terhadap Setya Novanto adalah tanggung jawab pribadi Setya Novanto bukan tanggung jawab DPR atau pimpinan DPR.
Ini adalah untuk kesekian kalinya Lembaga DPR sering disalahgunakan oleh oknum-oknum pimpinan DPR untuk kepentingan lain di luat tugas dan tanggungjawab pimpinan DPR.
Ini jelas penyalahgunaan kekuasaan oleh Fadli Zon untuk menghambat tugas KPK dalam meminta pertanggungjawaban pidana terhadap Setya Novanto.
KPK harus segera melakukan tindakan polisionil (jemput paksa, tangkap dan tahan) terhadap Setya Novanto agar penyalahgunaan lembaga DPR bisa diakhiri dan kelancaran penyidikan serta penuntutan kasus Setya Novanto tidak boleh lahi dihambat atas nama apapun lagi tidak saja oleh Setya Novanto tetapi juga oleh Fadli Zon dkk. di DPR RI.