Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mengapa Tak Seperti Temasek?
Ide untuk merealisasikan arahan strategis presiden diartikan kementerian BUMN dengan mencoba membangun holding BUMN
Editor: Sanusi
Oleh: Martri Agoeng
Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ramai sekali pemberitaan tentang rencana pemerintah untuk membangun holding bumn. Arahan strategis dari presiden adalah membangun BUMN yang transparan, profesional dan berkelas dunia.
Secara kumulatif total aset BUMN Indonesia per 2016 sebesar Rp 6.325 Triliun dan di akhir tahun 2017 diproyeksikan menjadi Rp 7.035 triliun.
Begitu besar asetnya dan berada di Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah maka seharusnya banyak BUMN Indonesia yang berkelas dunia. Namun disayangkan fakta yang ada bertolak belakang dengan potensi yang ada.
Ide untuk merealisasikan arahan strategis presiden diartikan kementerian BUMN dengan mencoba membangun holding BUMN. Tidak satu atau dua, namun rencananya sekaligus lima holding bumn di berbagai sektor. Yaitu, holding BUMN pertambangan, holding BUMN Migas, holding BUMN perbankan, Holding BUMN konstruksi, dan holding BUMN perumahan.
Langkah ini begitu berani karena yang dilakukan adalah pengelompokan BUMN dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda dan kemudian dikumpulkan. Targetnya tidak tanggung-tanggung harus menjadi sebesar Temasek atau Khazanah. Langkah ini begitu berani karena dalam proses penggabungan perusahaan itu bukan hal yang mudah bahkan membutuhkan waktu dan tidak jarang membutuhkan waktu tahunan.
Selama periode transisi atau integrasi tersebut umumnya akan menyebabkan timbulnya gangguan sementara dari kinerja. Namun tidak sedikit yang berakhir dengan kegagalan. Mayoritas dari kegiatan Merger dan Akuisisi (M&A) berakhir dengan kegagalan. Permasalahan utama dari pembentukan holding ini bukan periode Pra Transaksi atau saat Transaksi tapi pada Pasca Transaksi.
Konsep struktur holding yang akan dibentuk, model bisnis dan skema value creation yang akan disusun jauh lebih penting dari mekanisme transaksi. Penggabungan Permina dan Pertamin menjadi Pertamina membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun karena budaya yang jauh berbeda. Holding Perkebunan setelah terbentuk sampai sekarang masih berjuang untuk keluar dari kondisi kerugian.
Holding Semen masih melakukan realignment struktur holding dan menghadapi kondisi market sharenya yang tergerus. Holding pupuk juga mengalami hal yang sama. Membangun holding tidaklah mudah dan ini akan dibangun lima sekaligus.
Mekanik pembentukan holding BUMN pun lebih unik lagi, bukan merupakan skema M&A biasa namun dilakukan dengan mekanisme inbreng saham yang harus dibangun dahulu konstruksi hukumnya. Skema M&A dengan pembelian perusahaan normal diatur dalam PP No 45 Tahun 2005 sedangkan untuk mekanisme inbreng ini dibuatkan khusus PP No 72 Tahun 2016 yang sempat di Judicial Review di Mahkamah Agung.
Mengapa sampai di Judicial Review?
Karena terasa begitu memaksakan seperti pernyataan bahwa penyertaan di BUMN bersumber dari APBN termasuk inbreng saham pemerintah di BUMN atau Perseroan Terbatas. Namun dalam eksekusinya tidak mengikuti mekanisme APBN, yang berarti tidak memerlukan persetujuan DPR. Ini membuat terjadinya polemik dengan DPR. Apapun itu, sekarang holding BUMN pertambangan sudah dibentuk dan tidak membutuhkan persetujuan DPR.
Semakin unik karena kekayaan negara berupa saham di BUMN atau di Perseroan Terbatas setelah diinbrengkan berubah statusnya bukan lagi kekayaan negara tapi menjadi kekayaan BUMN atau Perseroan Terbatas yang menerimanya. Entah apa namanya proses perubahaan kekayaan negara menjadi kekayaan badan usaha lain?
Semua jalan terjal itu diambil untuk apa? Semata-mata untuk menciptakan BUMN kelas dunia. Tidak ada yang salah dalam tujuan tersebut namun intepretasinya yang perlu disesuaikan dengan konteks Indonesia dan dilaksanakan dengan strategi yang jitu. Sebagai benchmark dipilih Temasek dan Khazanah. Temasek sebagai holding BUMN memang contoh sukses pengelolaan BUMN.