Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
'Jenderal Gatot Nurmantyo tak Bisa Bedakan Informasi Publik yang Terbuka dan Mana yang Dikecualikan'
Pemerintah pada akhirnya telah meluruskan informasi dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengenai penyelundupan 5.000 pucuk senjata ilegal.
Editor: Dewi Agustina
PEMERINTAH pada akhirnya melalui Menkopolhukam Jenderal Purn TNI Wiranto, telah meluruskan informasi dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengenai penyelundupan 5.000 pucuk senjata ilegal, menuduh ada institusi di luar TNI-POLRI mencatut nama Presiden untuk mendatangkan 5.000 pucuk senjata ilegal.
Isu ini menjadi kontroversi bahkan menjadi isu politik tingkat tinggi di tanah air yang cenderung memanas, karena pada saat yang bersamaan muncul isu politik tentang pemberontakan G 30 S/PKI, pemutaran film pengkhianatan G 30 S/PKI bahkan ada ajakan untuk nonton bareng oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, yang juga mencuat dan menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Penjelasan Menkopolhukam Jenderal Purn TNI Wiranto, patut kita apresiasi karena pemerintah secara jujur dan berjiwa besar menyampaikan kepada pers bahwa informasi yang disampaikan secara terbuka di hadapan media mainstream maupun media sosial oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, merupakan sebuah informasi yang bersumber dari "komunikasi antar institusi yang belum tuntas".
Dan berdasarkan konfirmasinya kepada Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN dan instansi terkait, diperoleh informasi bahwa "terdapat pengadaan senjata laras pendek buatan PT Pindad sebanyak 500 pucuk (bukan standard militer dan bukan 5000), untuk kebutuhan pendidikan intelijen BIN, sehingga izinnya bukan dari Mabes TNI tetapi cukup dari Mabes Polri sesuai ketentuan.
Konfirmasi Menkopolhukam ini telah mematahkan sekaligus meluruskan konstatasi Jenderal Gatot Nurmantyo, tentang ada institusi negara di luar TNI-POLRI melakukan pembelian senjata secara ilegal sebanyak 5000 pucuk.
Namun demikian sekiranya informasi dimaksud benar adanya, quod non, maka Panglima TNI harus menyadari bahwa substansi dari informasi yang ia sampaikan itu tergolong rahasia negara, yang menurut UU Tentang Keterbukaan Informasi publik dikualifikasi sebagai informasi publik yang dikecualikan publikasinya.
Ini merupakan sikap ceroboh atau sengaja dari seorang Panglima TNI untuk tujuan politik menjelang pemilu 2019.
Kita patut sesalkan, karena seorang Panglima TNI berpangkat Jenderal, telah bersikap gegabah, tidak melakukan chek and balances, bertindak prematur, tidak didukung fakta-fakta, berani melakukan tindakan yang bertentangan dengan UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Apa yang disampaikan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo, adalah sebuah isu sensitif yang sejatinya bersifat rahasia negara dan karenanya harus tunduk dan terikat kepada kaidah hukum tentang "keterbukaan informasi publik", apakah sebuah informasi publik yang hendak disampaikan itu masuk dalam kualifikasi informasi publik yang terbuka atau merupakan informasi publik yang dikecualikan baik secara substansial maupun prosedural.
Sikap Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo jelas-jelas telah melanggar UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik, karena telah membuka ke publik informasi intelijen yang diperoleh dari sumber yang tidak akurat dan tidak utuh, terkait kebijakan BIN dalam pengadaan 500 pucuk senjata untuk keperluan BIN.
Perbedaan tentang jumlah, jenis dan asal usul pengadaan senjata berbeda antara apa yang disampaikan oleh Panglima TNI dengan penjelasan resmi Menkopolhukam Jenderal TNI Purn Wiranto membuktikan bahwa informasi yang diperoleh Panglima TNI tidak utuh dan tidak jelas sumbernya, karena berbeda dengan fakta-fakta yang diperoleh dan disampaikan oleh Menkpolhukam yang bersumber dari Panglima TNI, Kepala BIN dan KAPOLRI.
Penulis: Petrus Selestinus, Koordinator TPDI & Advokat PERADI