Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Airlangga Hartanto dalam Kepungan Status Quo
Rapat pleno DPP Partai Golkar yang dihelat pada Rabu memutuskan Airlangga Hartarto (AH) sebagai Ketua Umum menggantikan Setya Novanto.
Editor: Dewi Agustina
Penulis: SYAMSUDDIN RADJAB
Pengamat Hukum Tata Negara dan Direktur Jenggala Center)
RAPAT pleno DPP Partai Golkar yang dihelat pada Rabu (13/12/2017) di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat memutuskan Airlangga Hartarto (AH) sebagai Ketua Umum menggantikan Setya Novanto (SN) yang terjerat kasus megaskandal korupsi KTP elektronik yang diduga merugikan negara senilai Rp 2,3 triliun.
Dalam waktu hampir bersamaan, gugatan praperadilan SN ditolak oleh hakim tunggal Kusno pada Pengadian Negeri Jakarta Selatan dengan dalih pokok perkara yang digugat SN telah disidangkan dan dakwaan telah dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada pengadilan tipikor Jakarta Pusat (13/12/2017).
Sebelumnya, SN dibalik jeruji penjara menulis surat yang ditujukan ke DPP Partai Golkar dan pimpinan DPR yang menunjuk Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum dan Azis Syamsuddin sebagai Ketua DPR setelah SN menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya.
Kedua surat SN dimaksud, baik oleh DPP Partai Golkar maupun Badan Musyawarah (Bamus) DPR mengabaikannya dengan alasan yang sama yaitu tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam AD/ART DPP Partai Golkar dan UU No. 17/2014 tentang MD3.
Idrus Marham disepakati menjadi Plt Ketua Umum (21/11/2017) bukan berdasar penunjukan SN tetapi kesepakatan pengurus dalam sidang pleno DPP Partai Golkar.
Penunjukan AH sebagai ketua umum DPP Golkar banyak mengagetkan publik karena; Pertama, Forum Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) belum diselenggarakan walaupun telah disepakati dalam pleno bersamaan dengan kesepakatan penunjukan Idrus Marham sebagai Plt ketua umum.
Kedua, beberapa kader Partai Golkar sebelumnya telah menyatakan akan maju bertarung sebagai calon ketua umum pada munaslub nanti seperti Idrus Marham, Azis Syamsuddin, Titiek Soeharto, dan Priyo Budi Santoso harus mengubur keinginannya setelah AH ditetapkan sebagai ketua umum baru dan akan dikukuhkan pada munaslub nanti.
Persoalannya adalah apakah langkah pengurus DPP Partai Golkar dapat dibenarkan dan sesuai dengan AD/ART Partai atau tidak?
Baca: Megawati Pilih Andi Rahman Cagub Riau karena Berprestasi dan Peduli Lingkungan
Hemat penulis, penggantian pengurus antar waktu jabatan ketua umum SN yang juga melekat sebagai formatur hasil musyawarah nasional (munas) tidak tergantikan kecuali dengan sebutan lain seperti Pejabat Ketua Umum dan/atau Pelaksana Tugas Ketua Umum hingga masa bakti kepengurusan berakhir.
Ketentuan Aturan
SN resmi di-nonaktifkan sebagai ketua umum dalam rapat pleno pada Selasa (21/11/2017) dan menyepakati Idrus Marham sebagai pelaksana tugas (Plt) ketua umum walaupun istilah tersebut tidak dikenal dalam AD/ART DPP Partai Golkar.